19. Terlepaskan

2.8K 352 12
                                    

Haaaai, happy reading ya semua.
Semoga kalian masih pada baca ya ceritanya hehe.

________________________________________

Jakarta, 23 Juni 2017.

Ternyata beginikah rasanya patah hati? sudah dua belas hari setelah pertemuan terakhirku dengan Irza, aku merasa tak bersemangat melakukan apapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata beginikah rasanya patah hati? sudah dua belas hari setelah pertemuan terakhirku dengan Irza, aku merasa tak bersemangat melakukan apapun. Bahkan satu minggu yang lalu aku meminta Kak Riesa yang rela izin untuk menggantikanku mengantar Eyang ke Rumah Sakit. Aku takut bertemu dengan Irza disana.

Aku merasa hampa. Sejenak aku merasa sebelum hari itu pun hidupku memang datar. Tidak berwarna dan bergejolak, tetapi sekarang hidupku yang sudah datar terasa menjadi lebih datar dan membosankan.

Chat dari Yuri dan Mas Gilang aku balas seperlunya. Tidak ada pertanyaan balasan dariku untuk memperpanjang obrolan diantara kami. Aku tahu aku salah. Mereka tidak sepatutnya terkena imbas suasana hatiku. Tetapi, jujur aku butuh waktu untuk memperbaiki suasana hati ini.

Sebelummya aku pernah menjalin hubungan dengan salah satu teman sekelasku saat kuliah dulu. Dia laki-laki yang baik, aku lebih menganggapnya sebagai teman baikku. Lalu kami mencoba untuk menjalin hubungan dengan status berbeda. Tidak terlalu lama hubungan kami. Ketika kami putus, aku juga sempat merasa hal seperti ini tapi tidak berhari-hari lamanya. Tidak sampai membuatkku malas untuk makan. Sungguh ini menyedihkan, aku terlihat seperti wanita yang dicampakkan. Padahal aku hanya menolak cinta seseorang.

Aku sempat menceritakan ini semua ke Yuri. Yuri hanya berkata kalau hanya akulah yang benar - benar tahu isi hatiku. Sebagai sahabat ia hanya bisa mendukung. Walau ada rasa tak enak dibenakku, karena ia harus tahu kalau Mas Gilang yang merupakan Kakak laki - lakinya ternyata bukan hanya satu - satunya laki - laki yang mencoba masuk ke kehidupanku. Yuri mau mengerti. Ia tidak memaksaku untuk memilih Mas Gilang saja.

Bosan karena selalu di dalam kamar, terbesit di dalam pikiranku untuk ziarah ke makam Abang dan Eyangkung. Semenjak tinggal di Jakarta aku baru satu kali pergi berziarah.

"Eyang mau ikut gak ke makam? kita ziarah yuk, mau Eyang?" tanyaku menghimpiri Eyangti.

"Kamu aja deh Ren, Jum'at kemarin Eyang sudah sama Riesa, sekalian pulang dari Rumah Sakit."

"Oh gitu, yasudah Iren nanti sendiri aja."

Setiap dua kali dalam sebulan dan biasanya di hari Jum'at, Eyangti memang rutin untuk pergi berziarah. Selain untuk berdoa juga untuk membantu membersihkan makam. Walaupun sudah ada petugas kebersihan makam, Eyang kesana juga untuk sekedar membersihkan dan mengganti bunga. Tidak heran makam Eyangkung dan Abangku sangat terawat.

Saat menjelang sore hari dan matahari tidak terlalu terik, aku pun pergi sendiri dengan mengendarai mobil menuju pemakaman. Jalanan cukup terlihat lenggang karena belum menunjukan rush hours. Sampai di pemakaman aku bingung dan lupa dimana letaknya. Aku pun bertanya pada penjaga makam dengan menyebutkan bloknya. Semenjak tinggal di Bandung aku hanya ziarah saat hari lebaran saja. Petugas membantuku menemukan makamnya dan ya, benar pusara ini yang aku cari.

Reminiscent (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang