~Happy Reading~
Apa gunanya harta dan tahta, jika tak memiliki cinta. Bukankah begitu?
Entah, air mata yang keberapa kali yang ia jatuhkan hanya untuk menangisi laki-laki yang sama sekali tak pernah meliriknya. Takdir yang begitu rumit, mengapa harus dihadapi seorang diri?
Seakan semua permasalahan hanya berputar-putar saja. Apakah kenyataan pahit akan selalu berdampingan dengannya. Lalu, kapan dia akan bahagia?
Perempuan muda, yang terpaksa menikah hanya karena sebuah jebakan yang telah merenggut kesuciannya itu, berhasil musak masa depannya, merusak semua mimpi yang telah ia tata dengan rapi.
Dengan tatapan yang kosong, sekaligus perasaan yang kosong, Tara berjalan menyusuri setiap jalanan. Rintik-rintik hujan telah turun. Dengan cepat Tara pun mencari tempat untuk berteduh. Sebuah halte menjadi sasarannya saat ini, di sana pun terdapat beberapa orang yang berteduh.
Tidak butuh waktu lama hujan pun mengguyur deras, sesekali perempuan itu menggesekan kedua tangannya. Alih-alih mencari kehangatan. Ia menutupi segala kesedihannya, Tara mampu memasang wajahnya seoah tidak ada masalah apa pun.
"Tara?" Terdengar suara laki-laki yang mendekat ke arahnya. Suara yang tampak familiar baginya.
"Ryzan?"
"Ah, kenapa hujan-hujanan?" tanya Ryzan. Dengan cepat laki-laki itu pun memberikan jaketnya. Tidak ada penolakan dari Tara, gadis itu pun menerimanya.
"Em, a ... anu. Habis jalan-jalan, tapi ...." Belum saja selesai bicara, sebuah tangah kekar menarik tangan Tara dengan lembut.
"Le ... Leo?" imbuh Tara. Kenapa bisa laki-laki itu berada di sini. Bukannya tadi ia masih asik berbincang di restoran?
Leo menatap tajam kepada Ryzan. Sorotan mata begitu dingin. Lebih tepatnya pandangan tidak suka. "Lepas jaket itu, pakai punyaku saja." Suara Leo terdengar datar dan dingin.
Tara hanya bergeming. Sama sekali tak ada balasan dari perempuan itu. "Tara? Apa kau dengar?" Leo bersuara kembali.
Sedangkan Ryzan menatap dua sejoli yang ada di depannya ini, keduanya sama sekali bukan seperti pasangan, melainkan seperti orang yang baru kenal. Apalagi Leo tampak terlihat kaku.
Tanpa mereka sadari, ada beberapa orang yang menatap kagum, dan juga penasaran. Ya, apakah masih ingat latar belakang Leo? Inilah alasannya. Semua orang saling berbisik satu sama lain.
"Itu bukannya Leonard Joanne?"
"Ganteng banget!"
"Itu, Direktur perusahaan Goza, 'kan?"
"Aura dinginnya begitu menyorot."
"Iya, pantas saja, tidak ada wanita yang bertahan lama dengannya."
"Idaman gue banget!"
"Eh, itu wanita yang digenggam Leo siapa?"
Beberapa pekikan mulai terdengar oleh Tara, dengan cepat ia pun melepaskan genggaman itu. Tara masih ingat jelas dengan perjanjian yang Leo berikan dulu. Sangat ingat, dan sangat menyakitkan.
Tara mengunci pandangan antara dirinya dengan Leo, menatap lekat-lekat. Seakan bertanya apa yang laki-laki ini inginkan? Bersikap seolah perhatian, lalu bersikap seolah tak peduli. Apakah keplin-planan itu tak cukup puas membuat hati Tara tersakiti?
"Ck! Sepertinya gadis itu mempunyai hubungan khusus dengannya. Wah, bisa jadi berita utama nih!"
"Tapi, mana mungkin Direktur setampan itu, mau kepada wanita yang tak seberapa, apalagi dia tengah hamil. Duh! Seleranya begitu rendah sekali!" celoteh beberapa orang itu jelas terdengar keduanya.
