Tipe Anak Saat Ujian [Part II]

39 4 1
                                    

Hai, kawan! Masih ingat kami? Empat sekawan Kayla, Azura, Corrine, dan A Yen. Sekelompok orang yang memiliki banyak perbedaan, salah satunya tentang kebiasaan menghadapi ujian. Namun, kami punya satu kesamaan: menjunjung tinggi kejujuran.

Pagi itu kami menghadapi ujian sekali lagi. Kali ini pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Guru PKn kami sudah kepala lima. Matanya tak sejeli waktu masih muda. Saat itulah, kawan, aku menyadari bahwa tak semua pelajar menghargai kata jujur. Maka, kawan, dalam catatan ini tipe-tipe mereka kurangkum.

➡️Mereka yang Menyontek dan Memberi Sontekan➡️

Anak di ujung sana, sebut saja Toni, menolehkan kepalanya ke kiri, tangan menyangga kepala, tetapi dari posisi tangannya aku paham, dia minta jawaban, soal nomor sembilan. Anak di ujung kiri, sebut saja Tono, membentuk angka tiga dengan jarinya, jawabannya C, kodenya. Tanpa sungkan, Toni dan beberapa anak lain mengubah jawaban mereka.

Tipe pertama adalah mereka yang menghalalkan kecurangan, menganggap wajar bentuk sontekan. Seringnya bergerombol. Yang duduk di depan memberi kode lewat gerak tangan. Satu jari untuk nomor satu. Yang di belakang harus bersuara. Senatural mungkin, sehalus mungkin. Ketukan meja berarti A; deheman bermakna B; hentakan kaki maksudnya C. Anak tipe ini tidak pernah merasa tindakannya salah. Mereka menyebutnya kerja sama. Berlindung di balik slogan: satu lulus, lulus semua.

➡️Mereka yang Menyontek tetapi Enggan Memberi Sontekan➡️

"Woi, nomor tiga, dong," Tono mencolek bahu teman sebangkunya.

"Gak tahu, ah," yang dicolek bahunya, sebut saja Tomi, menjawab.

"Pliisss... lah..."

"Kerjakan sendiri!" guru PKn melirik. Tono salah tingkah. Tomi tersenyum sinis, aku lihat.

Beberapa detik kemudian, gerombolan Tono kembali berulah. Toni menemukan jawaban, ia menggerakkan tangan, nomor 10 jawabannya A. Tono dan kawan-kawan segera menulis jawaban, Tomi termasuk di dalamnya.

Egois? Ya. Muka dua? Ya. Dibenci? Pasti. Tomi adalah seseorang dengan tipe ini. Tempat duduk paling strategis. Pasang mata dan telinga saat orang lain menyebar sontekan, tetapi mendadak tuli saat dimintai jawaban. Dikatai pelit oleh orang-orang curang, dikatai curang oleh orang-orang jujur.

➡️Mereka yang Tidak Menyontek tetapi Memberi Sontekan➡️

"Kay, Kay, bagi jawaban, dong." Seseorang mencolek bahuku.

Aku menulikan telinga.

"Kay, pliiss... Kayla raddhin, (cantik) deh."

"Kerjakan sendiri."

"Cerre' (pelit)."

"Azura... Tahu jawaban nomor 5 nggak?" Anak itu berbalik merayu Azura.

"Tahu."

"Apa?"

"Rahasia."

"Bunga..." Dia belum menyerah.

"Ya?" Bunga --nama samaran-- menjawab ramah.

"Uh-" Bunga ragu. Wajahnya cemas. Azura menatapnya dengan ancaman, aku menggeleng-gelengkan kepala kencang, tak usah beri jawaban.

"Pliiss... Bunga... Satu kali aja. Aku bener-bener buntu, nih." Rayuan maut.

Bunga melirik guru di depan, beliau sedang tidak memerhatikan.

"A," katanya lirih.

Aku menghela napas.

Kawan, kuberi tahu, tipe ini jauh lebih berbahaya dari dua tipe sebelumnya. Sekilas terlihat baik, dianggap penyelamat bagi orang-orang curang, tetap termasuk jujur di antara orang-orang jujur. Akan tetapi, bukankah itu berarti nabok nyilih tangan. Ia menjaga dirinya dari kecurangan, tetapi mendorong orang lain berbuat curang. Ia menghindar dari dosa, tetapi membuka peluang untuk orang lain terjerumus ke dalamnya. Egois, bukan? Mereka biasanya berlindung di balik kata kasihan. Berhati-hatilah, kawan, kasihan bisa jadi pintu cinta, tetapi juga bisa jadi lubang dosa.

➡️Mereka yang Jujur dan Berupaya Menegakkan Kejujuran➡️

"Kenapa, sih, anak-anak banyak yang nyontek?" keluh A Yen.

"Kamu mau ikutan?" goda Azura.

"Iya." A Yen mengangguk.

"Jangan coba-coba, Yen!" seruku.

"Enggak, enggak, bercanda." A Yen tertawa. "Habis aku sebel, mereka yang nyontek dapat nilai lebih bagus dari aku."

"Tapi ilmunya nggak berkah, Yen," hiburku.

"Koruptor juga uangnya lebih banyak dari pegawai jujur," sahut Corrine, "Orang kayak gitu tuh nggak usah diiriin."

"Iya, percaya, deh, jujur itu yang utama," Azura menambahkan, "suatu hari nanti, akan ada saat ketika orang jujur benar-benar dihargai."

Kami tersenyum. Setuju.

Ah, aku tahu catatan ini sangat klise.

Tapi. Ya. Sudahlah.

Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang