Mencium bau asap rokok dari arah pintu belakang basecamp, dia melihat siluet seseorang di sana sendirian. Fandi yang awalnya ingin mengambil minum tidak jadi karena dia segera menghampiri orang itu.
"Gue kira lo gak ngerokok ar," ujar Fandi dengan menyender di pintu.
Memang Arkan gak merokok, hanya membutuhkan benda itu kalau lagi stres atau pikirannya kacau seperti sekarang. Dia butuh ketenangan makan dari itu dia memisahkan diri berada di sini.
"Gue lelah sama semua ini, gue sakit Fan. Kalaupun gue mati nanti pasti orang tua gue gak perduli kan?" Ya apa salahnya anak rindu orang tuanya?
"Jangan ngomong gitu lah ar, lo ada kita, ada gue ada Vania disini yang bisa jadi sandaran lo. Gue tahu pasti rasanya sakit tidak diperdulikan orang tua sendiri, gue tahu lo lagi kacau."
Arkan merenungi ucapan Fandi, setelah dia sadar dia terkekeh pelan ternyata Fandi mengiranya dia sakit hati karena sikap orang tua nya. Padahal maksud Arkan, sakit leukimia yang sudah menggerogoti tubuhnya itu.
"Udah ah ayo kumpul sama mereka aja dari pada sendirian disini gak baik." Arkan mematikan rokok nya dan membuangnya lalu mengikuti Fandi.
Di ruang tengah masih ramai, apalagi Fero dan Mike yang berebut kuaci dari tadi. Fandi tidak memperdulikan mereka karena sudah jengah, dia memilih mendengarkan lagu dari earphone. Arkan sedang mencari referensi lagu untuk tampil malam nanti. Zelo dan Tara sedang duel bermain game juga tak kalah heboh.
"Eh kribo ngalah napa lo gue duluan yang nemu!"
"Eh upil enak aja, ini punya gue juga!"
Ya mereka masih menarik-narik bungkusnya sambil berdebat. Segala ejekan dan umpatan juga keluar dari mulut Zelo dan Tara yang jika sudah main game lupa segalanya.
"Tar tolongin gue tar, gue diserang!"
"Ah bego lo zel gitu aja kalah!"
"Ini punya gue Mike lo ngalah kek!"
"Lo ambil yang lain deh fer masih banyak tuh!"
"Ogah kenapa gak lo aja!"
"Nggak mau kok lo ma—"
Ya ternyata perebutan sebungkus kuaci belum ada pemenangnya. Mereka masih mengalah satu sama lain hingga membuat Zelo dan Tara kalah dalam permainan. Fandi dan Arkan juga menganggu suara mereka yang tambah berisik
"DIAM!!" sepertinya Fandi dan Arkan memiliki kesamaan dalam berpikir. Bagaimana tidak kesal sedang enak-enaknya mendengarkan musik, mereka malah makin ribut.
Semuanya hening dan menghentikan aktivitas, untuk bernafas saja rasanya mereka takut. Dua macam telah dibangunkan dalam tidurnya, berdoa saja semoga kali ini tidak terjadi apa-apa. Fandi dan Arkan menatap tersangka dengan pandangan tajam bak seorang pemangsa yang handal. Matanya seakan mengeluarkan silauan presis ketika macan menemukan mangsa yang sangat lezat.
Bungkus kuaci tergeletak tak berdaya akibat keterkejutan dua orang yang merebutkannya. Zelo dan Tara menyibukkan diri dengan ponselnya.
"Ganggu tau nggak! Kenapa ribut kalau kuacinya masih ada di kresek itu!" ucap Fandi dengan nada yang lebih santai.
"Lah...kita Gak tahu fan!" ucap Mike.
"Lo kenapa nggak bilang ar?" Tanya Fero
"Kalian gak nanya!" jawabnya santai.
"Astaga....jadi tadi kita ngapain ya Mike? Kalau tahu ada dua ngapain ribut?" tanya Fero.
"Tau ah males gue, buat lo aja fer!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN (Terbit)
Teen FictionTidak diperdulikan, sudah biasa Tidak punya teman, sudah biasa Dipandang buruk, sudah biasa Kesepian dan kesendirian yang selalu menemaninya Ini kisah Arkan dimana dia pernah memilih untuk mati karena hidupnya sudah tidak diharapkan, namun dia masih...