KELUAR dari lift, kami berempat disambut sejumlah pasang mata yang sama kagetnya denganku, sementara bunda maju menghampiri Elysa yang menjadi satu-satunya anak yang tidak terkejut. Daniel dan Tobio dengan kostum penjaga keamanan menatap panjang kemari sebelum saling bertukar pandangan.
Shafa dengan ragu-ragu mengisikan cairan kebiruan dari botol kaca mungil ke alat suntik yang dibawa bunda setelah berkali-kali memastikan keamanan serum penawar tersebut sebelum disuntikkan pada Namju.
"Aku pastikan itu aman, " kata Elysa menjamin. "Dia akan kembali ...meski akan memakan sedikit waktu."
Awalnya, tidak muncul reaksi yang serius begitu jarum suntik dicabut Shafa dari kulit Namju selain keluhan gatal-gatal. Sambil mengusap-usap lengannya, anak lelaki berbaju biru muda itu berjalan paling depan ketika bunda tanpa kejelasan menuntun kami semua menuju ruang riset rahasia. Sesekali dia mendelik tajam pada Denzel, dibalas lirikan canggung.
"Apa lihat-lihat?" ujarnya menyinggung Denzel.
"Kau duluan," balas Denzel sama sinisnya, bercampur raut bingung, seakan ia menahan kalimat berikutnya ketika mengatupkan bibir.
Baik di bawah pengaruh atau tidak, Denzel dengan ketua kami itu sejak awal memang tidak bisa dibilang akur. Kurasa karena perasaan memimpin yang sama-sama mereka miliki.
Tetapi, beberapa detik berlalu, kami dikejutkan ketika Namju tiba-tiba meringis sambil meremas wajahnya. Bermula dari ujung-ujung jari, benjolan besar-besar menjalar ke lengan, kaki, hingga membuat sembap wajah anak lelaki itu. Anggota tubuhnya perlahan membesar dengan cara yang mengerikan. Shafa lantas panik, menuntut Elysa.
"Siapa bilang menumbuhkan anggota tubuh dalam waktu singkat tidak menyakitkan," balas gadis albino itu tak acuh, tapi aku bisa mendengar kecemasan yang berusaha disembunyikannya.
Kesulitan berjalan, Namju bergelayut tanpa daya di pundak Dev, dibungkus blazer hitam milik Elysa. Aku tak bisa tidak terpana menyadari perubahan bertahap bocah lelaki itu menjadi remaja laki-laki yang kondisinya sedikit lebih baik dari sebelumnya, meski rintihan kesakitannya membuatku ngilu.
Sementara pipinya menempel ke pundak Dev, Namju bertanya dengan lirih saat Dev menyamakan langkah denganku tanpa saling acuh, melewati beberapa pintu. "Kau potong sendiri rambutmu ..?"
Aku mengiyakan.
"Pantas jelek ..." gumamnya lagi.
Sialan.
Ketika tiba di suatu ruang yang gelap, bunda menyalakan lampu, menerangi seisi ruangan yang berisikan komputer-komputer berlayar lebar, tumpukan berkas, serta satu tabung kaca raksasa di tengah ruangan. Aku ingat dulu pernah bekerja di ruang pengembangan Rainbow Mist ini.
Namju yang masih agak sembap didudukkan di kursi putar di dekat dinding, badannya menggigil. Sedikit proses menyakitkan lagi sebelum ia sepenuhnya kembali ke wujud dewasa. Anggaplah misi menyelamatkan Namju tuntas, maka tersisa dua target lagi. Aku beralih ke atas tangga dengan langkah lebar-lebar ketika kekhawatiranku terhadap Namju mulai pudar, kutemui bunda yang sedang menyalakan komputer dengan Denzel di sampingnya, menuntut penjelasan yang sebelumnya tenggelam oleh rasa cemas.
Tetapi, bunda bicara duluan sebelum aku bertanya. "Ayrie, aku butuh kau ... untuk bantu menyempurnakan Rainbow Mist."
---
"AKU butuh kau ... untuk bantu menyempurnakan Rainbow Mist," pinta bunda, untuk pertama kalinya tidak disertai tanda perintah. Ada sesuatu dari sorot matanya, alisnya yang menekuk penuh harap, yang membuat bunda kelihatan lunak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow Mist ✔️
Fiksi IlmiahApa artinya kebahagiaan jika rumah--tempat hati berlabuh--tak lagi dapat digapai? Tragedi terdamparnya pesawat yang Nayra tumpangi senja itu adalah pengawal petaka. Niat menghadiri olimpiade berubah menjadi ajang bertahan hidup. Hutan trop...