Bandung, 6 November 2017.
Tahap pertama kami mulai dengan menemui Eyangti, seperti dugaanku dan Irza tidak ada hambatan dari Eyang. Eyang hanya ingin yang terbaik untukku. Sederhana bukan.
Sekarang kami sedang berada di perjalanan menuju rumahku di Bandung. Sepanjang perjalanan kami hanya saling terdiam. Sepertinya Irza gugup.
"Kamu kok diam aja? Kenapa?" tanyaku.
"Nggak apa-apa, konsentrasi aja. Takut lupa jalannya."
"Alasan aja sih, kalau kamu lupa yang punya rumah ada disamping kamu anyway."
Irza hanya tertawa garing.
"Kamu gugup ya Za?"
"Iya...hmm, kalau nanti aku diusir, kamu kejar aku ya Ren. Atau kita putar arah aja dulu deh."
Aku tertawa mendengarnya. Padahal aku juga takut hal itu terjadi.
"Sinetron banget sih Za. Kalau kamu diusir ya pulang aja. Pakai mau putar arah segala. Kemarin aja sok - sok an mau secepatnya."
"Jangan gitu dong Ren,"
Kulihat dia terlihat bad mood.
Dan tak terasa kami sudah sampai di depan rumah. Mengucapkan salam kami pun masuk. Aku hanya mengabarkan Mama ingin pulang hari ini. Aku tidak bilang akan pulang bersama Irza. Karena aku takut Mama menolak kedatangan kami yang bersama sebelum perjalanan.
Ada keterkejutan yang kulihat diwajah keluargaku. Melihatku pulang bersama Irza pasti memunculkan pertanyaan. Namun, kami tetap disambut dengan baik.
"Tadinya kamu mau kami jemput Ren, sekalian jenguk Eyangti," kata Papa.
"Iya Pa, Irza mau antar aku tadi," aku jawab Papa singkat.
Awalnya Papa berbasa-basi bertanya mengenai pekerjaan Irza yang bisa libur hari ini dan bagaimana bisa mengantarku pulang. Pembicaraanpun mengalir dengan sendirinya.
Sampai dimana Irza mengutarakan niatnya, kulihat keterkejutan di wajah kedua orang tuaku. Lututku lemas, aku sudah bersiap jika nanti Irza diusir setidaknya kami harus berpisah baik - baik.
Kami semua yang mendengar perkataan Irza hanya bisa terdiam dalam keheningan. Diam mereka sangat membuat aku gugup.
"Kamu bawa Irza kesini apa sudah yakin Ren?" tanya Papa memecah keheningan.
"Iya Pa. Iren juga gak mau buat Irza diposisi tak jelas. Keputusan Iren juga bergantung dengan Mama dan Papa. Kalau Mama sama Papa tidak memberi kami restu, ya sudah Iren usahakan untuk ikhlas saja," kataku dengan hati yang sedih.
"Papa gak keberatan, kalau kamu sudah yakin."
Satu lapisan sudah terbuka. Seperti dugaanku mendapat jawaban Papa akan lebih mudah daripada Mama. Tinggal lapisan teratas yang harus dibuka Irza dan aku sangsi dengan ini. Aku, Irza, Papa dan Ninim mengarahkan pandangan ke Mama menunggu responnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (COMPLETE)
ChickLitApa ada yang lebih sesak dari kehilangan? Renjana Jusuf seorang novelis kisah cinta yang beberapa dari karyanya menjadi Best Seller. Karena memiliki kenangan masa lalu yang pahit untuk dilupakan, Ia tertarik menuliskan kisah dan kenangan hidupnya un...