Pukul 12 malam Arkan baru pulang, dia memasuki rumah dengan salam seperti biasa. Keadaan rumahnya sepi seperti biasa dan gelap karena lampu sudah dimatikan semua. Niatnya ingin segera beristirahat lenyap karena dua orang yang sangat disayangnya sekaligus orang yang dibencinya.
"ARKAN!! Duduk kamu!" Suara tegas Timo tak bisa terbantahkan.
Dengan malas Arkan hanya mengikuti saja apa mau kedua orang tuanya, dia malas berdebat untuk saat ini. Sebelum itu Arkan sempatkan mencium tangan kedua orang tuanya sebagai tanda dia masih menghormatinya.
"Motor papa sita!"
Arkan hanya bisa melotot tak percaya, kemudian dia kendalikan lagi ekspresinya. Sempat ingin protes tapi dia harus bisa mengendalikan diri.
"Kamu memang anak yang nakal ya? Gak cukup kami beri kebebasan? Malah seenaknya kamu pergi ke Club. Jangan kira papa gak tahu kamu masuk genk motor yang berandalan itu, lihat kamu jadi sering berantem dan pulang malam!"
Buat apa papa perduli? Bukannya selama ini mereka sangat gila kerja? Buat apa perduliin hal kaya gini?.
Ingin Arkan berkata seperti itu, tapi tak pernah bisa terucapkannya.
"Jangan sampai mama dan papa tahu lagi kamu berbuat yang aneh-aneh Arkan! Kita malu, sebagai anak keluarga pradana kamu harus berbuat baik," tambah Lidya.
Arkan masih diam, dalam hatinya dia selalu membalas ucapan mereka.
Oh...masih dianggap anak ternyata. Arkan hanya tersenyum sinis."Dengar Arkan! Jangan sampai papa dengar lagi hal aneh yang kamu lakukan dari rekan bisnis papa! Papa malu kalau sampai berita itu tersebar diseluruh kantor!."
Malu? Hahaha... ternyata kalian hanya mementingkan bisnis dan bisnis.
Arkan sekarang tahu kalau orang misterius itu adalah rekan kerja papanya. Arkan tahu motifnya ingin menghancurkan keluarga pradana. Tanpa melakukan hal itupun hidupnya sudah hancur semenjak sang pelindung nya telah pergi, tapi apa daya takdir seakan mempermainkan nya.
"Sekarang mana kunci motornya!"
"Gak!" tolak Arkan tegas.
"ARKAN!!" teriak Timo marah.
"Ini motor Arkan!, Arkan beli pakai uang tabungan yang Arkan kumpulkan! Arkan juga yang mengurus semuanya bersama kakak! Arkan gak minta uang dari anda! Anda gak berhak menyita motor saya! Saya yang urus semua motor ini tanpa campur tangan anda!" ucapnya dengan tenang.
"Yang sopan kamu sama papa Arkan!!" Imbuh Lidya
"Maaf, saya rasa saya udah gak punya papa!" jawabnya.
Timo semakin marah akan ucapan Arkan yang sudah kelewatan.
Plak!!
"Dasar anak tidak berguna, tak punya sopan santun!! Ikut saja sama kakakmu sana!!" ucap Timo marah.
"PAPA!!" teriak Lidya tidak terima.
Arkan hanya memejamkan mata, merasakan rasa sakit yang justru membuatnya senang. Arkan hanya diam merasakan semua ini.
"Kalian tenang saja, saya juga sudah berencana menyusul kakak dan hidup bahagia bersama dia disana," ucapnya sebelum berlalu memasuki kamar dan menutup pintu dengan kencang.
Seseorang melihat semuanya dengan raut wajah kesedihan. Bibi segera pergi ke kamar Arkan saat Timo dan Lidya sudah pergi ke kamarnya. Bibi tahu betul Arkan sangat kecewa dan sedih atas perlakuan kedua orang tuanya yang selalu mementingkan bisnis dan nama baik keluarga daripada memperhatikan anak mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN (Terbit)
Teen FictionTidak diperdulikan, sudah biasa Tidak punya teman, sudah biasa Dipandang buruk, sudah biasa Kesepian dan kesendirian yang selalu menemaninya Ini kisah Arkan dimana dia pernah memilih untuk mati karena hidupnya sudah tidak diharapkan, namun dia masih...