Jeffrey dan Salwa

68 10 1
                                    

Teruntuk kapal jeffrey dan salwa silahkan berlabuh!

Selama ini aku nggak pernah nyeritain tentang kisah cinta mereka.

Silahkan dinikmati!

Senyum yang tadinya mengembang diwajah cantik salwa kini kian memudar. Ucapan kedua orang tuanya bagai menusuk jantung dihati. Walau tak berisi kata kasar berupa makian hal itu sukses menggetarkan jiwa batin dirinya.

"Kenapa?" tanya nya pelan. Suaranya ia tahan agar tak semakin bergetar hebat. "Kenapa harus di jodohin? Awa juga punya kehidupan sendiri ma" rengeknya.

"Untuk jadi dokter, sudah awa turutin. Semua yang berkaitan dengan kehidupan awa kalian yang ngatur, awa pasrah aja. Tapi tentang hal yang berkaitan perasaan harus ya kalian atur juga sedemikian rupa?" tangis nya tak dapat ditahan.

Yang disebut mama hanya bisa meringis pelan menatap putri bungsunya iba. "Maaf awa, tapi ini udah tradisi turun-temurun keluarga kita"

"Tradisi apa itu ma?!" bentaknya. "Tradisi yang mengikat kedua belah pihak dengan perasaan yang berbeda dalam satu wadah bernama rumah tangga?" sungguh malang, tangisan salwa begitu nelangsa.

Kepribadian ceria serta jahil yang biasa melekat pada dirinya menghilang seketika.

"Maaf salwa, mama dan papa nggak bisa nerima bantahan ini, kalaupun kamu memang memiliki tambatan hati... sekali lagi maaf harus kamu putuskan"

Telak, salwa membanting pintu kamarnya kasar setelah sang ayah berkata demikian. Tangisan yang sedari tadi ia tahan meluap begitu saja.

Hatinya begitu hancur, dijaman seperti ini masih ada acara jodoh-jodohan?

Begitu samanya di sisi lain Jeffrey meringis. Omongan sang ayah tak dapat terbantahkan. "Tapi jeff punya seorang wanita yang hatinya harus jeff jaga pa"

"Nggak bisa Jeffrey ingat janji kamu dulu? Apapun harus kamu turuti permintaan papa sebelum masuk anggota kan?"

Bagai ditimpa batu beton, ingatan Jeffrey lagi-lagi berkelana pada sumpah janji saat dirinya ditantang keras untuk masuk anggot bersama kedua temannya. "Nggak bisa yang lain aja pa?" ucapnya berusaha menawar.

"Bisa... tinggalkan pekerjaanmu sebagai pengabdi Negara dan teruskan bisnis papa"

Dengan langkah kasar Jeffrey bangkit meninggalkan sang ayah dengan seringaian yang begitu menjijikan. "Bagaimana Jeffrey? Masih mau papa jodohkan?"

"Terserah, dan maaf saya nggak bisa meninggalkan pekerjaan mulia ini" dingin dan datar, jawaban Jeffrey membulatkan tekad sang ayah.

"Baik, besok lusa kita bertemu ya. Anak saya setuju kok"

🍭🍭🍭

Murung. Salah satu ekspresi yang menggambarkan keduanya. Senyum tipis jaffrey dan salwa pada pertemuan sore ini menggambarkan bagai ada awan mendung hitam disekitar mereka.

"Gimana kabarnya?" tanya Jeffrey duluan. Gelengan lemah salwa berikan sembari memeluk bahu tegap milik sang arjuna.

Jangan tanyakan mengapa mereka bisa seintim ini? Hanya satu kata yang mejelaskan bahwa mereka saling terikat dalam perasaan berbalas.

Pacaran. Dengan tambahan kata back street mereka lakukan setelah kegiatan arissa bersama temannya di suatu desa pada kegiatan masa akhir kuliah.

Berbekal kecocokan serta kenyamanan mereka berakhir menjalin kasih melebihi kata batas pertemanan. Sengaja tak diungkapkan, keduanya hanya takut jika sewaktu-waktu kejadian seperti ini menimpa mereka.

"Mas mau ngomong"

"Aku juga"

"Nunggu selesai sholat magrib aja ya?" pinta Jeffrey lembut. Yang langsung dijawab dengan anggukan malas salwa.

Setengah jam sudah berlalu. Sholat magrib serta buka puasa juga sudah dilakukan keduanya. Sengaja memilih berbicara di dalam mobil mengantisipasi salwa atau Jeffrey yang akan menangis nanti.

"Mas Jeffrey mau ngomong apa?" tanya salwa memecah keheningan. Mata sembabnya menatap lelaki disamping nya tulus. Sadar dengan keanehan bentuk wajah sang kekasih Jeffrey mendekat. "Kamu habis nangis? Kenapa?"

"Aku ada yang mau di omongin juga sama mas..."

Tatapan mereka sama-sama bertemu. Seakan mengunci membuat salwa tak dapat berpaling barang sedetik pun. Cairan bening lagi-lagi keluar dari sudut matanya yang selalu sigap Jeffrey hapus. "Aku dijdohin..." lirih salwa pelan.

Otomatis gerakan menyapu bawah mata itu berhenti. Membuat salwa mati-matian menahan isak tangisnya. "Maaf mas... kita berhenti sampai sini aja ya"

Tak kuasa melihat bahu wanita disampingnya bergetar hebat. Jeffrey mendekapnya. Tak ada seuntai kata indah atau ucapan kata menggoda seperti biasanya yang sering terucap. Mereka hanya berbagi kehangatan yang menenangkan barang sebentar.

"Maafin aku mas..."

"Mas juga di jodohin" ucap lelaki itu cepat. Sukses menghentikan acara menangis salwa. "Hah?"

"Maaf, sebenernya yang dari tadi mau mas bilang adalah ini. Aku juga dijodohin salwa..."

Sama-sama tak mampu berkata, Jeffrey menangis dalam diam. Setia salwa yang menemaninya di samping bangku kemudi.

"Maaf karna aku juga gak bisa mempertahan kan cinta kita. Mas juga bingung karna Cuma dikasih dua pilihan, dijodohin atau berhenti menjadi pengabdi Negara" tangis nya mengadu.

"Kamu tau kan salwa, dari dulu pekerjaan ini lah yang nyelamatin mas dari kekangan papa?"

Lantas salwa mengangguk lemah. Direngkuhnya tubuh lelaki itu. Berbagi kehangatan untuk terakhir kalinya mungkin?

"Sekali lagi maafin mas ya..." lirih Jeffrey pelan. Salwa megangguk dalam dekapan "Maafin aku juga mas... dan semoga pilihan yang kita ambil saat itu benar-benar mendatangkan dampak besar di masa depan"

Walau masih berat hati keduanya mencoba ikhlas. Mereka pikir mungkin ini belom jodohnya. Kali ini Jeffrey memandang salwa dari sudut pandang berbeda.

Wanita yang biasanya pecicilan dan petakilan jika bersama arissa dan haechan kali ini berbeda. Salwa terlihat begitu dewasa. Dengan mengikhlaskan dan berakhirnya hubungan mereka membuat hati Jeffrey kembali terenyuh.

Salwa pun begitu, dalam batinnya merutuki betapa sialnya rencana perjodohan kolot yang selalu di anut keluarganya.

Malam semakin larut ketika mobil hitam milik Jeffrey berhenti tepat dikediaman rumah salwa. Keduanya sama-sama diam tak mengucapkan sepatah kata pun.

"Makasih mas, salwa... masuk dulu dan—selamat tinggal. Assalamualaikum" begitu berat rasanya ketika salwa mengucapkan dua kata terakhir. Matanya terpejam dan dengan kecepatan kilat pula Jeffrey menarik pergelangan tangan kekasihnya.

Oh bukan—mereka telah resmi putus sejak beberapa jam yang lalu.

Saling terbelenggu, dan tidak menuntut. Jeffrey menyesap buah bibir ranum milik salwa. Dengan air mata keduanya yang bercucuran. Ciuman ini begitu menyesakkan.

"Terimakasih juga salwa... semoga selalu bahagia"

Pintu kamar ditutup pelan. Malam ini salwa kembali menangis untuk yang kesekian kalinya. Bagaimanapun dan dengan cara apapun ia menolak permintaan kedua orang tuanya, salwa tetap tidak bisa.

Berusaha ikhlas dan merelakan keduanya sama-sama merasakan sakit hati yang tak berujung. Dan untuk kedua kalinya Jeffrey menangis didalam hidupnya setelah kehilangan sang kakak.





Tbc

Half Cold ; With Doyoung (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang