Cuaca Bandung hari ini sedikit panas. Suhunya sedikit meningkat dari biasanya. Walaupun panasnya tidak seterik di Jakarta. Panasnya Bandung mungkin masih dalam kategori sejuk untuk warga Ibukota.
Naran sedang main bersama Mama, sedangkan Eyangti duduk bersama Ninik. Hari ini aku dan Irza membawa Eyangti menginap di Bandung. Walaupun awalnya beliau sungkan harus menginap di rumah Ninik. Tetapi aku memaksanya. Sepertinya Eyangti butuh liburan. Melihat para Eyangti dan Ninik masih memiliki kesempatan untuk melihat cicitnya dan masih bisa memangku Naran senangnya hati ini.
Irza sedang mengobrol dengan Papa di ruang tamu. Sedangkan kami berkumpul di halaman belakang rumah Ninik dengan Naran sang pusat atensi utama.
"Kamu tuh ya udah jadi Ibu, kok malah jadi sering kena omel sama Mama kamu?" Tanya Ninik.
"Ya Mamanya aja. Kan Ninik tahu. Kalau kata anak zaman sekarang mah lebay," jawabku.
Iya, aku memang sering kena omel. Hampir setiap tiga jam sekali Mama melakukan panggilan video dengan Naran. Percayakah, Naran bentol tergigit nyamuk saja jika ketahuan Mama aku bisa kena omel.
Awalnya omelan Mama sangat berat untukku. Aku selalu disalahkan karena Naran. Aku tidak menyangka kalau menjadi Ibu itu tidak mudah. Tetapi semakin lama aku mengerti, mungkin Mama terlalu menyayangi Naran. Syukurnya Irza supportif, dia tidak seperti Mama yang strict.
"Makanya sini aja tinggal di Bandung. Nanti kalau Mama kamu ngomel terus. Ninik yang maju. Tenang aja. Dia bela cucunya Ninik juga bisa," kata Ninik kepadaku.
"Loh jangan dong Teh. Nanti saya di Jakarta gimana. Kalau ada Iren sama Naran kan gak sepi banget." Sekarang giliran Eyangti interupsi.
Duh. Kenapa jadi mereka berebut seperti itu. Tinggal di Bandung? Mungkin big no. Bukannya gimana, tetapi aku sudah menebak bagaimana kondisinya jika aku berdekatan dengan Mama untuk mengurus Naran. Bisa-bisa disidang setiap hari.
"Ya, di Jakarta aja Nik. Irza kan kerja disana," ujarku beralasan.
"Iya sih ya. Coba aja Irza mau pindah ya Ren," sahut Ninik lagi.
Aku hanya bisa memberi senyuman manis terkesan palsu. Kalaupun bisa, sepertinya aku tidak mau. Lebih baik di Jakarta.
Tidak terasa sore hari pun terlewati. Waktunya kami untuk makan malam. Kami pun berkumpul untuk makan bersama. Naran yang sudah makan terlebih dahulu. Sekarang dia duduk disampingku dengan baby chairnya dan squishy di hadapannya. Sesekali aku mengajaknya berbicara walaupun mulutku sedang mungunyah dan tanganku sibuk menyendok makanan. Ini talenta yang aku dapatkan ketika menjadi seorang Ibu, multitasking.
"Naran, nanti tidur sama Eyang aja," ucap Mama disela kunyahannya.
Tuhkan Mama mulai-mulai lagi.
"Nanti kalau kebangun gimana?" tanyaku.
"Ya ketuklah pintu kamar kamu. Lagi mumpung disini Mama mau tidur sama cucu."
Aku diam saja sibuk mengunyah tidak menanggapi.
"Za, pindah kerja disini aja. Kan Mama jadi dekat sama Naran dan Iren. Sepi tahu disini."
Eyangti berdeham. Aku suka suasana ini. Membawa Eyangti kesini merupakan pilihan yang tepat. Mama langsung terdiam seketika.
"Nanti ya Ma, kami pikirkan terlebih dahulu baiknya gimana." jawab Irza netral.
"Ya gimana, Mama cuma mau dekat aja sama kalian. Sepi banget harus berjauhan sama Iren. Mau dekat anak cucu," kata Mama pantang menyerah.
"Ya kalau kamu pikirnya begitu. Ya saya juga mau dekat anak cucu." Jawab Eyangti.
Suasana jadi sedikit menegang. Makanan kami pun tak terasa sudah habis. Tetapi kami masih duduk dimeja makan.
"Atau daripada ribet. Nambah cucu aja lagi Ren. Naran disini Mama yang urus. Mau kok Mama."
Kalau solusinya seperti ini rasanya aku mau merosot saja ngumpat dikolong meja makan. Irza dan Papa hanya bisa tertawa dengan ucapan Mama.
"Ya jangan dong. Masa dipisahin gitu," jawabku.
"Za tolong ya bilangin itu istri kamu. Kalau hamil sekarang jaraknya nanti dua tahunan. Pas itu."
"Udahlah Ma jangan begitu. Jangan paksa mereka pindah kesini. Kalau kita yang kangen ya kita aja yang ke Jakarta. Gak harus mereka yang kesini. Waktu kita kan lebih luang dari mereka." Ucap Papa menengahi.
Naran pun berceloteh yang jujur saja aku juga tidak mengerti apa katanya. Kata yang sering dia keluarkan masih terbatas dan belum terlalu jelas. Atensi kami pun pindah ke anak gemas ini. Semua orang yang sedang duduk pun lupa pembicaraan tadi. Berebut menanggapi apa celotehan Naran dan membuatnya tertawa.
Keadaan ini tidak pernah ada didalam bayanganku bahkan dulu memimpikan ini saja aku tidak berani. Ini merupakan kehangatan yang pernah hilang dikeluarga kami. Kehangatan yang pernah tidak sengaja Irza hilangkan dan dikembalikan lagi olehnya. Aku juga tidak pernah menyangka anak kecil yang sedang membuat Mama bertingkah konyol untuk mendapatkan tawanya adalah anakku dan Irza. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Sekeras apapun kami menolak dan memutuskan rantainya, akhirnya pun tersambung juga dengan cara Tuhan yang indah.
Ternyata cerita di novel Reminiscent yang aku publish dua tahun lalu masih berlanjut. Cerita Rengganis dan Aksa tidak hanya berakhir di surat cinta. Justru dari bagian surat cinta itulah dimulai cerita lainnya yang selalu aku masukan dalam doa. Semoga ceritanya bisa sampai ke masa tua kami yang akan dilewati bersama.
Aku menatap Irza yang terduduk dihadapanku yang sedang mamperhatikan Naran yang sedang digoda Mama.
Terima kasih Irza, karena telah berani membuat cerita ini berlanjut. Kali ini aku tidak akan menuliskannya lagi. Cukup didalam hati saja. Karena sang tokoh utama dalam cerita adalah orang yang menjengkelkan namun kusayangi. Bisa-bisa aku akan terus diejeknya lagi.
Disela tawa Naran. Mama pun mengeluarkan suara.
"Pokoknya Mama mau punya banyak cucu. Tolong diusahakan ya Ren, Za."
"Haduuuuuh, Za toloooooong."
Irza pun hanya bisa tertawa.
___The End___
Udah selesai ya Extra partnya. Maaf banget aku baru update. Bener-bener hectic kemarin gak sempet.
Cerita nya Rengganis sama Aksa selesai disini aja ya. Ya kaleeee mau diterusin sampe mereka tua hahaa kalah nanti sinetron.
Oh iya, aku ada draft cerita baru. Mungkin dalam beberapa hari ini akan publish. Kalau kalian berkenan tolong tungguin ya hehehe.
Dan selalu aku ucapkan aseeeik. Terima kasih yang udah mau baca ceritaku. Walaupun sedikit yang baca tapi udah buat aku seneng hehe.
See you and stay healthy 🙂
Salam,
Lemonkrokante.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reminiscent (COMPLETE)
ChickLitApa ada yang lebih sesak dari kehilangan? Renjana Jusuf seorang novelis kisah cinta yang beberapa dari karyanya menjadi Best Seller. Karena memiliki kenangan masa lalu yang pahit untuk dilupakan, Ia tertarik menuliskan kisah dan kenangan hidupnya un...