●●●
Alres membeku mendapati wajah Indri yang sudut bibirnya dilapisi plester obat, dahinya biru, terlebih mata Indri bengkak dan sayup.
"Gue melewatkan banyak hal ternyata..." suara Alres memecahkan keheningan antara mereka yang berdiri saling berhadapan di gerbang depan rumah.
"Gue bakal bunuh---" tangan Alres ditahan Indri saat Alres ingin melangkah masuk ke rumah.
"Kehidupan ini-- udah ga masuk akal. Jangan lo buat semakin rumit." Matanya berkaca kaca, bibirnya kembali diam lalu bergetar menahan isakan.
Gadis itu memutar badannya ke samping, menatap lelaki itu. Alres yang datang setelah pulang dari peresmian Leander-Fashion sementara Indri yang baru kembali dari rumah sakit. "You know me, Res. Gue udah biasa, benarkan?"
Alres mengangguk dengan ekspresi datar.
"Masalah datang setiap hari, gue jatuh lalu berdiri, jatuh lagi berdiri lagi-- hingga jatuh dan tidak bisa berdiri. Tapi gak usah khawatir, gue tau caranya jalan pincang."
Seperti ini sangat menyakitkan untuk Alres, dimana Indri bersusah payah menahan tangisannya.
"Gue berusaha kuat, berusaha untuk tidak kalah--- tapi gue menyerah."
Alres menggeleng cepat. Kakinya melangkah mendekat mengikis jarak antara mereka. Indri mendongak dan Alres menunduk, mata keduanya bertemu. Tangan Alres membelai pipi Indri, Jarinya menghapus bulir bulir air mata yang tak henti hentinya membasahi pipi.
Alres memeluk tubuh Indri, rasa sesak di hatinya semakin menjadi jadi melihat semua ini. Indri menangis di depannya, dengan isakan yang menyakitkan, dengan luka yang memenuhi wajahnya, dengan semua keadaan menyakitkan yang menghancurkan hatinya. Bagaimana cara Alres bisa membuat Indri sembuh dan bahagia?
"ri?"
"Hm?"
Alres mengeratkan pelukannya, "Jangan menyerah..." dan hanya ini yang bisa Alres katakan. "Walaupun gue tau hidup sebagai Indri itu susah, tapi itu bukan alasan untuk lo nyerah.." nafas berat terdengar di telinga Indri.
Gadis itu langsung melepaskan pelukannya kembali mendongak dan Alres menunduk. "Kirain nangis..."
"Gue gak punya air mata." Balas Alres.
"Bukannya gak punya, lo gengsi aja!" Tukas Indri, ia benar benar melangkah mundur menjauh dari Alres. Mulai lagi nih?
"Sini dulu gue masih mau peluk."
"Kirain udah gak sayang..."
Alres maju selangkah dan Indri kembali mundur selangkah. "Siapa yang bilang?"
"Emang masih sayang? Gak bosan? Udah dua tahun loh..."
"Enggak ada bosan, kita berantem mulu soalnya." Kata Alres lalu melangkah mendekat membuat Indri kembali melangkah mundur.
"Lo cinta pakai banget sama gue?"
Alres mengangguk cepat, "Sampai tumpah tumpah." Karna melihat Indri yang selalu mundur akhirnya Alres tidak maju lagi.
"Kata orang cinta berlebihan itu gak baik,"
"Baik selama yang gue cintai itu Aerindri." Balas Alres. "Berhenti mundur, dibelakang lo tembok."
"Yang penting bukan jurang."
"Lo selalu punya kata buat balas gue, gak bisa biarin gue menang?" Senyum mengembang lagi di bibir Alres, begitu indah di mata Indri.
"Lo udah terlalu banyak menang Res."
"Gak juga. Kemenangan terbesar ketika lo say yes untuk jadi pacar gue, selebihnya lo yang menang."
"Saat itu... lo bahagia?"
Alres diam sebentar, Indri mulai aneh. "Jangan bicara seakan besok kita putus, Ri. Diam kalo kata kata lo gak pantas keluar."
Indri menunduk lalu kembali menatap sepasang mata yang memancarkan tanda tanya besar. "Besok mungkin gue gak sekolah, Gue mau istirahat"
"Perlu gue temenin?"
Indri menggeleng sembari tersenyum, "Gak usah, ada Dira."
"Ada yang lo sembunyiin?" Tanya Alres, senyum indri mengganjal perasaannya. "Kalau ada bilang, jangan sampai gue tau sendiri."
"Gak ad--"
"Sebenarnya berapa lama gue ninggalin lo? Satu tahun? Dua tahun? Satu minggu? Tiga hari? Kita sama sama siangnya, dan malamnya lo berubah drastis. Berapa lama gue ninggalin lo?"
"Hanya beberapa jam,"
"Dan lo jadi semesterius ini dalam beberapa jam." Alres ingin sekali mendengar semuanya keluar dari bibir Indri sekarang. Ia tidak bisa menerima fakta bahwa ia sekarang--- tidak bisa membuat Indri berbagi semuanya. Alres begitu ingin Indri sekarang mengatakan semuanya, bukan menyembunyikan fakta.
"Gue tempat lo pulang, Ri. Terus jadiin gue tempat lo pulang, jangan berubah, jangan memilih tempat lain." Lirih Alres, ia maju dan Indri tidak mundur lagi.
"Gue pusing, Gue mau masuk."
Alres memejamkan matanya, benar. Ada banyak yang ia lewatkan selama beberapa jam. Dan Alres kecewa-- indri bahkan gak ngasih tau soal pertunangannya dengan Leon dipercepat.
"Besok kalau lo mau datang--- datang aja tapi sore."
"Kenapa gue gak boleh datang pagi?"
"Gue masih tidur."
"Siang?"
"Gue tidur malam, lanjut pagi, sampai siang." Jawab Indri dengan senyumnya. "Gak usah khawatir gitu, lu jelek tambah jelek."
"Aerindri--"
"Gue capek. Plis..." Lalu gadis itu melangkah ke depan pintu dan meninggalkan Alres yang penuh tanda tanya.
Alres jatuh duduk di sebuah kursi hitam depan rumah Indri.
Sekarang gue percaya--- dia satu langkah berada didepan gue.
●●●
VOTE DAN COMMENT!
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRES
Teen FictionAerindri, titik fokus Alres. Semuanya berjalan baik baik saja, hingga hubungan kedua remaja SMA itu mencapai tingkat kesulitan. Disaat Aerindri Hill dijadikan alat untuk mempertahankan perusahaan ayah angkatnya. Satu persatu konspirasi para pebisnis...