CHAPTER 18

724 76 21
                                    

Tok…

Tok…

Tok…

“Ana?” panggil gadis bersurai coklat itu.

Tak ada jawaban sama sekali.

“aku salah dengar ya?”

  Zenith sedikit mengorek telinganya yang mungkin saja kali ini telinganya bermasalah.

Gadis itu mengangkat bahunya lalu kembali fokus pada novel yang sedari tadi ia baca dengan serius.

Tok…

Tok…

Tok…

Ada yang mengetuk pintu kamarnya lagi.

“hah… iya iya aku kesana!”

  Zenith dengan malas melangkah mendekati pintu kamarnya dan membuka pintu tersebut.

Kriett…

“siapa sih??” ucap Zenith enggan.

  Ketika pintu itu sepenuhnya terbuka, Zenith baru menyadari sesuatu.

  “loh? Gak da orang?”

  Zenith melirik kesekelilingnya.

Tak ada satupun orang disekitarnya.

  Aneh.

  Kenapa tak ada satupun orang dihadapannya?

“cih! Siapa sih?!”

BLAM…

Zenith langsung membanting pintu kamarnya lantaran kesal.

  Berani-beraninya ada orang yang mempermainkannya.

  Memang mereka siapa?

Gadis bersurai coklat itu langsung menghempaskan tubuhnya pada sofa yang tadi digunakan untuk ia duduk.

“menyebalkan. Memangnya mereka siapa?! Berani-beraninya mempermainkanku!!” gerutunya.

Gadis itu tengah dalam keadaan yang sangat malas.

  Setelah mendengar berita akan bangunnya Athanasia, Zenith jadi malas.

  Kenapa?

  Karena pembuat masalahnya sudah bangun dari tidur panjangnya.

Mau merebut Tuan Penyihir?

Jangan mimpi!

Bukan hanya sulit, tapi sangat-sangat sulit!

  Tak pernah sedetik pun penyihir jenius itu melepaskan pandangannya pada Athanasia selama ini.

  Zenith benar-benar harus berpikir matang-matang.

  Apa yang harus dilakukan untuk satu-satunya harta Athanasia yang tersisa dan paling berharga selain ayahnya?

  Haruskah ia mencoba mendekati penyihir itu?

  Atau langsung to the point?

  Atau mungkin… meminta ayahnya saja?

  Apa yang harus ia lakukan??!

“kau bingung harus bagaimana? Bagaimana kalau aku membantumu?”

“HAH?!!!”

  Zenith seketika terjingkat lantaran kaget.
 
Tiba-tiba sebuah suara terdengar tepat disamping telinganya.

  Seketika ia menoleh kebelakang, seseorang dengan surai biru tua layaknya laut bagian dalam dan iris mata berwarna orange.

  “Tuan Adriel?! ah!! Kukira siapa.”

DESTINY TRANSTION //Fan Fiction Who Made Me a Princess//Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang