Entah keberanian dan kekuatan dari mana, gadis itu menendang tulang kering Banyu dengan cukup keras. Lelaki itu sempat terhuyung sebelum jatuh tersungkur dan mengerang karena bogeman yang Aeera layangkan setelahnya. Bogeman yang bahkan lebih keras dibanding yang diberikannya untuk Andaru beberapa bulan lalu.
Gadis itu segera menuju sudut ruangan dan bersimpuh di sana. Ia menggerayangi kolong lemari, mencari kunci yang dibuang oleh Banyu.
"Mau ngelawan rupanya." Banyu menyeka sudut bibirnya yang berdarah dengan jempol. Dilihatnya sejenak darah yang ada di jari itu, lantas terkekeh pelan. "Pukulan lo lumayan juga, Aeera."
Banyu bangkit dengan kaki kiri dijadikannya tumpuan. Setelah berdiri tegap, ia mulai berderap cepat ke arah Aeera. Tepat saat berada di belakang perempuan yang membelakanginya itu, ia memusatkan tekanan pada kaki kanan dan segera menendang bahu gadis tersebut dengan amat keras.
Aeera limbung, hingga kepalanya terantuk sudut lemari lumayan keras. Darah mulai merembes dari kening bersamaan dengan pandangannya yang berkunang-kunang. Denyutan di bahu juga menambah nyeri yang perempuan itu rasakan.
Menyandarkan punggung pada lemari, begitulah yang Aeera lakukan untuk sedikit mengurangi ngilu yang ia rasakan.
Banyu masih menjulang di hadapan Aeera yang tampak kesakitan tersebut. Tak ada raut bersalah ataupun iba sama sekali di wajahnya. "Masih mau ngelawan? Mending lo nyerahin diri sendiri ke gue, Aeera."
Gadis itu masih meringis kesakitan sambil memegang bahunya yang sakit. "Nggak akan. Lebih baik aku mati daripada jadi pemuas nafsu laki-laki semacam kamu."
Diam-diam, tangannya yang sakit dipaksakan untuk tetap menelusuri kolong lemari. Ia sudah sempat menyentuh kunci tersebut, ia yakin itu.
Banyu terkekeh keras. Ia menertawai gadis di hadapannya. "Jangan munafik, Aeera. Lo juga bakal menikmatinya nanti."
"Aku nggak pernah main-main dengan ucapanku," tukas Aeera bersamaan dengan kakinya yang mengait kaki Banyu hingga terjatuh. Lelaki itu sedikit menubruk meja yang berada tak jauh dari sana sebelum merasakan dinginnya keramik sore ini.
Aeera berusaha bangkit sesegera mungkin saat kunci tersebut sudah berada di genggamannya. Baru beberapa langkah menjauh, kakinya ditarik oleh Banyu. Sungguh, ia ingin mengumpat sekeras mungkin.
Dengan brutal, Aeera menendang-nendang lelaki tersebut. Berhasil. Tendangannya mengenai pelipis kanan Banyu. Ia kembali berlari ke arah pintu dan mencoba membukanya. Karena terlalu buru-buru dan takut, Aeera berulang kali gagal.
"Mati kamu, Aeera!" Sebuah kursi besi terhantam keras ke punggung gadis itu.
Setelahnya, mati rasa. Aeera tidak bisa merasakan apa-apa selain kebas di seluruh punggungnya. Ia merasakan tubuhnya luruh sebelum semuanya mengabur. Gadis itu sempat bergumam, "Di mana kamu, Tuhan?"
Sebelum kegelapan menyergap, Aeera samar melihat Bayu yang menyentuhkan bibir di lehernya.
-o0o-
Seberkas sinar diterima oleh retina Aeera. Terlalu terang. Sel kerucut matanya masih perlu beradaptasi lebih lama. Saat berhasil melihat sekeliling, ia menyadari satu hal. Ia masih di ruangan itu dengan Banyu yang duduk di atas meja di tengah-tengah ruangan. Lelaki itu tengah menatapnya lekat.
"Gue kira lo udah mati. Masih hidup ternyata." Kekehan lolos dari bibir lelaki itu.
Aeera bersandar pada dinding sebelah pintu. Sepertinya, Banyu hanya membenarkan posisi gadis itu tanpa berbuat macam-macam. Terbukti dari pakaian Aeera yang masih lengkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Completed)
Ficção GeralBagaimana jika muslimah pengabdi Wikipedia, pemuda kolektor Injil, si budhist pencari kedamaian, dan gadis introvert beragama Hindu, bertemu dalam hubungan persahabatan? Satu lagi, pemuda "gila" yang memiliki pemahaman berbeda tentang Tuhan. Setidak...