Wanita biasa. Ya! Memang, Tara akui itu. Namun, tak seharusnya mereka merendahkan harga dirinya di depan umum. Jika takdir bisa dipilih mana mungkin Tara memilih takdir seperti ini.
Tara menunduk, sorotan matanya tak lagi memandang lelaki yang berdiri memakai jas hitamnya. Hati kembali terseok, sakit dan sakit.
Ryzan menatap manik wajah Tara, yang kini kian memerah menahan tangis, air mata pun mulai menganak sungai. Berkedip saja satu kali maka loloslah sudah air matanya.
Kini, Ryzan menggenggam tangan Tara, seakan memberikan kekuatan agar gadis itu tak menjatuhkan air matanya. "Ada aku, Ra." Suara Ryzan terdengar luluh. Laki-laki sangat pandai dalam hal menenangkan, Tara membalas genggaman Ryzan. Seakan memberi isyarat jika dirinya sungguh benar-benar kuat.
Lagi dan lagi! Sorotan tajam dari Leo menyelimuti keduanya. Tangan Leo mengepal keras, seakan pemandangan di depannya layak untuk dihancurkan. Emosi kian menjiwai dirinya. Rasanya ia ingin menjatuhkan bogeman di rahang keras milik Ryzan. Sayang, niat hanya sekedar niat tanpa melakukannya.
Sesekali Leo menatap Tara yang masih setia menundukan kepalanya. Wajah yang kian menenang itu dapat Leo rasakan. Tidak becus! Itulah kata yang terus terngiang di pikirannya.
"Jika tidak bisa menjaga, setidaknya jangan kau rusak! Dasar berengsek!" pekik Ryzan sedikit berbisik di telinga Leo, sedangkam Leo bergeming. Tak berniat membalas ucapan laki-laki di depannya itu.
"Tara, ikutlah denganku," ucap Ryzan dengan melembut.
"Tidak!"
"Dia akan pulang bersamaku!" tegas Leo tak mau kalah.
"Untuk apa? Untuk membuatnya kembali menangis?"
"Ingat, Tuan Leo yang terhormat, Tara hanya bersikap apa yang pernah kau suruh. Pernikahan kalian hanya di atas kertas, bahkan publik jangan sampai tahu jika wanita cantik nan malang ini adalah istrimu. Lalu, tidak sepantasnya kau─"
"Cukup!" pekik Tara.
"Tidak perlu kau lanjutkan."
Tara mendekat ke arah Leo, menatapnya dalam beberapa detik. "Aku tidak tahu-menahu ada hubungan apa kamu denganya. Kau cukup tahu perasaanku terhadapmu. Namun, aku sudah putuskan jika anak ini lahir, ceraikan aku!" bisik Tara seraya menekankan kalimat terakhirnya.
"Izinkan, aku untuk bertemu dengan temanku. Aku akan pulang tepat waktu," ucap Tara. Lalu, ia pergi dengan Ryzan berniat ingin menemui Isma. Ya, sudah lama sekali Tara tidak bertemu dengan temannya itu. Untung saja hujan hanya gerimis itu pun tidak akan terlalu membasahi bajunya.
Leo meninggalkan tempat tersebut dengan setengah amarah. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sana. Tak peduli jika ini akan menjadi bahan gosipan. Entah, Leo pun sudah melupakan perjanjiannya. Sialnya lagi! Kenapa ia bisa jatuh cinta kepada wanita yang sudah ia hina beberapa kali.
"Baru aku sadari, ternyata aku sepecundang ini!" pekik Leo seraya memasuki mobilnya. Sesulit apakah dirimu sehingga begitu susah menunjukan perasaanmu sendiri?
"Dengan cara apakah, aku menjelaskan jika pertemuan ini hanyalah untuk menguak masa lalumu Tara."
"Aku sudah jatuh cinta! Tetapi kau malah memilih teman laki-lakimu itu!"
Continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please! [Sudah Terbit]
General FictionPernikahan itu adalah bencana. Menikah dengan seseorang yang memiliki harta berlimpah, ternyata tak menjamin sebuah kebahagiaan. Dia bertahan meski dikecam luka sekali pun. "Jika pun memang hamil, kenapa kau tidak menggugurkannya saja? Apa tarif ya...