08.00 WIB
Waktunya Vyno berangkat menuju rumah pak Guntur untuk melaksanakan pekerjaannya seperti biasa. Setelah bersiap-siap mengenakan pakaian yang cocok, Vyno berpamitan kepada Ryana dan adik kecilnya Allvaro.
Meski hati masih di rundung perasaan sedih dan masih mengenang segala ingatan tentang kedua orangtua mereka. Vyno tetap melanjutkan segala aktivitas yang sudah menjadi rutinitasnya di kehidupan baru yang sudah ia mulai bersama kedua saudara kandungnya di dalam hutan belantara ini setelah kepergian orangtuanya.
Meski terasa berat bagi ketiga anak kecil ini yang semestinya masih di bawah pengawasan orangtua dan harusnya mendapat kasih sayang dari seorang ayah dan ibu, Vyno dan kedua adiknya tetap melanjutkan hidup mereka yang ditakdirkan seperti ini. Didikan yang sangat baik menjadi pedoman bagi mereka dalam menjalani hari-hari yang penuh tantangan. Vyno dan Ryana berusaha tegar untuk menggantikan Mama dan Papa mereka untuk adik kecilnya Allvaro.
Saat ini Vyno sudah berada di sawah pak Guntur. Tanaman padi yang tumbuh sudah mulai berisi dan merunduk. Burung-burung nakal mulai beterbangan mendekati tanaman padi tersebut. Dengan suara teriakan yang bergema dan terikan yang Vyno lakukan untuk menggerakkan orang-orangan itu mampu menakut-nakuti burung-burung tersebut. Namun, ketika Vyno berhenti berteriak dan memainkan orang-orangan itu. Kembali lagi para burung berdatangan dan mulai melakukan aksinya.
Vyno sangat bersemangat mengusir burung-burung tersebut. Sambil bernyanyi dengan suara yang tinggi, Vyno menikmati kegiatannya di atas pondok kecil untuk menghalau burung-burung yang mencoba memakan biji padi milik pak Guntur. Sementara bebek-bebek tampak bahagia berjalan kesana-kemari dengan suara khasnya di dalam lumpur yang khusus di buat oleh pak Guntur untuk bebeknya.
Tepat pukul 12.00 WIB mereka kembali pulang menuju rumah pak Guntur. Puluhan bebek berjalan beriringan yng di pandu oleh Vyno agar berada di jalan yang benar dan tidak terpisah dari bebek lainnya. Setelah sampai di kandangnya, Vyno dengan cermat menghitung satu persatu bebek-bebek tersebut. Namun, jumlah bebek yang masuk tidak sama dengan banyaknya bebek yang tadi pagi di hitung oleh Vyno.
Perasaan Vyno semakin tidak karuan. Jantungnya berdegup kencang, ia takut jikalau pak Guntur akan memarahinya atau bisa jadi akan memberhentikannya untuk bekerja. Dengan langkah kaki yang cepat, ia berderap masuk ke dalam rumah milik pak Guntur.
"Pak, jumlah bebek yang masuk kurang satu ekor," teriak Vyno dengan suara yang bergetar akibat detakan jantung yang berirama cepat.
"Waduh! Kenapa bisa kurang Vyno?" tanya Guntur seraya mendekati Vyno.
"Saya sudah hitung dengan benar pak, tapi bebek yang masuk ke kandang kurang satu ekor" jelas Vyno lagi.
"Sewaktu kita pulang, bapak tidak melihat ada bebek yang kabur dari barisannya," ujarnya sambil mengingat-ngingat kembali.
"Bapak benar, tidak ada bebek yang kabur saat kita kembali pulang. Mungkin bebek itu kabur dari sawah pak," kata Vyno.
"Bisa jadi nak, mungkin karena kamu sibuk menghalau burung dan bapak sibuk juga, saat itulah bebek itu pergi dari kumpulan bebek lainnya," balas Guntur membenarkan pikiran Vyno.
"Kalau begitu saya balik ke sawah aja ya pak. Vyno akan menemukan bebek itu" ujar Vyno seraya berlari pergi untuk mencari bebek yang hilang.
***
Tepat satu siang, Ryana bersiap-siap untuk pergi menuju rumah tante Vina. Ia sudah mengenyangkan perut Allvaro dengan bubur nasi buatan Vyno dan juga susu sapi pemberian dari pak Guntur. Ryana juga sudah menidurkan adik kecilnya yang saat ini tengah tertidur pulas di atas sebuah alas berupa selimut tipis.
Dengan perlahan Ryana mengecup kening Allvaro dengan penuh kelembutan.
"Adikku yang ganteng, kak Ryana berangkat kerja dulu ya sayang. Kamu jangan menangis, sebentar lagi kak Vyno akan pulang dan menjaga kamu," bisik Ryana dengan suara yang sangat kecil agar tidak mengganggu tidur Allvaro.
Tas kecil yang setiap hari dibawa oleh Ryana, tak lupa ia gantunggkan di lengan kanannya. Dengan langkah kaki yang pelan ia menginggalkan rumah mereka dan mulai menyusuri hutan belantara menuju rumah tante Vina.
"Selamat siang tante! Ryana sudah datang," ujar Ryana dengan nada suara yang tinggi ditambah senyum manis yang melintang di pipinya.
Hari ini ia kembali bersemangat untuk melaksanakan tugasnya. Tak berselang lama Vina muncul dari balik pintu utama rumahnya dan mempersilahkan anak perempuan itu masuk.
"Silahkan masuk Ryana sayang," ujar Vina tersenyum dan mengusap kepala Ryana lembut.
"Saya sudah siap tante melaksanakan tugas Ryana untuk hari ini," sahutnya dan meletakkan tas kecil di atas meja.
"Baiklah, kita mulai dari?" tanya Ryana.
"Membaca koran untuk tante Vina dan dedek bayi" jawab Ryana tertawa.
Seperti biasa saat koran sudah sampai di rumah itu, Vina segera melingkari beberapa berita yang menarik perhatiannya. Sebuah tanda yang sudah di mengerti oleh Ryana. Dengan teliti Ryana berusaha membaca isi berita tersebut sebaik mungkin. Sebisanya ia membaca tanpa membuat kesalahan meski sesekali ia dibantu oleh Vina saat mendapat kesulitan.
Setelah membaca koran, Vina dan Ryana beranjak ke dapur untuk memasak dan melakukan pekerjaan lainnya. Ryana berdiri diatas sebuah kursi dan tangannya tampak berbusa ketika membersihkan peralatan dapur yang kotor.
"Tante Vina gapapa kan?" tanya Ryana saat melihat Vina terlihat pucat dan seperti tidak baik-baik saja.
"Perut tante sakit sekali Ryana" jawab Vina meringis kesakitan seraya memegang perut dengan kedua tangannya.
"Tante, aku bantu ke kamar ya. Tante harus istirahat" ujar Ryana turun dari kursi dan memegang pinggang Vina menuju ruang kamar tidur wanita itu.
Setelah sampai di tempat tidur, Ryana membatu Vina untuk terbaring disana. Keringat mulai mengucur di kepala Vina. Tangannya tak henti-henti memegang perutnya yang besar.
"Ryana tolong ambilkan handphone saya" pinta Vina dengan nada suara yang rendah.
"Handphone tante ada dimana?" tanya Ryana.
"Di atas meja makan," jawab Vina. lalu tanpa mengucapkan sepatah kata dan hanya sebuah anggukan yang ia tunjukkan, Ryana segera berlari menuju tempat keberadaan handphone milik Vina.
"Ini tante" kata Ryana setelah mengambil handphone tersebut dengan cepat.
"Makasi ya sayang" sahut Vina pelan kemudian jemarinya mulai menghubungi seseorang. Namun, yang di telpon tidak mengangkat.
Tiba-tiba Vina berteriak kesakitan.
ARGHHHHHHH
"Tante, Tante kenapa? Mana yang sakit tante?" tanya Ryana sambil memegang pipi Vina. tubuhnya gemetar melihat kondisi Vina yang seperti ini.
"Perut saya Ryana sakit.. sakit sekali.." jawab Vina dengan keringat yang mengucur di kepala.
Teriakannya semakin histeris dan membuat Ryana kebingungan, takut, cemas dan jantungnya berdetak cepat di dalam tubuhnya. Tak kuasa melihat Vina kesakitan, meraung-raung dan menangis seperti ini. Ryana berlari pergi dan meninggalkan Vina di rumah itu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL ALIVE
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Kisah 3 anak kecil yang melanjutkan hidup tanpa orangtua di dalam Hutan Belantara. "Vyno anak mama yang kuat, tolong jaga Ryana dan Allvaro sebaik mungkin sebagai lelaki yang bertanggung jawab ya" ucapnya sambil mengelu...