Impian yang Sama

88 10 1
                                    

Kukancingkan seragam OSIS dengan teliti. Kukenakan rok biru yang panjangnya sampai mata kaki. Kukencangkan ikat pinggang berlogo sekolahku dan rompi biru kotak-kotak yang menjadi ciri khas SMPN 1. Tak lupa, kupasang dasi berlambang Tut Wuri Handayani yang tiga garis di bawahnya menunjukkan bahwa aku duduk di bangku kelas 3 SMP. Aku menatap cermin oval di hadapanku. Rambut sudah disisir rapi, tinggal memasang anak jilbab dan kerudung segi empat. Peraturan sekolahku memang ketat, dan aku berusaha untuk taat.

Seperti yang tertulis di name tag, namaku Kayla Maulida, panggil saja Kayla. Aku anak SMP 1, kelas IX-1. Aku merapikan jilbab, hati-hati memasang jarum pentul. Lalu kusematkan pin berlogo OSN, tentu saja di bagian dalam, aku tak mau menarik perhatian. Ah, haruskah aku ceritakan bagaimana aku mendapat pin bergengsi ini?

Kring... Kring...

"Assalamualaikum, Kaylaaa!!!"

Aw, hampir saja jariku tertusuk jarum gara-gara bel sepeda dan suara melengking itu.

"Waalaikum salam... Bentar!" teriakku.

Aku menyambar kacamata, memasang kaos kaki—yang seperti ikat pinggang, dasi, dan kerudung, juga bertuliskan SMPN 1— mengambil sepatu, mengeluarkan sepeda, mencium tangan Mama dan Papa.

"Kay berangkat, Ma, Pa. Assalamualaikum," pamitku.

Mama dan Papa menjawab salamku sambil tersenyum. Kemudian kembali larut dalam rutinitas mereka saban pagi: siap-siap berangkat kerja.

Aku menghampiri gadis berkacamata frameless yang menungguku di atas sepeda pancalnya. Senyumnya lebar selebar hatinya yang lapang oleh asa. Sorot matanya cerah secerah masa depan yang dilihatnya.

"Hai, Kay."

"Halo, Azura."

Namanya Azura, sahabatku dulu, sekarang, dan selamanya.

*

Sebagai sekolah favorit, SMP Negeri 1 memiliki program bernama Bimbingan Olimpiade. Azura dan aku adalah salah dua anggotanya. Azura untuk Matematika dan aku untuk Ilmu Pengetahuan Sosial. Maret lalu, kami dan anak IPA bernama Aqilla menjadi perwakilan sekolah untuk maju di Olimpiade Sains Provinsi setelah sebelumnya melewati seleksi di tingkat Kabupaten.

Lalu hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu! Pengumuman hasil OSP alias pengumuman mereka yang berhak maju ke OSN.

Tap... Tap... Tap... Azura tak berhenti memainkan kakinya. Berjalan mondar-mandir dari sudut ruangan ke sudut ruangan lainnya. Wajahnya cemas bercampur harap. Sesekali ia menggigit ujung ibu jarinya. Tak jarang bibirnya komat-kamit melafalkan doa. Ah, bosan aku dibuatnya. Bisa-bisa aku nanti yang digigitnya.

"Stop, Azura! Kamu ngapain, sih, mondar-mandir gak jelas kayak orang gak waras!" aku mencela, "Bukan kayak lagi, kamu emang udah gila, ya?"

"Memang siapa yang enggak gila kalau ada di posisiku?" respons Azura.

"Posisi kita, Azura! Aku juga lagi nunggu pengumuman itu," sangkalku, "tapi aku tenang-tenang saja, tuh!"

"Siaahh.. Ba'na jha' nang-matenang!" Madura-nya keluar, dia bilang aku jangan sok tenang. "Sebenarnya kamu juga gelisah 'kan, Kay..."

"Setidaknya aku bisa mengendalikan emosi, enggak kayak kamu!"

"Tapi..." Azura menggantung kalimatnya, kehabisan amunisi ledekan. Kali ini, aku menang.

*

"Berhenti, Kay!" pekik Azura.

Aku mengerem sepedaku.

Putih BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang