Musik mengalun indah di pendengaran gadis sembilan belas tahun itu. Lagu yang terputar di ponselnya sudah berganti beberapa kali sejak setengah jam yang lalu. Tak ada tema tertentu seperti kerinduan atau patah hati. Semua genre lagu didengarnya dengan cermat. Ia suka setiap nada yang dinyanyikan para penyanyi itu.
Sesekali ia mengetukkan jarinya ke atas meja mengikuti irama yang terdengar. Pandangan matanya sendiri tak beralih dari monitor laptop yang masih menampilkan laman Wikipedia.
Ia membaca artikel yang tertulis di sana dengan saksama. Beberapa hari lalu, ia mendapat suatu informasi dari Harsa yang membuatnya penasaran. Sebuah tempat yang ingin dikunjungi lelaki itu bersamanya juga Edsel. "Bangunan yang menarik. Tujuan pembangunannya juga luar biasa. Menunjukkan perbedaan dalam konvergensi."
Setelah membacanya sekilas, gadis itu mengarahkan kursor untuk kembali ke laman utama. Sebelum mengetikkan keyword lain, Aeera membenarkan kacamatanya yang melorot.
"Aeera!" panggil seorang perempuan sambil mengetuk pintu kamarnya.
Ia mendengarnya dengan sangat jelas meski headset masih mengalunkan sebuah lagu. Setelah melepas headset, ia melangkah mendekati pintu dan membukanya setengah. Dilongokkannya kepala sambil memasang ekspresi bertanya. "Iya, Ma?"
Setelah melihat raut muka sang mama, Aeera membuka pintu kamar sepenuhnya hingga menampilkan penampilan keseluruhan. Perempuan berjilbab panjang itu meneliti pakaian Aeera. Kemeja tipis kebesaran yang panjangnya sampai paha, celana jeans pendek yang bahkan tertutup oleh baju, serta rambut sebahunya yang berantakan akibat melepas headset secara serampangan.
"Penampilan apa ini, Ra? Kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Lubna—Mama Aeera—mengucapkannya dengan nada tak habis pikir.
"Kenapa, Ma? Aeera memang seperti ini jika mau tidur. Lagi pula, ini sudah malam," jawabnya sambil memperhatikan kembali penampilan yang menurutnya biasa saja. Tak ada yang aneh.
"Bagaimana kalau ada laki-laki yang lihat? Ini aurat, Ra."
Aeera menghela napas panjang. "Aeera berani seperti ini karena yang memanggil, kan, Mama. Bukan orang lain. Kalau semisal yang manggil tadi Ayah, Aeera bakal ganti baju yang lebih sopan, kok."
Lubna menggelengkan kepala beberapa kali. Anak bungsunya itu selalu memiliki jawaban untuk setiap ucapannya. Terkadang, perempuan itu sampai kehabisan kata-kata tiap menghadapi Aeera yang kelewat cerdik mencari alasan.
"Sekarang, ganti baju. Pakai jilbab kalau bisa. Ada tamu di bawah," perintah Lubna.
"Tamu? Jam sembilan malam kayak gini? Siapa orang yang nggak punya sopan santun itu?" Aeera mengerutkan kening. Mana mungkin ada orang yang masih dengan santainya bertamu di jam istirahat seperti ini?
"Kamu, tuh. Kita sebagai tuan rumah harus tetap menjamunya, Aeera. Udah sana, buruan ganti baju."
"Ya tapi, kan ... bertamu juga ada adabnya, Ma."
"Aeera Sedayu."
"Iya-iya. Aeera ganti baju sekarang."
Beberapa menit kemudian, Aeera turun dari lantai dua. Penampilannya sudah berubah. Sebuah blus maroon lengan panjang dipadukan dengan rok lipid warna krem melekat di tubuhnya. Meski begitu, rambutnya tetap terurai tanpa jilbab. Gadis itu berjalan enggan dengan ekspresi memberengut. Sungguh, gangguan saat ia berselancar di Wikipedia adalah hal yang sangat ia benci.
"Owh, jadi ini tamunya," cibir Aeera saat sudah berada di ruang tamu.
"Aeera, yang sopan kamu."
"Loh, harusnya Ayah bilang begitu ke dia, bukan Aeera." Gadis itu ikut duduk di samping ayahnya. "Mana ada bertamu semalam ini!"
"Maaf, Aeera. Kebetulan aku dari rumah saudara dan sekalian mampir ke sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Rasa (Completed)
General FictionBagaimana jika muslimah pengabdi Wikipedia, pemuda kolektor Injil, si budhist pencari kedamaian, dan gadis introvert beragama Hindu, bertemu dalam hubungan persahabatan? Satu lagi, pemuda "gila" yang memiliki pemahaman berbeda tentang Tuhan. Setidak...