Cahaya mentari pagi masuk lewat celah-celah jendela, menusuk mata, membuatku terjaga. Aku membuka mata segera, demi melihat sekelilingku berbeda.
Oh, tidak! Aku di mana?
Ruangan ini megah, luas. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan indah. Lantainya berlapis karpet merah. Perabotnya serba mewah, semua terbuat dari jati berukir. Kasurnya, yang tadi kutiduri, empuknya! Aku mengerjap-ngerjapkan mata.
"Selamat pagi, Pangeran." Seorang pria berseragam prajurit menyapa.
"Aku, pangeran?" tanyaku.
"Tentu saja, Pangeran. Aha, pasti Anda kelelahan karena seharian mempersiapkan pernikahan Tuan Putri," katanya.
"Tuan Putri, siapa?" Aku tambah tak mengerti.
"Siapa lagi kalau bukan kakak kembar Anda, Tuan. Ada apa dengan Anda? Sebaiknya Anda segera mandi dan berganti pakaian. Hari ini hari yang penting, bukan?" katanya.
Aku diam.
"Hamba permisi, Tuan Pangeran," pamitnya sebelum meninggalkanku.
Baik, biar kutata ulang pikiranku. Aku, Izzat, adalah seorang pangeran. Hari ini adalah hari pernikahan Tuan Putri, saudariku. Apa maksudnya Izzati? Tapi, dengan siapa?
Aku mengedarkan pandang. Lemari kayu berdiri gagah di sudut ruangan. Pintu kamar mandi tampak di sudut ruangan lainnya. Aku beringsut mendekati almari, dan mengerahkan tenaga untuk membuka pintu berat itu.
Wow! Ini... pakaianku? Aku membelalakkan mata mendapati satu almari penuh dengan pakaian bergaya ... entah, pokoknya mirip dengan model pakaian karakter di gim favoritku. Aku mulai memilih, lalu menarik satu yang menurutku keren. Baju merah berkerah tegak dengan lengan hitam panjang, jubah hitam, celana kain, dan sepatu kulit. Aku mematut diri di depan cermin seukuran badan. Rambut kusisir menyamping. Lihat, aku ganteng 'kan?
"Wah, Anda sudah siap rupanya." Prajurit tadi kembali memasuki kamarku. "Anda akan ke balariung sekarang?" tawarnya.
"Em ... I- iya, deh," jawabku. "Eh, bisa anterin gak?"
"Tentu, Tuan."
Pengawal tadi berjalan di depan sementara aku mengekor di belakang. Kami menyusuri lorong istana yang megah ini, yang lantainya terbuat dari marmer dan dilapisi karpet merah, dinding-dindingnya dipajangi lukisan indah.
"Ngomong-ngomong, namamu siapa?" tanyaku.
"Hahaha ... Masa Tuan lupa? Saya Kenzo, pengawal pribadi Anda."
Lho, kok, mirip tokoh anime, ya?
"Hahaha ... Iya, ya, masa aku lupa namamu, Kenzo."
Tak terasa kami sampai di balariung. Ruangan megah seperti ballroom hotel bintang lima yang pernah kukunjungi waktu ulang tahun Yudhis. Banyak orang sudah berkumpul. Para prajurit berbaris rapi, siap dengan senjata masing-masing. Wanita-wanita berpakaian pelayan mondar-mandir membetulkan tatanan dekorasi dan konsumsi. Belum kulihat wajah Izzati.
Dari arah utara, seorang pelayan tergopoh-gopoh menghampiri kami. Hei, bukankah itu teman Izzati yang namanya Shara?
"Hhh ... Hhh ... " Ia menghela napas sebelum bicara. "Ampun seribu ampun, Tuanku, hamba tidak menemukan Tuan Putri di kamarnya," sembahnya.
"Bagaimana bisa? Tidak mungkin Tuan Putri pergi di hari pernikahannya. Apa saja kerjamu, ha?" hardik Kenzo.
"Ampun, Tuan. Kalau tuan-tuan tidak percaya, silakan ikut hamba ke kamar Tuan Putri."
"Hei, kau kira kita punya banyak waktu?"
"Sudah, sudah. Gimana kalau kita ke kamar Tuan Putri saja." Aku melerai.
![](https://img.wattpad.com/cover/218048262-288-k205113.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Biru
TienerfictieKarya ini dipersembahkan untuk kalian yang masih berseragam putih biru tapi bacaannya jauh mendobrak batasan umur. Saatnya kembali pada cerita-cerita klise, mimpi-mimpi lama, nasihat-nasihat usang; menutrisi jiwa, mempertajam pikir, mengasah kepekaa...