Love Me, Please! - Epilog

39.2K 932 181
                                    

~Happy Reading~

-Sepucuk surat untuk suamiku-

Dua minggu berlalu, setelah pemakaman itu selesai dilaksakan. Kehidupan seorang laki-laki itu hancur seketika, dunianya terasa runtuh detik itu juga. Hari berlalu begitu saja. Namun, tidak ada tanda-tanda kehidupan untuk laki-laki tersebut. Semua ikut terkubur bersamanya. Bersama dia-perempuan yang begitu ia cintai.

Perempuan yang hidupnya jauh dari kata bahagia itu. Kini, sudah beristirahat dengan tenang, tidak akan ada lagi sayup-sayup kesedihan, tidak akan ada lagi air mata yang jatuh berderai, semua kesakitan itu ... tidak akan ia rasakan lagi. Kau tenang Tara, kau tenang.

Mata sendu berbola mata hitam temaram itu menatap ke seluruh sudut ruangan yang bernuansa putih. Pernak-pernik indah nan cantik membuat ruangan tersebut seakan hidup. Kemeja kerjanya masih tersusun rapi di dalam lemari, tidak ada satu pun yang ia sentuh, semua masih seperti semula, saat di mana pakaian tersebut dirapikan untuk yang terakhir kalinya oleh perempuan itu.

Selama ia menikahi perempuan itu. Pakaian yang berada dalam lemari itu nyaris tak pernah ia sentuh. Semua pakaian kerja atau pun pakaian sehari-hari selalu disiapkan oleh sang istri. Namun, tidak berlaku untuk saat ini. Semua hanya tinggal kenangan, hanya tinggal kesedihan.

Seharusnya ia tak menyakiti perasaannya, seharusnya ia bisa membedakan. Bahwa kenyataannya tidak semua wanita itu sama seperti ibunya, seandainya ia bisa membuka hatinya. Mungkin, semua penyesalan ini tak mungkin ia rasakan.

Laki-laki yang bernama Leo itu duduk di atas kursi yang berada di kamarnya. Terlihat semua peralatan make-up Tara masih tersusun rapi, sepertinya saat Tara keluar dari rumahnya, perempuan itu lupa mengemas barang-barang yang ada di meja tersebut. Kini, tangan Leo mengambil salah satu alat kecantikan itu. Ia membuka penutupnya, menampilkan warna yang menurutnya sangat cantik. Sesekali ia teringat jika warna ini selalu terihat di bibir tipis Tara, lipstik berwarna pink peach itu menambahkan kesan manis ketika Tara memakainya.

Mata hitam temaram itu tak sengaja melihat lipatan kertas yang berada tepat di bawah kotak kecil, karena penasaran Leo pun mengambilnya. Lalu, ia membuka setiap lipatan tersebut, perlahan. Namun, pasti. Secarik kertas itu tampak usang dan warnanya pun sudah kekuning-kuningan-sudah lama.

***

-Sepucuk surat untuk suamiku-

Menjadi seorang istri itu bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi, kehadiranku begitu tidak diinginkan oleh suamiku. Aku menangis dalam diam, meratapi nasib yang begitu tidak adilnya untukku. Seberapa hinanya aku di matamu? Aku lacur, aku wanita murahan yang selalu merangkak ke atas ranjang pria hidung belang. Itulah kata yang sering aku dengar dari mulutmu. Sakit, Leo.

Aku tepis semua perkataanmu. Namun, kamu malah semakin memaki diriku. Aku tidak tahu letak kesalahanku di mana. Katakan, Leo. Aku tidak mengerti kenapa kamu begitu membenciku. Apa aku salah jika aku mengemis meminta pertanggung jawaban? Jika aku salah, lalu apa kabar denganmu, yang secara terang-terangan merenggut paksa kesucianku.

Leo, terkadang aku sendiri menertawakan kehidupanku. Lihatlah, seberapa menyedihkannya aku sekarang? Aku mencemaskanmu, sedangkan kamu malah bermalam bersama perempuan lain. Harusnya aku menepis perasaanku, dan tidak seharusnya aku mencintai iblis berwujud manusia sepertimu.

Bodoh, bodoh, dan bodoh! Aku selalu berharap jika kamu bisa berubah, lalu kita bersama-sama membina rumah tangga dengan penuh cinta dan kasih sayang, bukan dengan penuh luka dan air mata. Aku yakin, suatu saat nanti kamu pasti berubah, 'kan?

Aku menunggu masa di mana kita bisa tertawa bersama. Duduk di taman, lalu melihat si kecil berlarian ke sana-ke mari. Aku sibuk memasak di dapur, dan kau sibuk membaca koran hingga si kecil jatuh karena kau terlalu fokus membaca, terus aku memarahimu. Namun, si kecil malah membelamu. Ah, lucu 'kan Leo?

Love Me, Please! [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang