Dalam Hening di Malam Sepi [Sepi 3]

14 3 0
                                    

Pukul 19.30 WIB
Lokasi: ???

Isya usai mereka tunaikan. Yudhis dan Izzat kembali berboncengan menaiki motor Yudhis; berniat menyusuri jalanan Sumenep; melewati malam Minggu; belum ada tujuan pasti.

"Jat, kayaknya bensinnya mau habis, deh." Yudhis mengingatkan.

"Oh, iya." Izzat setuju setelah melihat parameter menunjukkan demikian.

Pom bensin menjadi tempat persinggahan.

"Habis ini mau gantian aku yang nyetir, nggak?" tawar Yudhis.

"Gak usah, aku aja. Lagian mau aku atau kamu yang nyetir sama-sama melanggar hukum 'kan?"

Rupanya mereka sadar belum cukup umur untuk mendapat surat izin mengemudi.

"Nyetir motor aja melanggar hukum, apalagi nyetir hati orang," timpal Yudhis.

"Eh, eh, maksudnya gimana, tuh?" Izzat tersenyum jahil.

"Umm.. seperti memaksa orang lain melakukan apa yang tidak ingin mereka lakukan."

"Oh, kamu sekarang merasa terpaksa?"

"Aku enggak bilang gitu, lho. Ngerasa, ya?"

"Maksa!" umpat Izzat yang diikuti tawa keduanya

Bensin selesai diisi. Sebelum melanjutkan perjalanan, Izzat menyempatkan diri mengecek telepon selulernya. Ada pesan dari Izzati.

Izzat, aku pergi sama teman-teman. Kalau kamu pulang duluan, kuncinya ada di dalam sepatu.

Remaja labil itu masih enggan membalasnya.

*

Pukul 20.30 WIB
Lokasi: ???

"Jat, udah malam, kita mau tidur di mana?" tanya Yudhis sambil menepuk pundak Izzat.

Izzat masih fokus menatap jalanan. Namun otaknya mulai berpikir. Mau cari hotel, tidak mungkin, itu terlalu mahal untuk sebuah rencana pelarian. Mau menginap di rumah teman, jangan, nanti mengganggu quality time mereka dengan keluarga. Mau cari tempat indekos, memang ada kos-kosan buat semalam. Tunggu, sepertinya Izzat ingat salah satu temannya yang indekos di dekat sekolah.

"Numpang di tempat Dhani, gimana?" usul Izzat sambil melirik Yudhis lewat kaca spion.

"Dhani bukannya pulang ke Sapeken? Tadi saja izin nggak masuk, 'kan?"

"Iya, ya." Kalau tidak sedang mengemudi, rasanya Izzat ingin menepuk jidat.

Remaja itu memaksa otaknya berputar. Tempat yang aman, nyaman, dan murah untuk tidur adalah....

"Masjid?"

"Bisa, sih."

"Atau sekolah?"

"Hah? Sekolah?"

*

Pukul 21.15 WIB
Lokasi: SMP Negeri 1 Sumenep

Kalau ada teman Yudhis yang paling nyeleneh, penuh dengan ide-ide aneh, itulah Izzat. Kalau ada teman Yudhis yang paling berani, tidak takut apapun selain Allah, itulah Izzat. Kalau ada teman Yudhis yang paling keras kepala, pantang mundur sebelum niat terlaksana, itulah Izzat. Akibat dari ketiga fakta tadi adalah keberadaan mereka di sekolah malam ini —setelah menitipkan motor di gedung Pramuka dan memanjat pagar.

Ini bukan kali pertama Yudhis dan Izzat bermalam di sekolah. Sebagai mantan anggota OSIS, mereka pernah sekali tidur di sini waktu Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) dulu.

Izzat menyalakan lampu kelas IX-5. Kemudian mengeluarkan obat nyamuk elektrik dan sepasang sarung dari ranselnya. Memang niat mau kabur dia.

Tiba-tiba hp Izzat berdering. Ada panggilan masuk, dari Izzati. Alih-alih menerima panggilan, Izzat malah sibuk memasang obat nyamuk elektrik.

"Kok enggak diangkat?" tegur Yudhis.

Tak ada jawaban.

"Dari Izzati?"

Izzat masih diam. Nada dering itu berangsur-angsur hilang.

Yudhis menghela napas. "Zat, tadi Izzati nge-chat aku. Dia tanya, aku lagi sama kamu, nggak? Kalau iya, di mana?"

"Gak usah dibalas," pinta Izzat sambil membelakangi Yudhis.

Dingin.

"Kalau dia saudaraku, dia akan datang."

*

Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang