Peraturan? /4

2.2K 365 58
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

SESEORANG mengguncang tubuhku. Aku seketika membuka mata dan mendapati seraut wajah yang sedang menatapku sangat dekat. Sekelilingku sudah mulai terang ketika fajar menyentuh lapangan berumput ini.

Anak itu Dev. Wajahnya kelihatan jauh lebih segar dari hari kemaren meski napas pagi harinya berbau tidak sedap. "Selamat pagi," sahutnya.

Aku mengela napas berat kemudian menutup mataku dengan punggung tangan, mencoba menyembunyikan mataku yang kuyakini telah sembap. "Aku tidak berharap akan terbangun lagi di tempat ini ..." lirihku.

Dev tergelak, sepasang gigi taring mungil mencuat malu-malu ketika dia menyengir. "Kau akan sangat rindu denganku kalau tiba-tiba terbangun di kamarmu."

Bangkit ke posisi duduk, aku meregangkan otot-ototku yang nyeri akibat tidur tanpa beralaskan apapun. Persendian leherku berdekuk saat ditekukkan.

"Akhirnya sang putri bangun juga."

Aku menoleh ke belakang ketika Shafa muncul dari balik kepala pesawat. "Kukira kau tak akan bangun lagi," lanjutnya. Entah itu efek sinar mentari atau wajah orang-orang memang kelihatan lebih cerah pagi ini.

Aku mengedarkan pandangan menyisir lapangan berumput. Suasana pagi ini jauh berbeda dibanding kondisi malam hari yang menyeramkan. Di balik deretan pohon, matahari pelan-pelan merayap. Sinarnya menyebar dari ufuk timur, menyorot pucuk-pucuk pepohonan, semak-semak, terus hingga ke rerumputan yang masih berembun, membuatnya tampak berkilau-kilau .

Aku menarik napas dalam-dalam dan udara pagi yang amat menyejukkan langsung menyerbu paru-paruku, beraroma tanah dan rumput basah. Kicauan burung bergema-gema dari dalam hutan di seluruh penjuru, menghibur pendengaran. Andai fakta bahwa kami jauh dari keluarga, minimnya perbekalan, dan terkurung di tengah-tengah hutan menyeramkan yang penuh misteri dapat dikesampingkan, aku berani bilang kalau suatu hari ingin tinggal di sini.

"Nay, apa matamu disengat serangga atau sejenisnya?" tanya Shafa tiba-tiba. Ia mencondongkan wajah, menatapku lekat-lekat. Matanya bergerak-gerak curiga.

Cara pikir Shafa masih sedikit lugu; ia tidak mungkin tahu mataku begini akibat menangis tersedu-sedu semalaman. Ia tidak boleh tahu, siapapun tidak boleh--meski Dev tampak tak terlalu bodoh untuk tidak menyadarinya.

"Kurasa digigit semut tanah," jawabku bohong. "Atau bisa pula karena dingin, entahlah." Aku mengedikkan bahu, berusaha terlihat tidak ambil pusing. "Ngomong-ngomong, itu untuk apa?" Aku menunjuk perlengkapan mandi dalam tas kecil transparan yang tersampir di lengan Shafa. Menariknya, handuk kecil yang menjuntai di pundak Shafa seperti sudah digunakan. Dia tidak mungkin mandi, kan?

"Oh, ini untuk memandikan pesawat," jawabnya asal.

Aku mengernyitkan dahi.

"Tentu saja untuk mandi, kau bodoh ..." Shafa berkacak pinggang, menampilkan ekspresi-sok-dewasa yang membuat geram. Dengan wajah boneka seperti itu, gelagat orang dewasa sangat tidak cocok untuknya.

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang