Perjuangan di Pintu Masuk /19

1.4K 319 13
                                    

Aku terus berlari bersama anak-anak lain di sepanjang hutan yang berlantaikan dedaunan kering dan serpihan ranting. Sesekali kami menunduk dan berpencar. Menghindari batang-batang pohon beserta dahannya yang bergelantungan rapat.

Aku sudah mulai terbiasa berlari di dalam hutan, tetapi kali ini sungguh berbeda. Suara-suara kaki berlari memantul di dedaunan dan cahaya merah temaram dari obor berkelebat, tampak lebih menakutkan di hamparan tanaman yang menjalar di semak-semak.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku kepada Shafa saat kami berlari.

Gadis kecil itu menoleh; riak wajahnya tidak tenang dan ekspresinya tegang. "Yeah, ini tidak terlalu buruk." jawabnya dengan suara nyaring, tampak berusaha keras terlihat tenang. Aku tidak percaya sedikit pun kalau Shafa tak merasa takut. Getir rasanya melihat anak itu bertingkah seolah-olah berani.

Kelompok kecil ini berlari berderetan, berderap dengan cepat. Aku tak tahu berapa lama lagi hingga anak-anak ini bisa bertahan. Seolah menjawab pemikiran itu, Dev mundur, akhirnya menepuk pundak Namju. "Pimpin kami, ketua." Aku mendengar ucapannya.

Namju mengangguk dan berlari ke bagian depan, memimpin kami melewati deretan pepohonan dengan susunan yang rumit. Setiap langkah kian menyengsarakanku. Keberanian yang telah kukumpulkan berubah menjadi ketakutan.

Dan aku bertanya-tanya kapan para Tyran akan memulai perburuan mereka. Saat pertempuran akan dimulai. Dan, saat aku memikirkannya sambil terus berlari, anak-anak yang tak terbiasa berlari sejauh ini mulai terengah-engah. Namun, tak seorang pun mundur. Kami terus berlari, tanpa tanda-tanda keberadaan Tyran.

Akhirnya, setelah empat puluh lima menit terlama dalam hidupku, kami sampai di kawasan tengah hutan yang mengarah menuju lokasi bangunan terbengkalai di kedalaman hutan. Area hutan yang pepohonan dan semak-semaknya lebih renggang.

Aku, dengan jantung berdebar-debar dan keringat membanjiri kulitku, berada tepat di belakang Namju. Tobio di sampingnya. Tiba-tiba, Shafa yang berlari di sebelahku mengurangi kecepatannya seraya berujar, "Tunggu!"

Semua yang tengah berlari sontak berhenti dan melempar pandangan heran pada anak perempuan itu.

"Ada apa, sweetie? Kau kelelahan?" tanya Daniel asal. "Mau kugendong?"

Shafa memutar tubuhnya perlahan-lahan, mengamati kondisi sekeliling dengan was-was. Wajahnya memucat. "Kalian dengar itu?" bisiknya. Kengerian tampak di wajahnya.

Aku menggelengkan kepala, mencoba mengusir rasa takut yang ditimbulkan ekspresi wajah Shafa.

Namju mengendap-endap keluar dari barisan dan mengintip dari balik salah satu pohon yang berjarak beberapa meter di sisi kananku, melongokkan kepala ke arah kegelapan. Beberapa detik kemudian, ia terlonjak mundur dan berbalik memandangku. "Kita dikepung ..." lirihnya.

Tobio menarik tombaknya seraya beringsut mundur. "Di-dikepung ... maksudmu apa dikepung?" ucapnya gelagapan.

Semua anak sontak merapat ke tengah, berkerumun berdempetan. Memandang was-was ke arah semak-semak di sekeliling kami seraya menyiagakan senjata masing-masing.

Aku dan Shafa yang kebetulan berada di tengah-tengah lantas terjepit. Shafa memukul punggung Daniel dengan geram. "Uh ... sempit, tahu!" protesnya.

Namju yang berdiri di luar kerumunan mencabut belatinya. "Mereka sadar kita di sini," ujarnya. "Siap-siap, aku merasakan mereka di sekeliling kita."

"Sebaiknya kita lari," bisik Dylan. Suara anak laki-laki berambut hitam-lurus itu bergetar, menyiratkan ketakutan mendalam.

"Jangan," tukasku selagi mendesak keluar dari kepungan punggung anak-anak ini dan bergabung dalam barisan. "Tidak sebelum kita memastikan tak satupun makhluk itu menuju ke lapangan. Biarkan mereka mengejar kita."

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang