Perasaan Buruk /8

1.7K 319 8
                                    

Waktu berlalu dengan lambat; tiga hari serasa tiga minggu, satu minggu serasa satu bulan.

Hari ini genap hari keempat belas, dan masih belum ada tanda-tanda bantuan akan datang. Kegelisahan kian menghantui. Mati kelaparan menjadi momok paling menakutkan di antara kami.

Kondisi mental beberapa penumpang juga makin memburuk. Lebih banyak orang yang memilih untuk murung seharian tanpa melakukan apa-apa. Sebagian sudah pasrah dengan keadaan. Keputusasaan nyaris menyertai seluruh aktifitas kami. Aku hampir tak melihat lagi senyuman apalagi suara tawa. Ya, hampir, jika Dev dan teman-teman barunya yang berisik tidak ada di sini.

Dev, dalam dua minggu, anak laki-laki itu sudah berkembang menjadi figur pemimpin. Pribadinya yang tenang dan begitu ramah membuat ia disenangi banyak orang, terutama anak-anak muda--yang mendominasi jumlah penumpang.

Sikapnya yang bijaksana dan gampang membaur menjadikan dirinya sosok yang disegani. Ditambah lagi dengan aura posifif yang membuat orang-orang nyaman menempel padanya. Terbalik sekali dengan diriku.

Di antara anak-anak muda lainnya, ada seorang pemuda bernama Daniel yang nyentrik dan menurutku jelalatan. Hampir semua gadis di kabin menjadi target gombalan mautnya, dan tak sedikit yang luluh, bahkan pramugari. Gilanya, si Daniel itu tiba-tiba melamarku ketika aku mendatangi perkumpulan Dev dan anak-anak lain.

Setelah aku menjawab "tidak terimakasih," entah mengapa dia langsung berhenti menggangguku dan mulai berjuang keras mendapatkan hati Shafa.

Ada juga pemuda berahang persegi bernama Leon yang kadang kalem dan kadang idiot. Bersama, mereka menjadi sekumpulan orang berisik menyebalkan di sebagian besar situasi, meski harus kuakui kepribadian mereka yang konyol dan apa adanya cukup ampuh mengusir suasana tegang.

Sementara Namju, dia lebih banyak melewati hari-harinya dengan tidur dari pagi hingga petang kalau tidak ada yang bisa dikerjakan. Selain Dev dan Shafa, aku tidak terlalu akrab dengan anak-anak lain. Tidak seperti Dev, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan diri sendiri sembari berpikir. Sampai-sampai rasanya otakku jauh bertambah tua hanya dalam kurun waktu dua minggu.

Untuk Shafa, ia banyak menghabiskan waktunya bersama anak-anak kecil, menghibur mereka yang kurang mendapat perhatian orang tua akibat stress. Aku tak pernah bilang pada gadis itu kalau ia sangat populer di kalangan laki-laki. Tentu saja, dengan pembawaan penuh kasih sayang itu, hati siapa yang tak akan luluh melihatnya.

Setelah kejadian yang menimpaku di hutan Barat, orang-orang mulai menaruh perhatian lebih padaku. Tak jarang aku memergoki sejumlah orang diam-diam mengawasiku dari kejauhan. Merasa dicurigai, aku tak nyaman untuk beberapa alasan.

Aku membuat peraturan tersebut demi keselamatan kita semua, dan aku tahu orang-orang tak mau dan tak akan berani melanggarnya. Tapi kau berbeda, kau penasaran, selalu ingin tahu akan segala hal. Dan kau nekat, tindakan cerobohmu sewaktu-waktu bisa membahayakan kita; Mr. Smith berulang kali mengatakan hal semacam itu padaku, hampir setiap hari, secara halus memperingatkanku untuk tidak pergi ke hutan lagi.

Aku tak sepenuhnya menyangkal kekhawatiran mereka. Setelah semua yang kulihat, aku tidak tahu perasaan yang paling mendominasiku--keingintahuan melihat isi hutan yang lain, atau ketakutan untuk mencari tahu.

Setiap hari, aku berusaha menahan keinginanku untuk berlari, memelesat melewati semak-semak, meninggalkan hamparan rumput ini. Kesadaran menghampiriku--hutan itu jauh lebih asing daripada keadaan diriku di sini. Selain itu, kondisi tubuhku yang penuh luka membuatku tak bisa bergerak leluasa.

Tapi tidak untuk hari ini. Bahkan tanpa obat-obatan apapun, luka di bahu dan lenganku sudah mengering. Semua rasa sakit yang menempel di tubuhku telah lenyap. Aku merasa sangat baik sampai-sampai ingin berlari ke hutan saat ini juga.

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang