Ruangan Bawah Tanah /15

1.4K 296 25
                                    

Makhluk itu semakin mendekat. Hanya beberapa inchi lagi sebelum Beruang-Harimau itu dapat melihat keberadaan kami. Bahkan mungkin saja ia sudah mencium atau merasakan kehadiran kami, karena dari suaranya sepertinya ia sedang mengendus sesuatu. Dev masih membekap mulutku, bahkan lebih kuat dari sebelumnya--membuat nafasku sedikit sesak.

Aku mencengkram kuat-kuat pegangan belatiku, bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk. Aku tak akan menyerang duluan ketika makhluk itu melihat kami karena dapat memancing perhatian teman-temannya. Belati ini hanya untuk pertahanan kalau kami benar-benar diserang. Dan aku sungguh berharap itu tidak terjadi.

Semakin dekat, dan, semakin dekat. Aku sampai dapat mendengar deru nafasnya yang menyeramkan. Jantungku seperti berpesta, keringat mengalir di pelipisku. Aku merasakan tangan Dev semakin dingin dan berkeringat.

Jangan kemari, kumohon...! jeritku dalam hati.

Seolah mengiyakan teriakan batinku, suara gerak-gerik makhluk yang mengendus kami itu pun berhenti, kemudian terdengar bunyi langkah kaki yang berjalan menjauh­--semakin lama semakin memudar, dan lambat laun menghilang.

Aku dan Dev melirik ke belakang, dan nafas kami yang tertahan langsung pecah saat melihat makhluk itu sudah pergi, menghilang di antara semak-semak--begitu pula yang lainnya.

Dev melepaskan tangannya dari mulutku. "Kau baik-baik saja?"

Aku mengatur nafas sebelum berujar, "Kenapa kau kemari? Kau hampir membuat dirimu dalam bahaya."

"Harusnya aku yang berkata seperti itu!" sergah Dev. Dia mendelik jengkel--setengah marah setengah khawatir. "Mana mungkin aku diam saja melihatmu masuk ke hutan sendirian. Kau sering seperti ini, ya? Diam-diam menyelinap sendiri ke hutan, malam-malam lagi. Kau mau mati?"

Aku menggeleng. "Aku tidak sendiri, kok. Tadi aku mengikuti Namju."

"Dan lihatlah, dia meninggalkanmu. Sendirian. Di tengah hutan. Malam hari." Dev memutar bola matanya. Alisnya bertaut, tampak kesal.

Ya, aku tahu. Aku juga ingin membuat perhitungan dengan ko-pilot angkuh itu nanti. Sebelum itu ada masalah yang lebih gawat. Makhluk-makhluk itu menuju arah Barat, tepat dimana lapangan tempat semua orang berada.
Aku teringat lagi ucapan Mr Smith tadi pagi; makhluk-makhluk itu akan kembali. Tak kusangka mereka benar-benar kembali, malam ini juga. Karena sudah terlanjur berpapasan dengan mereka, kami harus melakukan sesuatu. Ide gila melintas kembali di benakku, dan Dev langsung setuju saat aku mengutarakannya.

Aku menatap Dev lekat-lekat. "Makhluk itu mudah tersulut emosi saat merasa ditantang."

Pemuda bermanik hazel itu mengangguk. "Dan mereka benci keributan." Tambahnya.

Aku dan Dev bergegas meraba-raba tanah, mengumpulkan batu-batuan yang dapat kami temukan, memasukkannya ke kantong masing-masing hingga terasa cukup banyak, lalu memacu langkah menembus semak-semak--mengejar makhluk-makhluk itu.

Tak butuh waktu lama bagi kami untuk menyusul mereka, mengingat makhluk-makhluk itu hanya berjalan, sementara kami berlari. Meski diselimuti kegelapan, aku masih dapat melihat tubuh bagian belakang beruang itu. Tepat di jarak sepuluh meter, aku dan Dev melempari mereka semua dengan batu seraya bersorak sangat keras sampai-sampai tenggorokanku sakit.

"Heeeii! Kucing Jeleeek! Tangkap kami kalau bisa!"

Makhluk-makhluk bergigi tajam itu langsung menoleh ke belakang, menatap horor. Membuatku berjengit dan nafasku tercekat. Wajah yang menjijikkan dan penuh kengerian itu berkernyit marah, kemudian meraung lengking dengan suara yang menggetarkan tulang. Aku dan Dev melangkah mundur, lalu berbalik dan kabur sambil menjerit-jerit. Belasan makhluk itu mengejar membabi buta di belakang kami, terdengar sangat marah.

Rainbow Mist ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang