A~12

554 35 19
                                    


"Ya, sebenarnya—"

Arkan menceritakan kejadian malam itu, dia juga menceritakan masalah keluarganya dengan lebih ringkas dan jelas. Vania menjadi kasihan pada Arkan, mereka menyia-nyiakan orang yang salah.

"Kok tega ya mereka...tapi aku suka persahabatan kalian. Walau terkesan berandal tapi niatnya baik."

"Ya aku berusaha kuat dan menerima semua ini demi orang yang aku sayang. Demi kamu, bibi dan the GB yang selalu mendukung aku."

"Kamu beruntung masih punya bibi yang sayang sama kamu kak. Keluarga kakak masih lengkap walau terkesan nggak hidup, kakak juga orang yang berkecukupan. Gak seperti aku."

Arkan mulai tidak suka arah pembicaraan Vania, bukan apa tapi Vania menjadi sedih. Arkan tahu kalau Vania adalah orang yang sederhana, pasti juga punya masalah yang lebih berat darinya.

"Hei...jangan sedih dong, oke kali ini giliran kamu yang cerita semua hal tentang kamu. Ceritain semua sama aku ya?"

Vania mengangkat wajahnya, menarik nafas dalam dan mulai bercerita. Vania hanya tinggal berdua dengan ibunya di rumah, dia anak tunggal. Ayahnya meninggal 10 tahun yang lalu karena kecelakaan. Ibunya yang selama ini menjadi tulang punggung, bekerja paruh waktu agar mereka bisa makan.

Lama-kelamaan Vania tidak tega melihat ibunya bekerja kadang sebagai pencuci baju tetangga, menyetrika atau berjualan di warung orang. Vania ingin membantu ibunya dengan mencari pekerjaan yang bisa membiayai hidup mereka tapi selalu di larang oleh ibunya.

Belum lagi hutang almarhum ayahnya yang lumayan banyak di bank yang setiap bulan selalu menagih bayaran. Hutang yang cukup banyak membuat mereka terus kepikiran. Dia juga merasa tidak enak jika harus meminjam uang kepada teman-temannya di sekolah.

Apalagi uang sekolah yang masih menunggak beberapa bulan dan selalu di tagih akhir-akhir ini. Membuat Vania terus kepikiran, dia hanya kasihan kepada ibunya yang kerja banting tulang membayar semuanya.

"Aku harus kerja kak, tapi apa?" tanya Vania.

"Boleh aku tanya, berapa hutang ayah kamu? Dan biaya uang sekolah yang belum di bayar?"

"Hutang almarhum ayah semuanya 50 juta tapi sudah di bayar setengahnya. Dan uang sekolah masih 500 ribu belum di bayar," jawab Vania tanpa tahu maksud pertanyaan Arkan.

"Banknya sebelah mana?" tanya Arkan lagi.

"Setahu ku yang deket Cafe Harmoni itu, namanya aku lupa. Emang kenapa kak?" Vania memang polos banget, dia nggak curiga sama sekali maksud Arkan.

"Em...ya...itu deket tempat kerja aku! Ya itu!" kilah Arkan.

⏰⏰⏰

Mereka terus mengobrol sampai waktu ashar tiba, Arkan segera mengajak Vania pulang karena dia juga ada janji dengan the GB. Mereka mampir ke masjid terdekat untuk sholat ashar, begitupun Vania yang semakin di buat takjub oleh Arkan.

Arkan  sedang menunggu Vania yang sedang melipat mukena masjid. Dia jadi kepikiran ada yang mau ditanyakan tapi lupa terus. Sampai Vania duduk di sampingnya dan mereka sama-sama ingin menanyakan sesuatu.

"Van"

"Kak," ucap mereka bersamaan.

"Eh kakak duluan!"

"Nggak! Ladys first!"

"Oke! Aku mau nanya tapi tadi lupa. Jadi kenapa kak Azka bisa meninggal? Em...maksudnya apa sakit atau kecelakaan?"

Arkan diam sejenak sambil merenung, mungkin saatnya dia kembali membuka memorinya. Masa yang membuat kedua orang tuanya salah paham dan membenci Arkan yang sebenarnya tak salah apapun.

ARKAN (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang