Jakarta, 10 Juni 2017.
Hari ini Irza kembali menepati janji nya untuk melanjutkan wisata kuliner jilid kedua bersamaku. Kami berencana mencoba beberapa makanan di Jl. Sabang yang sebelumnya belum sempat kami coba.
Sesampainya disana banyak makanan yang kami coba. Irza benar semua yang kucoba rasanya lezat. Pantas jika foodstreet disini selalu ramai. Setelah itu kami melanjutkan lagi makan di Jl. Kebon Sirih, disini terkenal dengan nasi goreng kambingnya. Aku pernah melihat food vlogger yang mereview makanan ini. Kulihat nasi goreng yang sedang dimasak dengan wajan yang sangat besar dan suasana disini sangat ramai pengunjung sedikit hectic. Kami hanya duduk dengan bangku plastik tanpa meja. Untuk rasa menurutku rasanya lebih seperti nasi kebuli dari timur tengah bukan seperti nasi goreng, tetapi ini enak.
Tidak berhenti sampai disitu. Irza masih punya list yang harus kami datangi. Setelah itu kami melanjutkan makan ke Jl. Bulungan daerah Blok M. Irza mengajakku untuk mencoba gulai tikungan alias gultik. Rasanya juga enak tapi porsinya sangat sedikit, mungkin karena harga yang relatif murah jadi porsinya disesuaikan.
Kami tidak membahas apapun selain makanan yang kami rasakan. Dalam hati, aku merasa bersalah. Apakah ini semua salah? Apa seharusnya ini tidak perlu kami lakukan berdua? Apa salah jika kami menghabiskan waktu bersama? Sepanjang perjalanan hatiku terasa berat. Aku merasa seperti melakukan suatu kesalahan. Efeknya aku menjadi diam saja dalam acara kami malam ini. Aku pun jarang berbicara.
Aku tidak tahu banyak mengenai Irza. Selain pekerjaannya, aku tidak banyak mengajukan pertanyaan. Bagaimana social life bahkan keluarganya. Sungkan untuk menanyakan itu.
Setelah makan gultik aku minta pulang. Padahal waktu masih menunjukan pukul 20.45 belum terlalu malam untuk pulang ke rumah.
"Kok pulang, kita ke daerah Senopati aja gimana?" tanyanya di mobil.
"Ngapain?" tanyaku malas.
"Makan lagi, cuma disitu bisa ngobrol tempatnya nyaman ada live music," jawab Irza.
"Iya sih, kemarin aku memang mau ajak kamu foodstreet aja. Tapi kayaknya kita tetap butuh tempat yang nyaman buat ngobrol," lanjutnya.
"Di mobil juga bisa ngobrol sebelum sampai rumah, aku juga udah kenyang Za."
"Udah kenyang apa udah bosan?"
Sepertinya Irza tahu suasana hatiku.
"Kok nanya gitu?"
"Kamu kenapa sih, lagi ada yang kamu pikirkan ya? Diam aja dari tadi? Atau aku ada salah ya?"
"Nggak kok Za. Emangnya aku harus gimana?" kelakarku.
"Jangan pulang dulu Ren, aku dapat libur lagi gak tau kapan," bujuk Irza.
"Terus gimana? Ngobrol di rumah Eyang aja Za," pintaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (COMPLETE)
ChickLitApa ada yang lebih sesak dari kehilangan? Renjana Jusuf seorang novelis kisah cinta yang beberapa dari karyanya menjadi Best Seller. Karena memiliki kenangan masa lalu yang pahit untuk dilupakan, Ia tertarik menuliskan kisah dan kenangan hidupnya un...