Love Me, Please! - 21

17.7K 739 21
                                    

~Happy Reading~

Langkah Leo mendekati keduanya, Tara hanya bergeming, tak bersuara sedikit pun. Sedangkan Gabriel hanya menatap Leo dengan aneh, seakan ia bertanya 'Apakah ini salah?' Leo menatap dingin kepada Tara. Namun, tidak kepada Gabriel, tatapan teduh yang selama ini Tara harapkan.

"Sudah cukup, lebih baik kau pulang." Suara Leo terdengar lembut, sangat lembut.

"Kenapa? Aku masih mau di sini, dan ... kenapa kau tak membiarkan aku menamparnya saja? Gara-gara dia kau tak menikahi aku, 'kan, Leo?" geram Gabriel, seraya melirik ke arah Tara.

"Bukankah kau sangat membencinya?" lanjut Gabriel.

"Pulanglah. Aku tidak akan mengucapkan kata untuk yang ketiga kalinya," ujar Leo datar.

Dengan berat hati Gabriel pun mengambil tasnya. Lalu, melangkah keluar rumah Leo. Gabriel penurut jika kepada Leo. Namun, tidak dengan orang lain. Bisa saja ia membuka topengnya, seperti apa yang dilakukannya kepada Tara.

Seulas senyum terlihat dari wajah cantik Tara. Namun, sayang, itu bukan senyuman bahagia, tetapi senyum menahan sakit dan juga kekecewaan. Leo menatap dirinya, entah apa yang dirasakannya saat ini. Apakah ia merasakan sakit seperti apa yang Tara rasakan? Mungkin.

Tatapan dari Leo membuat hati Tara sesak, sakit. Ingin rasanya ia menampar keras pria di hadapannya ini, atau melenyapkannya dari dunia ini, sayang itu hanya sekedar omong kosong. Leo membencinya? Ya, Tara bisa melihat dari tatapannya.

Air mata Tara hampir saja lolos. Namun, dengan cepat ia memilih untuk meninggalkan Leo, tak ingin jika pria itu melihat dirinya menangis untuk yang kesekian kalinya. Tidak ada rasa iba melainkan pria itu akan bersorak senang. Karena telah berhasil membuat perasaannya hancur.

Ya, hancur, hancur berkeping-keping. Tidak ada pertahanan lagi, sudah cukup hatinya membatin, sudah cukup air matanya jatuh karena pria tersebut, sudah cukup semua perlakuan Leo selama ini. Sebelum Tara mengambil langkah, ia berbalik menatap manik Leo. Kalimat yang keluar dari mulut Tara berhasil membuat Leo tertegun. Emosi, menyesal, dan tak terima beradu satu. Untuk yang kedua kalinya kalimat itu berhasil Tara lontarkan.

"Lebih baik cerai!" serunya.

"Tidak!"

"Untuk apa? Untuk apa aku mempertahankan rumah tangga sialan ini, hah?"

"Tara!"

"Apa?"

"Untuk perlakuanmu saja aku sudah tidak tahan, sekarang kau berhubungan dengan wanita lain aku tidak bisa, ketika kamu berada diluar hampir setiap hari aku mencemaskanmu, sedangkan oraang yang dicemaskan malah asik tidur bersama wanita lain, yang bisa disebut dia adalah kekasihmu."

"Leo? Kumohon lepas saja aku, untuk apa kita saling mempertahankan seperti ini?" lirih Tara, seraya mengenggam tangan Leo.

"Tatapanmu meneduh ketika kamu menatap wanita lain, berbeda denganku, kau menatapku penuh kebencian. Aku sadar, aku bukanlah wanita yang kau cintai. Aku sadar siapa aku dan siapa kamu, kita tidak cocok untuk saling berdampingan."

"Maka dari itu, aku mohon. Ceraikan aku saja, lepaskan aku, biarkan aku bahagia, terlalu sulit menggapai bahagia denganmu, Leo." Air mata Tara lolos dari pertahanannya. Ia mengunci pandangannya, menatap mata hitam temaram milik sang suami. Mungkin, ini akan menjadi yang terakhir Tara meneteskan air mata di depan Leo.

Hatinya bak tertusuk. Mengapa begitu sakit ketika ia melihat sang istri menangis. Ingin sekali ia mendekap lirih tubuhnya yang rapuh, memeluk erat, menghapus air matanya, lalu berkata jangan tinggalkan aku, jangan berkata seperti itu lagi. Namun, sayang ... rasa gengsi mengalahkan rasa ibanya.

Love Me, Please! [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang