Love Me, Please! - 26

17.4K 678 12
                                    

~Happy Reading~

"Bagaimana keadaan perusahaan kita?" tanya Leo kepada sekretarisnya, laki-laki itu baru saja keluar dari ruangannya. Lalu, merapikan jasnya.

"Sudah normal, Pak," jawab Nadia—sekretaris.

Semenjak kepala operator berhasil menggelapkan dana dan perusahaannya mengalami beberapa kali kekalahan dalam memenangkan tender, beberapa perusahaan pun menolak untuk bekerja sama dengan perusahaan Goza. Alibinya kondisi Goza semakin down untuk diajak kerja sama, apalagi Leo beberapa hari ini tampak acuh.

Namun, secepat kilat kini Goza telah bangkit, di bawah pimpinan Leo. Goza terus berkembang pesat dari dulu, hanya saja masalah perceraiannya menghambat kinerja Leo beberapa hari ke belakang.

"Bagus. Hari ini ada jadwal untukku?" tanyanya lagi. Ah, sepertinya laki-laki sudah mulai kembali fokus terhadap perusahaannya. Lalu, bagaimana dengan perasaannya?

Ketika kejadian di restoran kemarin, Leo ikut menyusul Tara. Namun, sayang orang yang dicemaskannya malah meminta dirinya untuk menjauh. Sedangkan Garbriel ditinggal begitu saja di restoran. Membuat dirinya berdecak tidak suka.

"Jam 09.15 ada jadwal bersama perusahaan RUIN. Lalu, nanti selesai jam makan siang manajer hotel flower ingin bertemu dengan, Bapak."

"Baik, urus semuanya dengan sebaik mungkin, saya ada perlu. Pukul 09.15 saya sudah tiba di kantor," ucapnya.

Laki-laki berpakaian rapi itu pergi keluar dari kantornya. Entah, ke mana ia akan pergi, tapi sepertinya ia tampak buru-buru. Gosip beredar luas ketika kemarin Leo tampak panik saat melihat wanita hamil—Tara, yang kesakitan. Apalagi gosip itu menyertakan kata 'Perempuan yang sama' yang di mana itu ditujukan kepada Tara.

Tidak ada reaksi marah dari laki-laki itu, ia tampak cuek dan acuh. Sebab, ia tidak merasa dirugikan, dulu memang ia tak mau jika publik tahu. Namun, perlahan seakan berjalannya waktu perjanjian itu diingkari oleh dirinya sendiri.

Tiba di depan ruangan IGD, dari balik kaca ia memandang lekat seorang gadis yang wajahnya pucat pasi, gadis itu tengah melahap sarapannya. Namun, yang ia lihat beberapa kali gadis itu—Tara, menolak suapan tersebut.

"Aku tidak mau, Isma. Makanan rumah sakit tidak enak," ujarnya.

"Makanya, kau harus cepat sembuh. Habiskan, ya?"

Tara menggeleng. "Aku tidak mau," ucapnya lagi.

Isma menarik napasnya dalam-dalam, semenjak Tara memasuki rumah sakit, makannya menjadi tidak teratur, alasannya semua makanan di rumah sakit tidak ada yang enak.

Isma bolos kuliah hari ini, demi menjaga Tara. Padahal Tara sudah menyuruh keras agar Isma pergi kuliah saja. Namun, Isma bersikeras menolaknya, ia tetap ingin berada di rumah sakit.

"Tara, kata dokter kandunganmu lemah, kau harus makan-makanan yang mengandung banyak vitamin, apalagi ini kehamilanmu yang pertama—dara. Bisa saja ini berakibat fatal, apa kau tidak dengar ucapan dokter tadi?"

Bukannya Isma mendoakan, hanya saja ia terlalu mencemaskan Tara dan juga kandungannya. Isma geram, sikap Tara seperti anak kecil saja. Padahal Isma begitu mengkhawatirkannya.

"Jika tidak mau makan, terserah!" Isma mengambil tas selempang kecil miliknya. Lalu ia pun keluar dari ruangan tersebut, mungkin setelah Tara melihat Isma marah gadis itu mau untuk makan.

"Isma, bukan begitu maksudku," lirih Tara. Namun, Isma tak menggubrisnya lagi.

"Ka-kamu? Ngapain?!" Isma terkejut ketika Leo berada tepat di depan ruangan Tara. Emosi membeludak ketika ia melihat laki-laki tersebut menampakan dirinya di sini, apalagi laki-laki di depannya ini yang membuat sahabatnya masuk rumah sakit.

Love Me, Please! [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang