Tik. Tok. Tik. Tok.
Kelas begitu sepi hingga detikan jam terdengar ke sudut-sudut ruang. Anak-anak IX-5 sudah pulang, menyisakan empat detektif dan dan dua tersangka: Bayu dan Dhani. Bayu dan Dhani didudukkan di bangku paling depan. Rama berdiri di hadapan, Izzat di kanan, Yudhis di kiri, dan Bela mengawasi dari balik meja guru."Langsung saja, ya," Rama membuka interogasi, "Kemarin ada barang yang hilang lagi, punya Izzat, sekitar jam olahraga. Kalian sedang apa waktu itu?"
"Ganti baju lah!" tukas Dhani.
"Aku juga sepertinya sedang ganti baju," susul Bayu.
Yudhis dan Rama saling lirik. Bela menyipitkan mata sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Ada saksinya, nggak?" cecar Izzat.
"Ya kali ganti baju ada saksinya," protes Bayu.
"Iya juga, ya." Izzat menggaruk kepalanya meskipun tidak gatal.
"Kalian curiga kami yang ambil?" tuduh Dhani.
"Ya," jawab Bela singkat.
"Kenapa harus kami berdua?" tanya Bayu.
"Berdasarkan diskusi kami sebelumnya, cuma kalian yang mungkin," jawab Yudhis.
"Diskusi?" Dhani mendesis.
"Artinya dari awal kalian sudah curiga ada pencuri di kelas ini?" tukas Bayu. "Kita sekelas, Woi! Teman macam apa yang curiga sama teman sendiri!" ia meradang.
"Iya. Izzat yang naruh jam tangan sembarangan, kalau hilang jangan salahkan kami, dong!" tambah Dhani.
Izzat hendak membantah, bahwa mereka punya bukti kuat. Namun gelengan kepala Yudhis mengisyaratkan untuk diam. Biar dulu sandiwara ini berjalan.
"Tahu darimana kalau barang yang hilang itu jam tangan?" tukas Bela.
Dhani tersentak.
"Kami belum bilang, lho," Izzat memanasi, "kecuali kalau memang kamu pelakunya."
"Nggak! Sebelum olahraga aku sempat lihat jam tangan Izzat di atas meja. Jadi aku pikir barang itu yang hilang," sangkalnya.
"Oh, gitu. Sorry," sahut Izzat.
"Makanya jangan nuduh sembarangan!" sambar Bayu, "Ya kali ada teman tega ngambil barang temannya."
"Jadi dengan berlindung di balik kata nggak ada teman yang tega ngambil barang temannya, kamu bebas mencuri tanpa takut dicurigai?" tuduh Yudhis.
Muka Bayu memerah. Ia marah. "Kalian ini kerasukan apa, sih?!!! Mau sok jadi detektif!"
"Kamu yang kerasukan apa? Kalau nggak bersalah kenapa marah?" balas Izzat.
"Kamu-"
"Sudah, sudah!" Ketua kelas melerai. "Dhani, kamu boleh keluar," pintanya.
Dhani ragu-ragu melangkah ke arah pintu. Tinggal Bayu.
"Maksudnya apa?!" raung Bayu, "Sumpah, aku nggak tahu apa-apa soal pencurian ini!"
"Tenang, Bay, tenang." Rama menenangkan.
"Bay, kamu mungkin harus lihat ini." Yudhis menyodorkan laptopnya, memutar video pada menit 59.51.
Apa yang Bayu lihat dalam layar itu membuatnya terbelalak.
"K- k- kalian ... dapat dari mana?" suaranya mendadak terbata.
"Normalnya seorang teman tidak akan tega menyakiti temannya," alih-alih menjawab pertanyaan Bayu, Yudhis malah berceramah, "tapi, bisa jadi ada suatu keadaan tidak normal yang membuat hal itu mungkin terjadi."
![](https://img.wattpad.com/cover/218048262-288-k205113.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Biru
Teen FictionKarya ini dipersembahkan untuk kalian yang masih berseragam putih biru tapi bacaannya jauh mendobrak batasan umur. Saatnya kembali pada cerita-cerita klise, mimpi-mimpi lama, nasihat-nasihat usang; menutrisi jiwa, mempertajam pikir, mengasah kepekaa...