Author's POV
<Pagi hari sesudah peristiwa di lautan Finlandia >
---
Seorang gadis membuka matanya, merasakan halusnya hembusan angin dan desiran ombak. Dia terbatuk hebat setelahnya, lantas terkesiap ke posisi duduk. Tenggorokannya kering kerontang dan permukaan mulutnya dibalut rasa asin.
Gadis berambut merah muda pucat itu berusaha mengatur nafasnya sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. "Leon ...? Nayra ...?" Dia memanggil-manggil dengan suara lirih.
Tidak ada siapapun di pantai ini. Hanya ada Hatsune seorang. Berkawan dengan udara dingin dan kicauan burung camar.
Anak perempuan bertubuh kecil itu meringsek bangkit. Dia merengek saat menyadari kacamatanya tak ada. Hatsune masih dapat melihat tanpa kacamata, hanya saja sedikit buram untuk jarak yang jauh.
Haus. Dia sangat haus, rasanya tenggorokannya seperti tercekik. "Leon! Dev! Nayra!" Dia berteriak dengan suara parau sembari berjalan menjauh dari pantai. Berharap kawan-kawannya ada di sekitar sini.
Hatsune merasa ia telah memasuki kawasan perkotaan. Sambil menapaki jalan setapak yang dilapisi pafin blok berlumut dan berundak-undak tak rata, ia mengedarkan pandangan. Mengamati jejeran rumah-rumah batu tua berwarna kelabu tak terawat di sisi kiri dan kanan jalan yang ia lewati.
Rasa dingin merayapi pundaknya saat melihat betapa sepinya kawasan ini. Ia sempat berpapasan dengan satu-dua orang, tetapi gelagat aneh yang mereka tampilkan membuat Hatsune lebih memilih untuk menghindar.
"Halo, manis, kau tersesat?" Sekumpulan pemuda bermunculan dari balik gang gelap di antara renggangan rumah-rumah, perlahan mengepung Hatsune. Gadis itu celingak-celinguk waspada, merasa cemas.
Salah satu lelaki menyentuh rambut Hatsune penasaran. "Nona, rambut merah mudamu cantik sekali." Ia tersenyum. "Kau orang Asia, ya?"
Tak nyaman, Hatsune bergerak risih. Ia menggenggam gugup kedua tangannya, rapat di depan dada. Di saat seperti ini, Hatsune berharap dirinya adalah Nayra--yang ia yakin sanggup menghajar enam pemuda ini hingga babak belur. "Um ... aku sedang mencari teman ... da-dan segelas air," ungkap Hatsune gelagapan.
"Baiklah, kalau begitu kami akan menjadi temanmu." Salah satu dari mereka merangkul pundak Hatsune sambil tergelak dengan bibir bengkok. Yang lain menyeringai miring.
Sontak gadis berpipi kemerahan itu menghempaskan lengan pemuda jangkung tersebut dan melompat mundur. Dia takut, tapi dia benci diperlakukan macam boneka yang tak berakal. "Maafkan aku, aku harus pergi!" Sebelum hal buruk menimpanya, ia harus segara beranjak dari tempat ini.
Namun, baru saja ia berbalik badan, salah satu lelaki meraih pergelangannya. Menariknya kembali ke tengah-tengah mereka. Hatsune terhuyung mundur. Tak terima akan perlakuan mereka, anak perempuan itu mendorong pemuda yang menarik lengannya dengan segenap amarah hingga terjembab.
Lima lelaki lain lantas tersulut amarah. Salah satu diantara mereka hendak melayangkan pukulan cepat pada Hatsune. Namun, pergelangan tangannya ditahan oleh seorang pemuda yang muncul tiba-tiba.
Mata Hatsune melebar. "Leon!?"
"Bung, kau mau menampar perempuan, huh?" Leon menatap nyalang lelaki yang pergelangannya ia cengkram erat itu, lalu menghempaskan lengannya dengan kasar. "Tidak gentel sekali."
Merasa direndahkan, enam lelaki yang terbakar amarah akhirnya berbalik menyerang Leon setelah terlibat cek-cok singkat. Perkelahian meledak di jalan setapak yang diapit jejeran rumah beraksitektur abad pertengahan ini. Lebih tepatnya, aksi keroyokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Mist ✔️
Ciencia FicciónApa artinya kebahagiaan jika rumah--tempat hati berlabuh--tak lagi dapat digapai? Tragedi terdamparnya pesawat yang Nayra tumpangi senja itu adalah pengawal petaka. Niat menghadiri olimpiade berubah menjadi ajang bertahan hidup. Hutan trop...