Setelah mereka bertiga menyantap makan malam yang sudah di masak oleh Vyno. Mereka bertiga segera masuk ke dalam bangkai pesawat dan berkumpul bersama. Ryana mengajari kedua saudaranya itu dengan sangat cekatan.
Setiap malam tiba, Ryana akan mengajari mereka. Pelajaran yang ia dengarkan dari tante Vina saat mengajari murid lesnya akan ia ajarkan kembali kepada Vyno dan juga Allvaro.
Setelah belajar, mereka bertiga membaca buku-buku yang di berikan oleh Vina sebagai upah yang Ryana terima setelah mengerjakan pekerjaannya.
"Ryana, Allvaro.. aku.. aku ingin berbicara" kata Vyno dengan nada suara yang rendah.
"Bicara aja kak Vyno" sahut Ryana tanpa menoleh kepada saudara sulungnya.
"Iya kak Vyn.. ngomong aja" ujar Allvaro sambil membaca buku yang ada di tangannya.
"Ini sangat penting, kalian harus dengarkan" jelas Vyno sambil duduk di depan kedua saudara kandungnya.
Sikap Vyno membuyarkan konsentrasi Ryana dan Allvaro. Mereka menutup buku-buku tersebut seraya saling bertatapan lalu duduk di dekat Vyno dan siap mendengarkan informasi penting seperti yang Vyno ucapkan barusan.
"Kita sudah siap mendengarkan kak Vyno" ujar Ryana seraya melipat kedua tangan dan menatap tajam ke arah Vyno.
"Allvaro juga sudah siap kak" kata Allvaro.
Vyno menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Ada keraguan di hatinya saat ingin mengucapkan apa yang tengah ia pikirkan sedari tadi. Beberapa menit Vyno menyiapkan dirinya untuk berbicara. Kemudian Vyno menceritakan pertemuannya dengan pak Robby. Ia menceritakan bahwa pria itu ingin mengajaknya ke kota. Dan membantu Vyno menjadi seorang penyanyi.
"Bagaimana? Apa kalian setuju?" tanya Vyno dengan berat hati.
"Wahh kakak akan jadi penyanyi? Yeayyyyy! Keren kak. Kakakku akan menjadi seorang penyanyi" ujar Allvaro menepuk kedua tangannya dan tertawa bahagia.
Ryana tampak diam dan memikirkan sesuatu. Ini adalah berita yang sangat baik pikir Ryana dalam hati. Tetapi, ia tidak siap jika harus berpisah dengan anggota keluarganya. Luka lama yang masih membekas saat kehilangan kedua orangtuanya merebak kembali di sekujur tubuhnya. Ia takut jika perasaan sedih itu kembalu menghampirinya jika Vyno harus pergi ke kota.
Namun, Ryana juga tidak ingin menjadi egois. Ia tidak ingin menolak dan menghentikan kemampuan yang dimiliki oleh saudara sulungnya. Hatinya benar-benar bimbang dan penuh keraguan. Buliran air mata kini berjatuhan di kedua pipinya. Sebelum semua terjadipun bahkan sudah membuatnya merasakan sakit di dada.
"Ryana kamu kenapa menangis? Aku tidak akan pergi jika kamu tidak menginjinkanku. Aku akan terus bersama kalian" jelas Vyno seraya mengusap air mata adik perempuannya.
"Jangan menangis kak Ryana" kata Allvaro memeluk tubuh Ryana.
"Aku menangis karena aku bahagia. Aku akan melihat saudaraku menjadi seorang penyanyi nanti. Bagaimana bisa aku menolak dan menghentikan impian kak Vyno" jelas Ryana dengan suara terbata-bata.
Kini ia menangis tersedu-sedu. Sungguh ucapan yang keluar dari mulutnya bukan berasal dari hatinya yang paling dalam. Ia sangat terluka dengan ucapannya barusan, ia terluka jika harus berpisah dengan Vyno. Namun, egonya surut demi mewujudkan impian saudaranya itu.
"Jadi kamu setuju Ryana?" tanya Vyno sambil tersenyum.
"Kak Ryana setuju kan?" tanya Allvaro sambil melepas pelukannya.
"Iya, aku setuju dengan niat kakak untuk pergi ke kota" jawab Ryana.
Vyno menarik pundak Ryana dan memeluknya dengan sangat erat. Ia menangis di pundak Ryana. Sekarang pikirannya mulai sedikit terbebas dari pikiran-pikiran yang memenuhi isi kepalanya.
"Tapi, aku sangat sedih jika harus meninggalkan kalian berdua disini" kata Vyno dengan raut wajah yang sedih.
"Jangan takut kak Vyno, aku akan menjaga kak Ryana dengan baik" sahut Allvaro.
"Kami akan baik-baik saja disini kak, pergilah dan kejar impian kakak" balas Ryana dengan suara yang datar.
"Bagaimana dengan pak Guntur, dia sudah semakin tua. Aku tidak tega jika harus pergi. Dia sudah tidak kuat mengerjakan segala pekerjaan yang ada" jelas Vyno sambil menundukkan kepala.
"Jangan takut kak, masih ada Allvaro. dia pasti bisa menggantikan kak Vyno untuk membantu pekerjaan pak Guntur. Iya kan Al?" tanya Ryana seraya mengusap-usap kepala adiknya.
"Benar kak Vyno! Aku bisa kok menggantikan kakak dan membantu pekerjaan pak Guntur," ucap Allvaro tersenyum.
"Kamu yakin Al?" tanya Vyno.
"Kak Vyno, kakak kan bisa mengajari Allvaro besok." Ujar Ryana sambil menepuk pundak Vyno.
"Kamu benar Ryana, besok aku akan mengajari kamu ya Al. Apa saja tugas yang harus kamu kerjakan" kata Vyno kepada Allvaro.
"Siap kak Vyno!" balas Allvaro sambil tersenyum.
Cahaya rembulan mengintip diantara dedaunan pohon yang rimbun. Ryana dan Allvaro sudah asyik menarik selimut, menjatuhkan diri dalam mimpi bermalam di tidur mereka masing-masing.
Kala malam sunyi tak terhias kerlip bintang di langit, yang menapaki setiap sudut malam. Isak tangis Sunvyno berhasil memecahkan keheningan malam. Tak ada yang tahu kapan tetes pertama air mata itu mulai menghujani kedua pipinya. Tangisan itu terjatuh saat ia tahu bahwa malam ini adalah malam terakhir ia akan bersama dengan kedua saudara kandungnya.
Kepalanya tertunduk, tubuhnya meringkuk dengan tangan mendekap kedua tungkai kakinya. Isak tangisnya semakin mencekik dan tertahan, paraunya menerkam kegelapan malam. Derai air mata yang tak kunjung surut, membuat matanya bengkak dan merah menggumpal.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL ALIVE
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Kisah 3 anak kecil yang melanjutkan hidup tanpa orangtua di dalam Hutan Belantara. "Vyno anak mama yang kuat, tolong jaga Ryana dan Allvaro sebaik mungkin sebagai lelaki yang bertanggung jawab ya" ucapnya sambil mengelu...