Jakarta, 20 April 2017.
Datang menemui Irza kenapa jantungku jadi berdegup tak beraturan begini. Aku sampai di tempat yang kami rencenakan lalu mencarinya dan kulihat di sedang duduk sambil memainkan ponsel."Za," sapaku.
"Oh, hai, ayo duduk. Kamu mau pesan apa?" tanyanya menyambutku.
Aku memesan secangkir kopi machiato untuk menemani obrolan kami. Kami saling terdiam dan memperhatikan sekitar. Keadaannya canggung dan kikuk. Kuperhatikan pernampilan Irza. Hari ini dia berpenampilan rapih dengan kemeja soft twill berlengan panjang berwarna beige yang di gulung setengah lengannya. Kalau bernampilan seperti ini dia tidak kalah keren dengan Mas Gilang.
"Ada apa?" kataku basa-basi memulai percakapan.
"Aku.....aku mau tahu kabar kamu Ren," jawabnya.
Seriously, apa dia meminta bertemu hanya untuk menanyakan ini.
"Kemarin kan udah tahu. Cuma mau nanya itu aja?" Entah kenapa nadaku jadi meninggi mendengar alasannya.
Hening, tidak ada jawaban.
"Bagaimana,hmm....bagaimana hidup kamu selama sebelas belas tahun ini?" tanyanya lagi.
Kami saling terdiam lagi. Sepertinya aku harus mulai keluarkan semuanya.
"Ada yang berubah dihidupku. Tapi sekarang semuanya seperti berjalan membaik," jawabku.
"Iren..," panggilnya dengan jeda.
"Maaf karena aku yang terlalu pengecut dan langsung kabur begitu aja."
"Kamu udah minta maaf Za," kataku.
"Aku...aku nggak hanya kehilangan Ardi teman baikku, tapi juga kamu," ucapnya sambil menatapku serius.
"Loh, kenapa jadi seperti ini," ucapku dalam hati.
Aku jadi bingung mau jawab apa dan masih saja terdiam menatapnya.
"Kadang aku teringat Abang, berandai bagaimana kalau ia masih hidup. Aku nggak hanya kehilangan Abangku Za, tapi juga Mama," kataku memulai cerita.
"Beberapa tahun setelah kepergian Abang, Mama mengalami depresi dan harus rawat jalan oleh psikiater. Semua nya jadi berubah Za. Mama menyimpan sedih nya sendiri. Aku selalu mencoba mendekat biar Mama membagi semua pilunya denganku. Tapi selalu gagal. Disaat gagal seperti itu aku selalu ingat sama kamu. Tiba - tiba ada rasa kesal dan ingin menyalahkan semuanya ke kamu."
Memberi jeda dan menarik nafas aku melanjutkan, "Kamu tahu, setiap ada kesulitan dihidupku saat itu, aku butuh Mamaku. Tapi saat Mama nggak bisa jadi penenang resahku yang aku ingat justru kamu. Selalu seperti itu, saat itu ingin sekali aku menjadikan kamu sasaran marahku. Berandai kalau saja musibah itu nggak ada, mungkin hidupku nggak sesulit itu. Keluargaku akan baik-baik saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (COMPLETE)
ChickLitApa ada yang lebih sesak dari kehilangan? Renjana Jusuf seorang novelis kisah cinta yang beberapa dari karyanya menjadi Best Seller. Karena memiliki kenangan masa lalu yang pahit untuk dilupakan, Ia tertarik menuliskan kisah dan kenangan hidupnya un...