~Happy Reading~
"Zan, bagaimana bisa ini terjadi?"
"Aku tidak tahu, Isma. Tara aku tinggal sebentar tadi."
Tubuh Isma melemas, gadis itu menangis sejadi-jadinya. Beberapa menit yang lalu Ryzan mengirimkan pesan padanya, mengatakan jika Tara jatuh dari lantai dua di rumah sakit.
Shock? Jelas. Dengan cepat Isma menuju rumah sakit, terpaksa ia meminta izin kepada dosennya. Jika tau Tara akan mengalami kejadian seperti ini, Isma tidak akan pergi ke kampus hari ini.
"Zan, kau tahu? Isma baru saja sembuh, sekarang dia mengalami kecelakaan begitu parah. Aku takut Tara kenapa-napa." Isma masih larut dalam tangisnya, kini keduanya tengah berada di depan ruang operasi.
Isma memilin ujung bajunya, terlihat jelas jika gadis itu begitu mengkhawatirkan keadaan sahabatnya. Tangis berderai membasahi kedua pipinya. Untuk detik ini Isma sama sekali tidak bisa tenang.
Tubuh Isma langsung berdiri tegak ketika ia melihat seorang dokter keluar dari ruangan tersebut. "Ta ... Tara gimana, Dok?" ucap Isma dengan panik.
"Sebelumnya mohon maaf. Saya hanya bisa menyelamatkan salah satu di antara keduanya. Ibunya atau bayinya?" ucap dokter tersebut.
"Ibunya!" pekik Isma dengan mantap, sedangkan Ryzan hanya melamun dengan pikiran yang entah kemana. Ah, sepertinya laki-laki itu masih merasa bersalah karena sudah meninggalkan Tara seorang diri.
"Baiklah, saya akan berusaha semaksimal mungkin."
Delapan jam sudah berlalu, kini Tara sudah dipindahkan ke ruang ICU. Matanya masih setia terpejam, wajah yang pucat pasi kian mengiris perasaan Isma. Ya, operasi berjalan dengan lancar. Namun, sayang Tara harus kehilangan bayinya.
"Zan?" panggil Isma. Namun, sang empu masih tidak menjawab. Ketika Isma melihat ke arah samping ... Ryzan sudah tak lagi di sana. Kemana laki-laki itu pergi?
Terpaksa Isma pergi mencari laki-laki tersebut. Sebab, dokter belum mengizinkan pasien untuk dijenguk, karena Tara masih memerlukan banyak istirahat. Apalagi saat operasi berjalan, keadaannya mengalami kritis.
Isma melirik sekitar rumah sakit. Namun, sayang netranya tak berhasil mendapatkan di mana Ryzan berada. Isma memaklumi, mungkin Ryzan butuh waktu menyendiri. Merasa bersalah mungkin itulah yang dirasakan Ryzan saat ini.
Isma menarik napasnya dalam-dalam. Lalu, gadis itu pun kembali ke ruangan Tara. Isma hanya bisa menatap dari balik pintu. Terlihat seorang suster tengah mengecek keadaannya.
"Bolehkah saya masuk?" tanya Isma tak sabar. Ketika suster itu keluar dari kamar Tara.
"Silahkan, untuk jam besuk dua jam dari sekarang," ujar suster tersebut yang dibalas anggukan oleh Isma.
"Dunia memang tidak adil untukmu, Raa." Isma berucap lirih.
***
Suara hentakan kaki mengisi keheningan ruangan ini. Entah, sejak kapan Isma memejamkan matanya. Terlihat matanya yang sembap. Ah, mungkin gadis itu kelelahan apalagi sepulang kuliah ia menangis terus-menerus.
Orang itu berdiri tegak seraya memandangi wajah gadis yang semakin memucat. Entah, dorongan dari mana untuk menjenguk Tara di rumah sakit, bukankah ia sudah mengklaim jika wanita itu mainan? Tetapi, mengapa ia masih memperdulikannya.
Sudah hampir dua jam Tara terlelap dari tidurnya. Pasca operasi itu selesai Tara masih enggan membuka kedua matanya. Namun, sepersekian detik jari-jari lentik Tara bergerak, seakan ia bisa merasakan kehadiran seseorang di sana, matanya mengerjap beberapa kali sepertinya ia sudah sadar, setelah tertidur dalam waktu yang cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me, Please! [Sudah Terbit]
General FictionPernikahan itu adalah bencana. Menikah dengan seseorang yang memiliki harta berlimpah, ternyata tak menjamin sebuah kebahagiaan. Dia bertahan meski dikecam luka sekali pun. "Jika pun memang hamil, kenapa kau tidak menggugurkannya saja? Apa tarif ya...