Saat matahari bersinar dengan cahaya yang menyeruak masuk menembus hutan ini melalui celah-celah dahan pohon. Vyno bergegas bangkit dari tidurnya yang sangat nyenyak dan menyalakan api untuk memasak makanan untuk kedua adiknya Ryana dan Allvaro.
"Aduhhh kak Vyno, badanku gatal semua" teriak Ryana sambil menggaruk-garuk seluruh tubuhnya saat setelah mengganti pakaiannya.
"Iya Ryana, aku juga sama. Coba aku lihat" ujar Vyno sambil melihat punggung Ryana yang sudah bengkak dan kemerahan.
"Ini gatal sekali kak Vyno" kata Ryana sambil melompat-lompat dan ingin menangis.
"Iya Ryana, bukan kamu aja aku juga" sahut Vyno menggaruk-garuk tangan, kaki, punggung dan seluruh tubuhnya.
"Tolong garuk punggungku kak, aku gak tahan. Gatal sekali" teriak Ryana
Vyno menggaruk-garuk punggung adiknya. Benjolan-benjolan merah yang ada di punggungnya semakin melebar. Secara bergantian, Vyno dan Ryana saling menggaruk punggung mereka. Baju yang mereka pakai di hinggapi bulu-bulu ulat bulu saat pakaian basah mereka kemarin di jemur diatas rumpur liar.
Akibatnya hari ini, stelah memakai pakaian itu. Tubuh mereka terasa gatal dan kemerahan. Sesekali mereka melompat-lompat sambil menggaruk-garuk seluruh tubuhnya yang terasa sangat gatal disana-sini.
"Cari obatnya kak Vyno, ini gatal sekali" Ryana berhenti menggaruk tubuhnya dan menangis. Ia tidak tahan dengan rasa gatal yang menyeruak tubuhnya.
"Kamu jangan nangis ya, aku juga gatalan kok Ryana" kata Vyno sambil mengusap air mata Ryana dan memeluknya.
"Obatnya apa kakkk..." lirih Ryana terbata-bata sambil menangis tersedu-sedu di bahu Vyno yang memeluknya.
Vyno tidak menjawab dan berusaha untuk mencari obat yang bisa mengurangi rasa gatal yang mendera tubuh mereka. Ia melepas pelukannya dari tubuh Ryana seraya berlari ke dalam kepala pesawat dan mengambil garam. Vyno melarutkan garam tersebut di dalam air. Kemudian ia mengolesi punggung, lengan dan kaki Ryana dengan air garam tersebut. Lalu ia juga melakukan hal yang sama dengan tubuhnya.
Berangsur-angsur rasa gatal yang luar biasa tadi sebelumnya mulai menghilang sedikit-demi sedikit. Dan hanya meninggalkan bekas benjolan yang masih terlihat di tubuh mereka. Setelah merasa baik dan gatal itu terasa sudah pergi. Vyno pamitan kepada Ryana setelah mereka selesai mengisi perut. "Ryana jangan kemana-mana sebelum aku pulang ya" kata Vyno sambil mengelus kepala adik perempuannya kemudian melakukan hal yang sama kepada Allvaro seraya mengecup kening dan pipinya yang berada di gendongan Ryana.
"Iya kak Vyno" balas Ryana sambil menganggukkan kepalanya.
"Kamu tunggu aku pulang dulu sebelum pergi ke air pancuran" Vyno mengulang lagi perintahnya. Memastikan adiknya itu mengingat dan akan melaksanakannya.
Ryana mengangguk dan mengiyakan untuk melakukan perintah dari saudara sulungnya itu. Vyno memakai sepatunya dan beranjak pergi menuju rumah pak Guntur.
***
Vyno melaksanakan kegiatannya seperti biasa. Dengan penuh semangat ia menyelesaikan setiap pekerjaan yang sudah menjadi kewajiban yang harus ia laksanakan. Dengan hati yang senang. Vyno melakukannya sambil bernyanyi. Tanpa terasa waktu menyudahi segala pekerjaan yang sudah ia selesaikan dengan baik.
Saat hendak pulang ke rumah Vyno melihat tangan pak Guntur memotong rumput liar yang tumbuh di jalanan untuk makanan ternak sapinya. Ia berfikir dan tampak menemukan sebuah ide dari senyuman yang melintang di pipinya.
"Pak, Vyno mau nanya" ujar Vyno sambil menuntun semua bebek agar berjalan beriringan.
"Nanya apa nak?" kata Guntur tanpa melihat Vyno dan terus fokus dengan pisau tajam yang ia gunakan memotong rumput-rumput yang ada di jalanan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL ALIVE
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Kisah 3 anak kecil yang melanjutkan hidup tanpa orangtua di dalam Hutan Belantara. "Vyno anak mama yang kuat, tolong jaga Ryana dan Allvaro sebaik mungkin sebagai lelaki yang bertanggung jawab ya" ucapnya sambil mengelu...