"Kamu sudah bangun?" Ucap Ryana saat Allvaro membuka matanya dan bangkit berdiri dari tidurnya.
"Kakak udah lama ya bangunnya? Lagi sibuk apa kak?" tanya Allvaro melihat saudara perempuannya itu tampak sibuk membereskan semua barang-barang mereka.
"Ia Al, kamu juga beresin ya semua barang-barang kamu" ujar Ryana sambil menyusun barang-barang.
"Emangnya kita mau kemana kak? Kenapa berkemas-kemas? Kita mau ke kota ya? Kita akan tinggal sama kak Vyno?" cerocos Allvaro dengan bermacam pertanyaan yang terlontar mengepung kakaknya yang bingung harus menjawab pertanyaan yang mana terlebih dahulu.
"Kita akan meninggalkan tempat ini, dan kita akan tinggal di desa" jelas Ryana sambil mengacak rambut Allvaro.
"Haa!? Tinggal di desa? tapi kenapa kak Ryana. Bukankah disini juga aman untuk kita?" tanya Allvaro dengan raut wajah yang tidak suka dengan ucapan Ryana.
"Tidak Al. Kita harus segera meninggalkan bangkai pesawat ini" jawab Ryana dengan nada suara yang pelan. Matanya berkaca-kaca.
"Aku tidak mau kak. Aku suka dengan tempat ini, disini ada begitu banyak kenangan yang sudah kita buat bersama. Aku tidak mau jika kita harus pindah ke desa." Tolak Allvaro sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Tapi Al kita harus segera pergi" balas Ryana memeluk Allvaro dan meneteskan air mata.
"Aku gak mau kak Ryana, aku mau disini aja. Tempat ini juga masih layak kok untuk menjadi rumah untuk kita" lanjut Allvaro lagi menolak keinginan kakaknya untuk pergi.
"Kita akan pindah ke desa hari ini juga ya" ajak Ryana memohon agar adiknya mengiyakan permintaannya.
"Tidak! Aku gak mau ikut kakak tinggal di desa. Aku akan tetap disini" tolak Allvaro melepaskan pelukan Ryana dengan buliran air mata menggenang di pipinya.
Ryana menarik kedua tangan Allvaro, kemudian tangan kanannya mengusap air mata adiknya itu pelan. "Aku akan ceritakan sesuatu kepada kamu" kata Ryana pelan.
"Cerita apa kak?" tanya Allvaro penasaran.
"Semalam aku mendengar suami tante Vina menyebut tentang bangkai pesawat yang terjatuh puluhan tahun lalu dan sedang dicari keberadaannya"
"Maksud kakak pesawat yang dimaksud adalah rumah kita ini?" sambar Allvaro.
"Iya Al, makanya semalam aku membersihkan dinding pesawat untuk mengetahui dengan jelas apakah benar bangkai pesawat ini yang sedang dicari itu" jelas Ryana.
"Terus apa iya kak pesawat ini yang dimaksud?" tanya Allvaro berharap jawaban dari Ryana adalah bukan. Meskipun ia sudah tahu bahwa rumah merekalah yang sedang dicari karena Ryana sudah mengajaknya untuk pindah. Namun, tetap saja ia berharap akan tetap berada disini.
"Iya kamu benar. Pesawat yang dimaksud adalah tempat tinggal kita ini. mereka sedang mencari bangkai pesawat ini untuk mendapatkan kotak hitamnya. Kamu tahu kan apa arti dari kotak hitam yang ada di pesawat?"
"Iya kak aku tahu. Tapi bagaimana bisa kakak yakin kalau rumah kita ini yang sedang dicari?" tanya Alvaro lagi.
"Semalam Om Frans mengatakan bahwa pesawat yang jatuh bernama Merpati Nusantara Airlines. Dan kamu juga sudah baca bahwa pesawat ini adalah pesawat Merpati" balasnya dengan menggenggam erat kedua tangan Allvaro.
"Tapi kak, aku mau kita tetap disini" sahut Allvaro menangis tersedu-sedu.
"Sudah cukup kita menetap di tempat ini, sudah saatnya bangkai pesawat ini kembali kepada pemerintah. Kita harus memberitahukan Om Frans keberadaannya" jelas Ryana ikut menangis dan memeluk Allvaro untuk menenangkan adiknya itu.
Begitu banyak kenangan yang sudah mereka lukis di bangkai pesawat itu. Tempat dimana mereka dilindungi dari berbagai macam iklim dan cuaca buruk yang terjadi selama bertahun-tahun.
Tempat dimana mereka tumbuh dan berkembang hingga sudah menjadi dewasa sampai saat ini. begitu berat rasanya jika harus pergi ke tempat baru dan meninggalkan bangkai pesawat ini.
"Sekarang kamu siapkan semua barang-barang kamu ya" kata Ryana seraya berdiri dan menyiapkan makanan untuk mereka santap pagi ini.
"Iya kak" balas Allvaro singkat dengan suara yang berat.
Sembari menunggu makanan siap di sajikan oleh Ryana. Allvaro menyusun semua barang-barangnya. Lalu, ia mengitari seluruh sudut pesawat itu dengan mengusap dinding dan menyentuh semua tombol-tombol yang ada di bagian kepala pesawat itu. Air mata yang tak terbentung di pelupuk matanya berjatuhan melewati pipinya.
Allvaro duduk di bangku sang pilot dan memperagakan dirinya seperti seorang pilot seperti hari-hari sebelumnya dimana ia selalu menghampiri tempat ini sebagai tempat ia bermain.
Meski hati nya terasa berat untuk pergi dari tempat ini, tetapi Allvaro harus mengikuti apa yang kakaknya ucapkan dan ia yakin itulah yang terbaik yang harus mereka lakukan. Tak lupa Allvaro mengucapkan kata terimakasih kepada bangkai pesawat tersebut sebelum pergi meninggalkan tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
STILL ALIVE
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Kisah 3 anak kecil yang melanjutkan hidup tanpa orangtua di dalam Hutan Belantara. "Vyno anak mama yang kuat, tolong jaga Ryana dan Allvaro sebaik mungkin sebagai lelaki yang bertanggung jawab ya" ucapnya sambil mengelu...