11. This Is The Real Me

1K 117 18
                                    

Kata orang jalan ini sulit; sakit.
Tak sepantasnya kita mengayuh rakit harap di sungai kesempatan nan sempit

Di mana muara penantian? Di mana laut keberhasilan

Hanya penjelajah pemberani yang mampu melaju di jalur yang belum terpeta dalam sejarah.

-Seseorang yang berharap di kegelapan malam-
•○•○•○•○•○•○•○•○•○•○•○•

Ada dua tipe guru yang paling menyebalkan menurut versi Tari Ashallegra.

Pertama, guru yang hobi menyuruh mengumpulkan tugas ketika Tari tidak mengerjakan PR, tapi di saat Tari mengerjakan dengan sangat terniat, tugasnya malah tidak dikumpul dan dijawab bersama tanpa di nilai sama sekali.

Kedua, guru yang waktu Tari tanya pura-pura tidak mendengar, waktu Tari tidak menyimak, pasti Tari ditanyai yang macam-macam.

Pernah bertemu dengan guru yang seperti ini? Kalau ada, berarti kalian satu sepenanggungan nasib dengan sosok bernama Tari Ashallegra.

Jadi jangan heran kenapa diam-diam Tari selalu mencari-cari alasan saat jam Matematika Wajib agar bisa meninggalkan kelas. Mulai dari permisi ke toilet yang memakan durasi tiga puluh menit, sampai pura-pura pingsan agar bisa bolos dan nangkring di UKS bersama Veril atau salah satu dari Zania dan Rea.

Tak heran juga, saat pembagian kertas hasil ulangan hari ini, nilai Matematika Wajibnya hanya 40. Sudahlah sering meninggalkan kelas, ditambah lagi nilai hariannya juga banyak yang kosong. Alhasil, nilai Tari anjlok seanjlok-anjloknya. Membuat Tari tersenyum pelan sambil mengumpat ala psikopat di dalam hati. “Ini gue yang bego atau gurunya yang nggak niat ngajarin, sih? Perasaan Matematikan Peminatan nilai gue bagus-bagus aja.”

“Akulah penguasa samudra.”

Sebenarnya Tari sudah jengkel sejak pagi, ditambah ocehan baru dari orang di samping bangkunya ini membuat Tari makin sakit kepala. Awalnya Tari bisa mengabaikan. Pertama kali dengar, Tari masih bisa mengabaikan Rea. Menganggap kalau itu ide sepintas lewat yang ingin Rea ucapkan. Satu jam terlewat, satu kata tanpa ada pemicu jelasnya itu terus saja diucapkan tanpa jeda.

“Aku lah penguasa samudra.”

‘Apaan nih orang?’ batin Tari kala itu. Tapi karena fokus mengerjakan soal Matermatika di depannya—yang sebenarnya Tari lebih banyak menciptakan rumus sendiri ketimbang menjawabnya—maka jadilah dia mengabaikan untuk yang kesekian kali.

Tapi kejengkelannya memuncak dan tak terbendung lagi waktu Rea mengucapkan kata keramat itu lagi sedangkan kepalanya nyut-nyutan memikirkan mengejar materi agar bisa ikut remedial Matematika. Nilai 40 memaksanya untuk mengikuti ulangan tambahan agar bisa memperbaiki nilai.

“Akulah penguasa samudera.” Rea mengucapkan kalimat itu sambil memperagakan gerakan seorang putri yang bergerak anggun—tapi jatuhnya malah seperti seorang penari jaipong yang baru belajar menari.

“Penguasa apaan, sih? Perasaan dari tadi lo ngomong itu terus sampe telinga gue tuli dengerinnya. Bapak lo itu pengusaha pertambangan minyak lepas pantai. Jadi seharusnya lo ngomongnya ‘akulah pengusaha samudra’ bukannya malah bacotin ‘akulah penguasa samudera’!” teriak Tari jengkel. Veril yang tak biasa mendengar ocehan panjang Tari pun seketika tergelak lantang sampai memukul wajah judes Tari menggunakan kertas hasil ulangannya.

“Palingan lagi ikutan trendnya Sendal empire itu,” timpal Zania dengan kekehan.

“Jangan-jangan lo juga udah ngisi formulir Sendal Empire, Re? Kan lo pernah ngomong kalo keluarga lo masih ada darah birunya.” Veril juga ikut-ikutan membelalakkan mata sok kaget.

My Illegal Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang