1. Beda dalam Temu

910 130 70
                                    

"The difference cannot separate us. No matter the way."

-Lintas Rasa-

•••

Gedung sekretariat menjadi tempat yang baru saja disambangi oleh Aeera dan kawan-kawan. Setelah mengurus beberapa berkas untuk semester baru, ketiganya berniat untuk masuk kelas. Masih ada setengah jam sebelum dosen masuk ruangan.

Entah apa yang ditertawakan Edsel, lelaki itu sampai berjalan mundur sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arah Aeera, tentu saja dengan raut muka tengil yang menyebalkan.

Aeera sudah siap mengangkat tumpukan buku yang ditentengnya, hendak dipukulkan ke arah pemuda itu. Namun, belum sempat buku-buku Psikologi itu mendarat di lengan Edsel, lelaki itu sudah tersungkur karena tak sengaja menabrak seseorang.

Map seisinya berserakan. Setelah mengaduh cukup keras, Edsel segera memunguti kertas-kertas itu dan bangkit.

Sementara Aeera dan Harsa memasang ekspresi tak enak, Edsel justru terpaku pada perempuan di hadapan. Tubuhnya serasa kaku tatkala mendapati mata madu tersebut. Terpesona, begitulah Edsel kini. Tanpa sadar, ujung-ujung bibirnya tertarik ke atas bersamaan dengan perempuan berpakaian serba hitam itu menunduk dalam.

"Ini milikmu. Maaf, aku lalai waktu berjalan." Disodorkannya map yang telah Edsel rapikan kepada sang empu dan diterima dengan segera.

Harsa dan Aeera saling lirik. Layaknya bisa bertelepati, isi otak dua orang itu pun sama, apa Edsel tertarik?

Bukannya membalas ucapan Edsel, perempuan itu malah segera berlalu setelah menganggukkan kepala, tanda tidak masalah dengan apa yang terjadi. Ia lantas berderap cepat masuk ke gedung sekretariat, setelah terjeda oleh Edsel tepat di depan pintu masuk.

Aeera berjalan mendekat dan berhenti tepat di samping Edsel yang masih menatap arah pintu. Perempuan itu sedikit mencondongkan tubuh dengan kepala tertoleh pada lelaki di sisi kirinya. Diperhatikannya ekspresi Edsel dari samping. Senyum kelewat lebar, sorot mata terpana, bahkan Aeera berani bertaruh bahwa dalam sorot itu ... ada damba.

"Edsel ... jangan gila! Dia bercadar, sementara kamu pegang rosario!" Kalimat telak Aeera sukses membuat Edsel tertohok.

Lelaki itu sontak menoleh pada Aeera yang masih bertahan pada posisi yang sama. Ia melayangkan tatapan terluka, dibarengi dengan tawa sumbang yang lolos dari bibir. "Berkas itu, namanya Embun Atifia Nourah."

Pecah sudah tawa Aeera. Ia sudah mengira bahwa dugaannya benar, Edsel menyukai perempuan bercadar itu. Dibalikkannya badan agar bisa melihat ekspresi Harsa, tak beda jauh, pemuda itu juga memasang ekspresi geli meski dengan cara yang lebih kalem. Menertawakan teman sendiri memang kebahagiaan tersendiri bagi mereka berdua.

Sepanjang perjalanan menuju kelas pun, Aeera tak henti-hentinya tertawa. Sama halnya dengan Edsel yang tak henti meloloskan umpatan kecil karena ejekan gadis itu. "Aku doain kita senasib, Ra. Sampai kejadian, aku yang bakal ketawa paling kenceng."

-o0o-

"Aku tidak cantik, mana mungkin aku bisa memiliki teman seperti orang-orang itu?" Perlahan, dirasakannya tekstur rambut terkepangnya yang kusut. Jemarinya gemetar sewaktu mencapai ujung. Dengan warna hitam kusam dan memerah karena paparan sinar matahari di ujungnya, ia menyadari bahwa tak ada yang bisa dibanggakan sama sekali.

Sudah setengah jam ia di sana dan mengerjapkan mata berulang kali, berusaha menahan air mata sebisa mungkin. Bagaimana tidak? Apa yang ia lihat dari atas sana cukup menyakitkan.

Lintas Rasa (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang