Estonia/ 39

1K 253 56
                                    

"Baiklah, kalau kapal ini memang akan tenggelam, maka hancurlah dengan hebat!"

Semua menjerit kaget.

"Apa katamu!?" Daniel bersorak tak percaya. Sambil berusaha melarikan diri dari gapaian tentakel, ia melempar protes dengan suara pecah. "Jangan bilang kau berencana menewaskan kita semua di tengah lautan ini!?"

"Aku akan mengajak makhluk itu bertarung di lingkungan kita!" Aku mengerahkan segenap tenaga menarik jangkar tersebut, meski aku sadar bahwa rantai itu tak bergerak sedikitpun. Telapak tanganku mulai memucat.

Seolah memahami ucapanku, tentakel-tentakel lembek itu semakin gencar menghantam dan menyapu geladak. Namju yang sepertinya memahami rencanaku segera bertindak cepat. Ia meraih tali tambang dan menautkannya pada rantai jangkar, bergegas memanjat tiang layar di belakangku, kemudian mengikatkan ujung tali satunya pada tiang tersebut.

"Jangan bengong saja, orang-orang payah! Tarik jangkar itu!" perintah Namju cepat selagi berkutat dengan simpul tali.

Akhirnya, tanpa banyak tanya lagi, sejumlah anak berpindah ke belakangku. Saling berderet membantu menarik jangkar. Berkali-kali diterjang tentakel-tentakel besar tersebut, tiang layar akhirnya berderak patah. Tiang besar itu tumbang ke arah berlawanan, menghancurkan lantai dan membelah geledak menjadi dua patahan. Jangkar sontak tertarik ke atas mengikuti arah patahnya tiang, berikut seekor gurita hitam raksasa yang mau tak mau akhirnya muncul dari dalam air.

Semua sontak melompat mundur ketika sebagian tubuh hewan-monster itu naik ke pinggir geladak, membuat kapal oleng parah. Tubuhku merosot di lantai geladak, meluncur lurus menuju makhluk itu. Untungnya, Leon yang berpegangan pada tiang layar berhasil meraih tanganku.

Tubuhku gemetar menyaksikan wujud makhluk mengerikan tersebut. Itu benar-benar gurita, bukan kraken seperti dalam mitologi Norse. Gurita itu sungguh besar, seukuran kubah masjid. Warnanya hitam kehijauan dan kulitnya lembek namun berundak-undak. Menjijikkan dan menyeramkan di saat bersamaan.

Rasa ngeri dan kelegaan membanjiriku saat melihat Denzel muncul dari dalam air dan naik ke buritan. Pemuda itu terbatuk, tersedak air dalam jumlah banyak. Setidaknya melihat dia masih hidup sudah cukup untuk mengembalikan harapanku.

Kapal semakin oleng. Sebelah badan kapal terjungkit tinggi, membuat barang-barang merosot ke arah berlawanan. Semua berusaha berpegangan pada apapun yang bisa dipegang. Gurita itu sedikit memiringkan tubuhnya dan tampaklah sebuah lobang di antara tentakel-tentakel besarnya. Lobang itu mulai menganga lebar, kian lebar, menampakkan benda-benda runcing berwarna putih yang berjejer di sekeliling dalamnya. Itu gigi!? Menyeramkan!

Kulihat Denzel yang tengah merapat ke lantai geladak menatap panjang pada Hatsune di haluan, seperti mengharapkan sesuatu.

"Hey, kau! Kacamata merah!" teriaknya kemudian. "Ada granat dalam tasku! Oper kemari!"

G-GRANAT!?

Tobio mendelik. "Kau gila, membawa granat sampai kemari!?"

"Ya, dan kegilaan itu yang akan menyelamatkan kita!"

Gurita raksasa itu mulai menyiagakan tentakelnya. Gawat kalau makhluk itu sampai meraih kami di kondisi seperti ini. Mulut lebar dengan jejeran gigi tajam itu siap menelan, baik jika kami jatuh ke air maupun tertangkap tentakelnya.

Kapal terjungkit semakin tinggi, hampir miring sembilan puluh derajat. Mengumpulkan keberanian, Hatsune bergegas meraih tas Denzel yang tersangkut pada rekahan kayu di sebelahnya, dengan cepat merogoh granat seukuran kepalan tangan, kemudian mengopernya pada Dylan. Namun, lantaran panik dan situasi kapal yang bergoncang-goncang, tangan Dylan terpeleset saat melempar ke arah Denzel.

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang