A~15

529 40 16
                                    

Suara langkah kaki terdengar dari dalam, dari nada ketukan langkah atau wanginya saja dengan gampang menebak kalau itu adalah gadisnya. Walau tak menampik rasa gugup kalau di tatap intens oleh wanita paruh baya Di depannya ini yang Arkan sangka kalau wanita itu adalah ibunya Vania.

"Kak Arkan!!"

Teriak Vania saat melihat Arkan di depan pintu bersama ibunya, raut terkejut sangat nampak terlihat. Vania mengucek kedua matanya lagi takut kalau salah lihat, apakah efek rindunya menimbulkan halusinasi sampai dia melihat Arkan di depan rumahnya.

"Vania," gumamnya pelan tapi masih bisa di dengar.

"Sebentar, ini nak Arkan pacar Vania ya?"

Tebak shinta, walau belum pernah ketemu namun anak gadisnya selalu menceritakan sang pahlawannya itu yang tak lain adalah Arkan.

"Eh iya tante, saya Arkan mau ketemu Vania." Dengan sopan Arkan mencium punggung tangan Shinta.

Lalu shinta mempersilahkan Arkan untuk masuk dulu, melihat Arkan kasihan yang membawa tas besar di punggungnya. Sementara shinta menyiapkan minuman, Vania menemani Arkan duduk sambil mengobrol.

"Kakak kok gak langsung pulang malah kesini? Gak capek perjalanannya?" tanya Vania.

Mengusap rambut Vania gemas, karena gadisnya terlihat sangat lucu dalam balutan piyama Mickey Mouse."Kan aku kangen sama pacar aku ini. Udah lama kita nggak punya waktu bareng van, mungkin juga habis ini aku harus kerja lagi, makanya aku sempetin kesini dulu."

"Ya udah deh, tapi kakak harus istirahat habis ini jangan kerja dulu. Oh ya gimana lombanya, menang kan?"

Belum sempat Arkan menjawab, shinta datang membawa minuman dan makanan. Arkan menjadi tidak enak, keluarga Vania memang baik padanya. Bahkan shinta yang baru pertama kali bertemu Arkan sudah sangat ramah padanya.

"Memang Arkan ikut lomba apa?" tanya shinta yang tak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Lomba pencak silat di Jakarta, tante."

Arkan meraih tasnya dan mengeluarkan sesuatu yang membuat mereka terkejut. Sebuah piala berwarna emas yang besarnya seukuran dengan tas Arkan.

"Wah, juara satu! Kakak memang hebat!!" seru Vania senang.

Arkan memberikan piala itu untuk Vania, dia ingin salah satu pialanya ada di rumah Vania. Agar Vania selalu mengingatnya dan supaya orang tua Arkan tidak curiga kalau nanti dia pulang.

"Ini buat kamu, simpan aja di rumah dan jaga ya. Lagian di rumah gak ada tempat. Aku nggak mau mereka curiga kalau selama seminggu aku nggak pulang malah bawa piala, mana muka babak belur lagi," jelas Arkan yang masih disaksikan shinta.

Seakan tersadar akan luka di wajah Arkan, Vania dengan cepat pergi ke dapur ingin mengambil air dan kompresan untuk mengobati luka Arkan. Menurut saja saat Vania mengobati lukanya, walau sedikit merasa tidak enak kepada Shinta.

"Sshhh"

"Hei kok jadi kamu yang kesakitan? Kan aku yang luka van?" Arkan heran karena vania mendesis sembari mengobati lukanya.

"Ngilu kak, lagian emang gak sakit apa?" Arkan menggeleng.

"Tapi kenapa nak Arkan gak bawa saja pialanya, berikan sama kedua orang tua pasti mereka bangga sama kamu," timpal shinta.

"Percuma tante, mereka nggak akan perduli sama Arkan. Yang ada arkan di tuduh mencuri lagi sampai pulang babak belur gini."

Shinta sampai lupa menawarkan minum dan makanan karena terlalu kagum sama Arkan. Penampilannya sih berandalan tapi cukup berprestasi, dia yakin kalau Arkan bisa menjaga Vania dengan baik.

ARKAN (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang