CHAPTER 01

7.5K 507 2
                                    

   Hari ini Athanasia pergi ketaman Mawarnya untuk tea time bersama Claude setelah sekian lama tak pernah melakukan rutinan ini karena Claude yang lupa ingatan.

   Seperti biasa keduanya duduk berhadapan dengan meja yang penuh dengan kue, dessert, serta berbagai macam teh disana.

   Karena ingatan Claude yang telah kembali, Zenith tidak diperbolehkan ikut acara tea time ini karena takut sihir hitamnya kembali menyebar.

   karena sudah saking lamanya tidak pernah tea time dengan Claude, akhirnya suasana canggung menyelimuti keduanya.

   Bukan hanya suasana atmosfir ayah dan anak itu, bahkan para maid dan Felix pun merasakan hal yang sama.

   Setelah beberapa kali menyeruput tehnya, Claude mulai membuka suara.
  “apa kau masih takut denganku?” Tanya Claude datar.
   Athanasia terdiam sesaat karena tak berani menjawab.
   Pikirannya terus berputar untuk mencari jawaban yang tepat.
   Paling tidak agar Claude tidak membunuhnya.

  “a-ah… t-tidak kok, Aya-- maksudku yang mulia^^!” memasang senyum palsu sampai keringat dingin pun ikut mengguyur tubuhnya.

  “panggil aku ayah!” tegas Claude.

  “eh?” mata Athanasia membulat. Merasa seperti salah dengar.

   Tapi yang ia dengar sekarang bukanlah halusinasi. Itu sungguhan.

  “ah.. i-iya yang mul- maksudku, Ayah^^!”

  “itu lebih baik. Felix antar Athanasia ke istana Emerald. Aku akan kembali sekarang!” Claude meletakkan cangkir teh yang telah habis isinya diatas meja dan beranjak pergi.

  “baik, yang Mulia!” felix menunduk hormat.

   Baru beberapa langkah menjauh, Claude berhenti dan menoleh ke arah Athanasia berada.

   Seketika Athanasia merasakan keringat dingin lagi.

  “tak biasanya kau tak menghentikan langkahku. Ternyata kau masih takut padaku ya..” Ucap Claude datar tanpa ekspresi.

  Tapi kata-kata itu berhasil membuat tubuh Athanasia membeku.

   Kepala Athanasia yang biasanya penuh dengan berbagai macam persiapan alasan, secara tiba-tiba semua alasan itu hilang begitu saja.

  Felix yang berdiri tak jauh dari tempat keberadaan Claude sekarang hanya bisa membeku.

  “kembalilah jadi Athanasia dulu. Aku akan menantikannya.” Senyum tipis tiba-tiba terukir diwajah Claude.

  Claude akhirnya melanjutkan langkahnya untuk kembali ke istana Garnet, meninggalkan Athanasia, Felix, dan beberapa maid yang masih mematung ditempat.

.

.

.

  “Lili aku ingin keluar,” ucap Athanasia malas.

  “memangnya tuan putri ingin kemana?” Tanya Lili yang sedang merapikan kamar Athanasia.

  “mungkin ditaman saja cukup.”

  “saya akan menemani anda tuan putri.”

  “tidak perlu. Aku ingin sendiri. Itu bukan masalah kan?”

  “sesuai keinginan anda, tuan putri!”
Athanasia tersenyum kecil pada Lili dan melipir pergi menuju taman mawarnya.

---

(Athanasia pov)

“laaa… laaa… laaa…” aku bersenandung ria berjalan mengelilingi taman mawarku satu persatu dan mengulanginya beberapa kali.

  Setelah beberapa kali berkeliling, aku berhenti melangkah dan menghadap kearah bunga mawarnya yang sedang mekar dengan indah.

  “hei mawar aku bosan. Apa kau tak bosan berada disitu terus?”

  
'Memang sejak kapan kau bicara dengan bunga?'

  “eh?” suara seseorang terngiang ditelingaku.

  Suara orang yang sangat menyebalkan, tapi sekaligus penyelamat hidupku.

  Lucas.

  Siapa lagi kalau bukan dia?

  Penyihir yang telah hidup jauh lebih lama dariku.

  Bahkan dia bisa-bisa keluar dari kategori manusia.

  Setelah ingatan ayahku kembali, ia menghilang entah kemana.
 
  Tanpa Aku ketahui, tanpa pesan, dan tanpa kabar.

  Semenyebalkan apapun dia, rasanya aku tak akan bisa bertahan disini jika tak ada dirinya.

   Atau bahkan mungkin, aku sudah lama dibunuh oleh ayah kandungku sendiri.

  Senyum tipis pun terukir diwajahku.

  Mau tak mau aku hanya bisa tersenyum.

  Bagaimana tidak? Ketika seseorang yang sangat kusayangi kembali padaku, seseorang yang lain pun kembali hilang.
  Kurasa memang sudah takdirku jadi seperti ini ya..
  ‘aku merindukanmu..’ dua kata itu berhasil terucap dalam benakku.

   Tanpa kusadari, aku merindukannya.

  Dan merindukan seseorang itu, rasanya benar-benar tidak enak.

  Kuraba bunga mawar yang mekar dihadapanku itu.

  Kelopaknya berwarna merah dan permukaannya lembut.

  Sama seperti warna gaunku hari ini.

  Aku sedikit terkikik menyadari kesamaan tersebut.

  Kulangkahkan kembali kakiku untuk jalan-jalan.

  Namun tanpa sengaja…

  “eh? Apa aku salah lihat?” tanyaku pada diriku sendiri.

DESTINY TRANSTION //Fan Fiction Who Made Me a Princess//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang