Anak-anak SMP Negeri 1 berlarian keluar kelas. Lebih tepatnya, sepertiga siswa SMP Negeri 1 berlarian keluar lab komputer. Ya, hari ini adalah hari terakhir Ujian Nasional Berbasis Komputer alias UNBK. Bumi terus berputar, kawan. Zaman berganti. Teknologi berkembang, tak bisa dibendung. Maka yang bisa kita lakukan adalah ikut berevolusi menyejajari perubahan zaman. Bahkan kota paling terpencil sekalipun, tetap akan tersentuh teknologi. Apalagi SMPN 1 sekolah percontohan. Jadi, tak perlu bertanya dari mana 120 unit komputer itu tersedia. Tugas kita sebagai siswa adalah mengerjakan UN sebaik-baiknya, demi kemajuan bangsa.
Kembali pada anak-anak tadi, anak-anak sesi 1. Wajah-wajah mereka semringah, lega. Selamat tinggal ujian, selamat datang libur panjang. Ternyata, ada satu anak yang wajahnya masam, langkahnya gontai, namanya Shara.
"Haah.... Lega banget. Habis ini aku mau tidur sepuasnya," gumam Berlian.
"Iya, tahu ... yang sudah dapat sekolah," sahut Dera. Berlian memang sudah diterima di SMA Negeri 1 jalur nilai rapor.
"Hehe."
"Eh, Shar, mukamu kenapa lesu gitu, lagi sakit?" Ternyata ada juga yang peka, siapa lagi kalau bukan Izzati.
"Aku kesal, Za! Soalnya nyebelin banget coba," gerutu Shara.
"Nyebelin gimana?"
"Ya gitu! Yang aku hafalin gak keluar. Hitung-hitungannya ribet banget. Tiba-tiba lupa rumus. Pilihannya kayak benar semua. Baca soal gak paham artinya. Ish!"
Izzati tertawa kecil. "Shar, kamu ngomongin UN IPA, Matematika, Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris?"
"Semuanya!" Shara emosi. "Belajar sama gak belajar sama saja. Tahu gitu, mending aku nggak belajar."
"Hush! Jangan ngomong gitu!" tegur Ayunda. "Belajar pasti ada manfaatnya. Hasil tidak akan mengkhianati usaha, betul kan Za?"
"Setuju," sahut Izzati. "Lihat sisi positifnya. Kamu nggak bisa berapa soal tadi?"
"Banyak!"
"Sampai sepuluh?"
"Iya!"
"Dua puluh?"
"Umm... Mungkin."
"Tiga puluh?"
"Nggak, sih...."
"Nah, artinya ada lebih dari setengah soal yang kamu bisa kan?"
"Iya, sih."
"Sekarang, coba ingat, kalian sudah berusaha maksimal belum?"
Shara memandang langit, seingatnya ia sudah mempersiapkan UN sebaik-baiknya: membeli buku latihan UN, tanya-tanya Izzati, belajar tiap malam, bahkan mengurangi porsi main hp. Ayunda menatap jalan, seingatnya ia sudah mengerahkan segenap kemampuan: les tiap sore, mengerjakan try out dengan baik, sampai datang ke sekolah pagi-pagi untuk mencari suasana belajar yang nyaman.
"Sudah," jawab mereka.
"Sudah berdoa juga?"
Shara merenung. Seingatnya, ia tidak pernah absen berdoa sehabis salat. Pun tak lupa meminta restu Bunda dan Ayah. Bahkan, tiap orang yang ditemuinya ia mintai doa.
"Sudah juga."
"Ya, sudah." Izzati tertawa ringan.
Shara dan Ayunda memasang wajah protes.
Izzati tersenyum. "Kalian tahu, kan, tiga hal yang harus kita lakukan dalam menghadapi hidup: optimis, ikhtiar, tawakal. Optimis berati melihat segala sesuatu dengan kacamata positif. Ikhtiar berarti berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kalau optimis sudah, ikhtiar sudah, tinggal tawakal: berserah diri pada Allah.
"Apalagi kalau belajarnya mati-matian. Menurutku, belajar itu cara kita mengiba ke Allah. Ketika kita belajar sungguh-sungguh, seakan-akan kita bilang: Allah, aku sudah belajar, please, kasih aku ilmu...."
Shara dan teman-teman mengangguk-angguk.
"Loh, kalau doa masuk mana?" tanya Dera.
"Tawakal-lah," sahut Berlian.
"Bukannya ikhtiar, ya?" sanggah Ayunda, "Iya 'kan, Za?"
"Kalau menurut buku yang aku baca, doa itu mengawali, mengiringi, dan mengakhiri usaha. Diawali supaya usaha itu tidak salah arah. Diiringi agar tidak berhenti di tengah-tengah. Diakhiri dengan doa pula supaya kita tidak lupa pada Allah. Jadi, doa itu termasuk optimis, ikhtiar, juga tawakal."
"Kalau gitu, mending sekarang kita berdoa bareng-bareng, yuk! Doa orang banyak lebih mudah dikabulkan 'kan?" usul Ayunda. "Semoga kita semua mendapatkan hasil yang ter~ baik. Aamiin...."
![](https://img.wattpad.com/cover/218048262-288-k205113.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Biru
Fiksi RemajaKarya ini dipersembahkan untuk kalian yang masih berseragam putih biru tapi bacaannya jauh mendobrak batasan umur. Saatnya kembali pada cerita-cerita klise, mimpi-mimpi lama, nasihat-nasihat usang; menutrisi jiwa, mempertajam pikir, mengasah kepekaa...