Kepungan Api /33

1.3K 260 24
                                    

Dibingkai raut wajah jengkel, Namju melompat bangkit. "Yang tadi bukan bagian dari rencana," protesnya seraya meraih lenganku, menolongku berdiri.

Aku meringsek bangkit. Perutku terasa kejang. Aku mengambil nafas singkat sebelum kemudian berbicara, "Kau juga, kenapa malah ketiduran, huh?"

Sebetulnya aku sempat mengantisipasi keberadaan sniper yang kemungkinan mengintai di suatu tempat di gedung utama, tapi apa gunanya menyadari hal itu jika kau tetap tak bisa menghindarinya.

"Terimakasih kembali," balas Namju sinis.

Yah, dia memang sudah menyelamatkan nyawaku. Dan aku punya banyak alasan untuk berterimakasih ... dalam hati. Ia lalu menoleh, melirik tajam Elysa dari sudut matanya. Air mukanya berubah. Dan, aku tak tahu apakah ini hanya perasaanku, atau wajah Elysa turut berubah cemberut.

Aku memutar leher, mendongak ke arah sumber proyektil tadi--lantai empat gedung utama. Sambil mengatur nafas, aku menoleh lagi, menatap Elysa lamat-lamat. "Kita bisa bicarakan ini baik-baik ..." ucapku.

Senyum sinis Elysa mengembang, menampilkan sepasang taring mungil dan deretan giginya yang kecil-kecil. Harus kukatakan, bagaimanapun dia mencoba untuk terlihat jahat, ujung-ujungnya Elysa tetap kelihatan seperti anak perempuan jahil yang butuh perhatian.

"Kita tidak bisa bicara baik-baik kalau kau terus mengelak," balasnya tenang. "Dan nyawa bukanlah sesuatu yang bisa dibicarakan baik-baik."

"Tapi aku tidak membunuh siapapun! "

Elysa menyeringai. "Lalu bagaimana dengan si pilot itu, hm? Kau juga melupakannya seperti kau melupakan orangtuaku?" sergahnya, membuatku terdiam. "Um ... namanya kalau tidak salah ... Oh, ya, Capt. Smith?"

Aku tercenung, pikiranku terhempas kembali ke peristiwa beberapa minggu yang lalu.

"Aku sudah dengar bagaimana kau dengan sengaja menjatuhkannya ke jurang supaya kalian semua bisa selamat." Dia melanjutkan.

Tanganku mengepal. Tidak, itu tidak benar. Aku tidak menjatuhkan beliau saat itu. Mr Smith yang menarik tangannya sendiri hingga terlepas dari peganganku. Meski begitu, aku tahu jika aku terus memikirkannya, penyebab awalnya adalah karena beliau menolongku.

Jika saat itu aku melompat lebih cepat, Tyran itu tidak akan sempat meraihku dan Mr Smith tidak perlu mengorbankan diri untuk menyelamatkanku. Jika kupikirkan terus, jatuhnya akulah yang salah. Batinku berkecamuk.

"Tutup mulutmu." Suara tegas Namju menghalau tudingan-tudingan yang berkelebat di pikiranku. Membuatku tersentak.

"Kalau kau tidak lihat sendiri apa yang terjadi, jangan menyimpulkannya seenak jidatmu," lanjutnya lugas--datar, namun penuh penegasan.

Aku melihat raut wajah Elysa berubah. Senyuman yang sejak tadi membingkai wajahnya pudar untuk kesekian kalinya. Dan sejak awal penyebabnya adalah Namju. Meski Elysa tampak berusaha keras untuk terlihat sangar dan tangguh tiap kali Namju menatapnya dingin, dia justru tampak ... cemberut.

Keheningan meliputi udara selama beberapa saat, sebelum Elysa pelan-pelan mengangkat tangan kanannya. Sniper misterius itu akan menembak lagi! Aku yakin jika kami melakukan gerakan mendadak, dia akan langsung menembak tanpa menunggu aba-aba Elysa.

Tepat saat aku hendak merogoh saku celana--bersiap untuk rencana cadangan, pintu menuju lantai bawah tiba-tiba mendobrak terbuka. Membuat isyarat tangan Elysa terjeda. Denzel melangkah keluar dari sana. Dahinya lebam dan berdarah.

Elysa tersenyum lebar. "Well, well ... ini dia tokoh utama kita. Kepalamu terasa lebih baik setelah kupukul, kak?" ucapnya lunak.

Elysa yang memukul Denzel hingga berdarah seperti itu?

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang