Dinding putih yang Lucky lihat, di ruangan ini hanya ada dirinya. Seketika dia teringat Arkan, bagaimana kondisi Arkan? Saat akan bangun tiba-tiba punggungnya sakit. Ya dia baru ingat kalau terkena tembak di punggung. Rasanya nyeri sekali untuk sekedar duduk aja masih sakit dan kesusahan.
Lucky mencoba mengambil ponselnya di meja nakas dengan susah payah. Dia ingin menghubungi seseorang untuk membantunya selama disini.
"Assalamualaikum do!"
"Waalaikumsalam ki, lo dimana ki dari tadi gue telponin gak diangkat sama lo!. Gue nih yang di marahin sama bos lo!"
Sekedar informasi, Lucky dan Edo selain pelatih beladiri mereka juga bekerja sebagai pegawai di bengkel besar.
"Sorry do, gue tadi ada urusan. Bisa gak lo kerumah sakit? Bantuin gue kek do jangan ngomel mulu lo!"
"Astaga! Kamu kenapa beb?"
"Jangan kumat deh alay lo! Cepet ke rumah sakit pelita. Ntar lo tanya aja ruangan gue atau Arkan!" Ingin rasanya lucky membuang Edo ke rawa-rawa.
"Lah kok ada Arkan? Sumpah gue gak ngerti ki"
"Ntar gue ceritain cepet lo!"
"Iye iye lo kira gampang apa ijin sama bos?"
Tut....tut...tut...
Sambungan telepon diputus oleh Lucky yang merasa kesal dengan sikap temannya.
⏰⏰⏰
"Arkan!"
Panggil ibu panti yang sudah duduk di sebelah ranjang Arkan. Dokter sudah keluar setelah menjelaskan perihal penyakitnya.
"Iya bu, kapan Arkan bisa pulang? Arkan gak suka disini bu!."
Memang Arkan sangat tidak suka yang namanya rumah sakit, walau baru beberapa jam sudah ingin pulang.
"Ya allah Arkan, belum juga kamu sembuh udah mau pulang aja. Oh iya gimana ceritanya kamu bisa begini nak? Sejak kamu menerima telpon tadi perasaan ibu sudah tidak enak. Ternyata akan terjadi begini."
Arkan menerawang kejadian penculikan itu. Tunggu dimana Vania? Dan bagaimana kondisi Lucky, seingatnya Lucky kena tembak karena menyelamatkannya. Arkan pun gak tahu sejak kapan Lucky ada di gedung itu.
"Bu Vania gimana keadaanya? Tadi Vania di culik sama penjahat itu. Arkan takut Vania kenapa-napa!" Arkan mulai panik bahkan dia hendak turun dan mencabut infus di tangannya, tapi segera ditahan ibu panti.
"Eh Arkan! Dengerin ibu dulu nak. Justru Vania yang nolongin kamu, bawa kamu kesini dan telfon ibu suruh kesini. Dia yang jaga kamu selama di periksa, dia pamit karena takut ibunya khawatir. Nanti juga pasti kesini lagi Arkan!"
"Vania gak papa kan bu, gak ada yang terluka kan?. Oh ya mas Lucky gimana keadaannya bu?"
"Vania baik, siapa Lucky?"
Arkan lupa menceritakan Lucky kepada ibu panti, karena selama ini hanya masalah keluarga saja yang ia bagi kepada ibu panti. Dia pun menceritakan singkat tentang diri Lucky dan ibu panti sudah paham.
"Tadi kata Vania ada teman kamu yang dirawat diruang sebelah. Mungkin itu Lucky yang dimaksud."
"Arkan mau kesana bu, dia yang nyelamatin Arkan. Arkan harus kesana."
"Ya udah tapi hati-hati ya."
Arkan mengangguk dan berjalan menuju ruang sebelah dengan mendorong tiang infusnya.
Di ruangan itu ada dua orang yang sedang ngobrol. Bukan, lebih tepatnya satu cowok yang sedang mengomel dan yang satu tak memperdulikannya. Arkan sangat mengenali dua pria itu, yang satu orang yang menyelamatkan nya dan yang satu juga pelatihnya.
"Assalamualaikum mas!" salam Arkan kepada dua pria diruangan itu.
"Waalaikumsalam eh Arkan masuk sini!" Ajak lucky yang sudah duduk bersandar bantal.
"Hai mas edo! Mas Lucky gimana keadaannya?"
Sebenarnya Arkan ingin sekali menanyakan berbagai hal kepada Lucky. Mengingat kondisinya dan kedatangan Edo, Arkan jadi harus menahannya.
"Mas baik Arkan, justru gimana keadaan kamu? Kenapa kamu bisa ke gedung itu dan dikeroyok mereka?"
"Tunggu Arkan dikeroyok dan lo kena tembak karena nyelamatin Arkan? Kenapa gak cerita njir?" Edo menyela dengan cepat.
Arkan pun dengan malas menceritakan lagi kejadian itu tapi kali ini lebih ringkas. Tak lupa juga dia menceritakan bagian Vania yang merupakan kekasihnya. Tapi tentang penyakitnya hanya dia,ibu panti dan tuhan yang tahu. Arkan akan sembunyikan ini dari semua orang.
"Mas Lucky Arkan mau mengucapkan maaf dan terima kasih. Maaf karena mas harus terlibat dalam masalah ini dan menyebabkan mas terluka. Dan terima kasih karena sudah menolong Arkan."
"Gapapa Ar, udah kewajiban mas. Dan gak ada yang salah disini, kebetulan juga mas denger rencana mereka dan mas datang ke tempat itu. Gak tahunya kamu yang ingin mereka celakai."
"Ya udah mas Arkan gak mau ganggu istirahat mas Lucky. Sekali lagi terimakasih Arkan pamit ya. Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
⏰⏰⏰
"Fan, lo udah kasih tahu Arkan rencana kita soal berbagi rezeki itu?" tanya Tara.
Ya the GB merencanakan acara berbagi rezeki kepada anak yatim dan orang-orang jalanan. Agendanya akan dilaksanakan malam ini, sekalian patroli. Mereka bahkan tidak tahu kalau Arkan sedang berada di rumah sakit.
"Eh iya sejak tadi kok si es belum kesini ya? Kan gak ada jam kampus 2 hari kedepan," timpal Mike.
Ya memang selama 2 hari kedepan kampus libur karena tanggal merah dan satu hari lagi memang dosen mereka sedang tidak hadir karena urusan.
"Oh iya sebentar gue telpon dulu. Siapa tahu dia ada urusan diluar!" Fandi mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Arkan.
"Assalamualaikum Ar?"
"Waalaikumsalam fan kenapa?"
"The GB pada ngadain berbagi rezeki kepada anak yatim dan orang-orang jalanan ntar malem. Lo bisa ikut gak?"
"Insyaallah bisa fan, tunggu di basecamp aja, jam 8 gue datang."
"Oke kita tunggu!"
"Gimana fan?" tanya Fero.
Fandi mengangguk. "Bisa katanya."
"Oke"
⏰⏰⏰
"Pa, apa papa gak pernah berpikir untuk menyayangi Arkan?" Itu suara Lidya, mereka sedang beristirahat ditengah tumpukan berkas penting.
"Ma...papa harus apa? Mama ngerti kan cara papa perhatiin Arkan?. Papa marah sama Arkan karena papa perduli. Kita nggak bisa kasih dia kasih sayang kalau masih ingin bisa melihat Arkan!" jawab Timo frustasi.
"Tapi sampai kapan pa? Bahkan Arkan sudah sangat membenci kita. Arkan lebih sayang sama bibi ketimbang mama."
"Itu lebih baik ma, kita nggak tahu rencana dia walau sekarang dia tidak bisa bebas lagi."
Mereka hanya bisa berdoa agar Arkan baik-baik saja. Ada alasan di balik sikap mereka yang seakan tidak perduli kepada Arkan.
⏰⏰⏰
Hai hai👋
Gimana sapa part ini?
Ada rahasia nih antara mama dan papa Arkan.Sorry for typo ya guys
Vote nya jan lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN (Terbit)
Teen FictionTidak diperdulikan, sudah biasa Tidak punya teman, sudah biasa Dipandang buruk, sudah biasa Kesepian dan kesendirian yang selalu menemaninya Ini kisah Arkan dimana dia pernah memilih untuk mati karena hidupnya sudah tidak diharapkan, namun dia masih...