33. My People

503 66 4
                                    

Ada kalanya malam merundungku soal kamu dan kerinduan konyol yang seharusnya tak aku miliki.

-Arseno Allaric F-

Cakra hanya iya-iya saja saat Chris meneleponnya untuk datang ke dekat bar di fakultas lelaki itu. Tanpa niat apa pun, bahkan juga tak berniat untuk minum. Kata Chris, anggap saja ini reuni tanpa Leo karena dia mulai merindukan sahabat lamanya itu.

Tapi baru saja masuk, Cakra sudah dikejutkan dengan sosok yang menabraknya dari belakang, tampak sedang mabuk karena berjalan dengan langkah sempoyongan.

Get out of fucking here, dude,” teriak perempuan dengan pakaian minim itu terdengar kasar. Tangannya merangkul kembali lelaki yang sempat ia lepaskan, lantas memagut bibir lawan jenisnya itu dengan beringas, tampak tak sabaran. “Please take a room right know, baby. I wanna you.”

Cakra meringis, benar-benar jalang sialan. Terlebih dia pula yang menawarkan diri terlebih dahulu, mengerikan.

Chris yang mengikuti langkah Cakra di belakang mengernyit heran saat melihat Cakra hanya melepaskan perempuan itu pergi tanpa mencegat. “Bukannya itu adik sepupunya Leo? Kenapa bisa ada di sini? Biasanya dia ke Underneath bareng Leo, kan? Lo nggak kenal dia, Cang?”

Tubuh Cakra menegang. Akibat pencahayaan yang terlampau redup beserta dengan ramainya orang-orang, Cakra jadi tak mengenali Veril. “Telepon Leo sekarang, Chris. Gue susul Veril.”

Cakra menepuk pundak Chris. Lantas Cakra berlari ke dalam klub lebih jauh, mencari pundak kecil yang tadi tampak sepintas bayangan. Gedung ini terdapat beberapa tingkat, dan dia rasa di lantai dua atau bisa jadi di lantai tiga terdapat layanan sewa kamar.

“Bangsat!” umpat Cakra terlebih karena merasa gusar bercampur khawatir ketimbang harus merasa kesal.

***

Suasana antara Tari dan Arseno jadi canggung semenjak Arseno memberikan pengakuan yang amat mencengangkan. To be honest, Tari bahkan sampai tertidur—narkolepsi kambuh—saking tak percayanya dengan apa yang Arseno ungkapkan.

Kini mereka sedang dalam perjalanan pulang. Jauh-jauh hari Arseno sudah meminta izin pada Rasel untuk membawa Tari agak sedikit lebih lama saat malam gadis itu berulang tahun. Beruntung, Rasel mengizinkan asal bisa bertanggung jawab atas keselamatan Tari dan juga tak akan mengantar gadis itu pulang di atas jam tengah malam.

Sekarang pukul setengah sepuluh, dan Arseno sudah kehabisan ide untuk membawa Tari jalan-jalan.

“Kata-kata mana yang paling lo suka dari tulisan gue.”

Arseno berjengit saat Tari tiba-tiba membuka suara. Sejak tadi suasana mereka beku sekali. Awkward. Baik Tari maupun Arseno sama-sama tak tahu bagaimana cara agar bisa bersikap seperti biasa.

Jika kalian penasaran pengakuan apa yang Arseno buat, maka akan Tari beri tahu. Arseno mengaku membaca semua series kutipan mading Tari sejak pertama debut hingga sampai saat ini. Secara resmi dia juga mengaku kalau dia penggemar Sun Berlian—atau dengan kata lain, penggemar Tari.

“Hm...” Arseno sedikit kebingungan mengambil satu kutipan. Ia terlalu menyukai semua tulisan yang Tari buat. “Dari semuanya, yang paling membekas waktu itu kutipan yang isinya, ‘Kepada bintang yang mengalah hilang saat matahari datang, kepada bulan yang menjajah di sunyinya malam. Di bawah mega kanopi megah dari haru biru langit, aku menitipkan rindu untuk seseorang yang tak mampu ku pandang. Padahal aku sayang.’ Waktu itu gue lagi kangen nyokap. Padahal nggak tahu wajah dia gimana, gak tau suara dia selembut apa, nggak tahu gimana rasanya pelukan dia pas nganterin mau tidur atau gimana serunya pas bacain dongeng. Gue nggak bisa cerita sama siapa-siapa, dan nggak tahu mau nyalurin rindu itu kayak gimana. Yang bisa gue lakukan Cuma perbanyak aktivitas, perbanyak kegiatan, biar lupa kalo gue lagi kangen sama dia yang nggak bisa gue sentuh.”

My Illegal Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang