Esoknya, keempat remaja itu datang pagi-pagi. Perizinan soal Yudhis yang membawa handphone berjalan lancar. Entah Rama pakai jurus apa dalam meyakinkan Bu Yuli. Hari itu, seperti telah digariskan, ada pelajaran olahraga di jam pertama. Keempatnya segera menyusun rencana.
"HP-nya mau ditaruh di mana?" tanya Yudhis.
"Di dalam kotak surat saja, gimana?" saran Bela, menunjuk kotak berbahan kardus bekas hasil prakarya waktu kelas tujuh, digantung di samping papan tulis dan difungsikan untuk menyimpan surat-surat izin siswa yang tidak masuk.
Usulan tersebut segera dieksekusi. Bela dengan telaten merekatkan ponsel Yudhis dengan selotip. Tak lupa memosisikan kamera supaya bisa menangkap keseluruhan kelas.
Tinggal menunggu aksi si pelaku.
"Bagaimana kalau pelakunya sudah berhenti beraksi?"
Bukankah itu hal yang bagus? Artinya tidak akan ada kasus kehilangan lagi di kelas mereka. Tapi, itu juga berarti sampai akhir si pelaku tidak akan pernah ketahuan.
"Kita buat dia tergoda untuk mencuri lagi. Mungkin dompet yang ditaruh di atas meja atau uang yang jatuh di lantai," usul Izzat.
"Semacam umpan, begitu?"
"Ya."
Keempatnya terdiam. Ide yang bagus untuk memberikan umpan. Namun, siapa yang mau merelakan barangnya? Rama, si ketua kelas, merasa tidak memiliki barang berharga selain uang saku. Yudhis kehilangan dompetnya dan merelakan ponselnya dipakai, ia sudah banyak berkorban. Barang berharga Bela hanya jam tangan, itu pun sudah hilang. Sisa Izzat dan....
"Jam tanganmu baru, ya, Jat?" komentar Rama.
Izzat mendelik menyadari jam tangan pemberian Ayah-Bunda terancam.
"Yang pertama kali ngide penyelidikan siapa, ya?" gumam Yudhis.
Penyelidikan ini memang ide Izzat. Tapi kan.
"Izzaaat...." Bela tersenyum tetapi matanya memancarkan aura bahaya.
"Iya, iya. Iya!"
Ketiga kawannya tersenyum puas saat Izzat perlahan melepas jam tangannya.
Rencana tersusun sempurna.
*
Sore yang tenang di kediaman Salsabila. Abi sedang mencuci sepeda motor sedangkan Ummi membaca novel Islami. Bela memainkan ponsel pintarnya. Mandi dan salat Ashar usai ia kerjakan. Saatnya berleha-leha.
PING!
Satu notifikasi muncul dari media sosialnya.Bel kumpul dirumah yudhis ya mau lihat rekaman tadi siang
Rupanya Izzat dengan pesan yang tak mengindahkan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia. Pebasket perempuan itu menimbang-nimbang. Mau ikut, tetapi perizinan di rumahnya tak kalah dari pondok pesantren. Keluar rumah selain ke sekolah, siap-siap diinterogasi Abi.
Kalian saja, deh
Bela menolak halus.
Yah bel gak ada kamu gak seru lah. Masa detektif nya kurang satu
Balasan Izzat selanjutnya mengundang senyum. Penyuka warna jingga itu menimbang-nimbang harus menjawab apa. Belum sempat membalas, Izzat kembali mengirim pesan,
KAMU SEDANG MEMBACA
Putih Biru
Novela JuvenilKarya ini dipersembahkan untuk kalian yang masih berseragam putih biru tapi bacaannya jauh mendobrak batasan umur. Saatnya kembali pada cerita-cerita klise, mimpi-mimpi lama, nasihat-nasihat usang; menutrisi jiwa, mempertajam pikir, mengasah kepekaa...