09. Interest

1K 114 39
                                    

Kenapa kita mengatakan sesuatu yang belum pernah kita miliki itu jauh lebih cantik dari apa yang sudah kita miliki?
-Jue Viole Grace from Tower Of God-

Hari itu, secara mendadak di umumkan akan diakan lomba basket antara Tim Basket Cahaya Biru dengan sekolah tetangga. Tari tak terlalu tahu—jika kalian lupa, dia salah satu spesies manusia yang selalu ketinggalan berita—pertandingan itu benar-benar lomba atau hanya sekedar pertandingan persahabatan. Orang-orang berduyun ke lapangan basket indoor milik  Cahaya Biru saat tim basket senior sudah berjalan menuju lapangan.

Harus Tari akui, tim basket senior Cahaya Biru rata-rata memang memiliki wajah bak visual grup boyband. Jadi saat mereka melewati koridor, kaum hawa sudah sesak napas duluan dan menahan jeritan akibat rambut-rambut yang dibalut headband dan baju basket.

Rea, Zania, Veril, dan Tari mengambil tempat duduk dibangku penonton sebelum bangku-bangku di tribun terisi penuh. Sebenarnya Tari malas datang kemari, sebab Arseno masuk ke tim basket inti kali ini. Tapi karena ulah Veril yang selalu menariknya untuk melakukan banyak kegiatan selain tidur, maka jadilah Tari terdampar ditempat ramai ini.

“Kamu tidak masuk tim cheerleader, Veril? Bukannya kamu masuk klub?” tanya Rea pada Veril seraya mengigit ujung pipet susu cokelat kotak yang tadi ia beli di kantin sekolah.

“Nggak, Re. Katanya gara-gara dadakan, Bu Ayu minta para senior yang ngisi tim cheerleader.” Veril menatap bangku-bangku yang mulai diisi oleh banyak siswa-siswi. Sebagian dari sekolah mereka sendiri, sebagian lagi dari sekolah tim lawan yang sepertinya juga ingin menyaksikan pertandingan hari ini. “Oh! Itu tim basket kita! Itu Kak Nana, Kak Echan, Pacar jadi-jadian lo juga tuh Tar, terus—WOAH KAK DENO!” teriak Veril histeris menatapi tim basket yang berjalan masuk. Tari yang duduk di sampingnya sampai harus menutup telinga akibat teriakan heboh Veril. Tak hanya dia saja, ternyata penggemar Deno itu berjibun dan sibuk meneriak-neriakkan namanya seperti orang tengah konser.

“Emang Kak Deno sehebat apa sampe diteriakin gitu? Emangnya dia idol?” bisik Tari tak paham akan sifat histeris cewek-cewek disekitarnya, tentu saja Veril termasuk juga di dalamnya. Bahkan sampai ada yang sesak napas dan terengah mengucapkan, “Oksigen! Gue butuh oksigen.”

Tari geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan para perilaku kaum hawa yang seperti tak pernah melihat manusia tampan saja. Agak berlebihan menurutnya.

“Dia ketua tim basket,” jawab Zania, sedikit berteriak untuk menyaingi suara di lapangan basket yang mulai ribut. “Dia juga pacarnya Ketua Klub dance kita, Kak Mei. Makanya mereka berdua populer. Ganteng sama cantik, kurang apa lagi coba?”

Tari mengangguk paham dengan wajah datar, ternyata hanya cerita klise soal si populer dengan si populer lainnya.

Tepat sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai, sebuah pesan masuk ke aplikasi chat milik Tari. Gadis itu melirik ponsel di tangannya hanya demi menerima sebuah notifikasi chat dari Arseno.

Penyiksa Berhati Batu : Muka lo lempeng banget. Nggak ikutan heboh gitu?

Tari hanya memutar matanya malas, memilih mengabaikan pesan tak penting tersebut. Namun lima belas detik kemudian, sebuah pesan kembali masuk. Dari lapangan, Tari bisa melihat Arseno memandang ke arahnya, kemudian lanjut mengetikkan sesuatu di ponsel.

Penyiksa Berhati Batu : Anjir! Cuma di read doang?

Penyiksa Berhati Batu : Waktu pertandingan udah di mulai nanti, lo harus neriakin nama gue keras-keras. Ngerti?

My Illegal Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang