Dua bulan berlalu begitu cepat, kehidupan Arkan semakin membaik kecuali masalah keluarganya yang semakin hari semakin buruk. Banyak cacian, hinaan dari kedua orang tuanya, Arkan bahkan selalu di sindir mereka agar segera pergi dari rumahnya.
Jujur Arkan sudah sangat muak dengan sikap mereka yang tak kunjung membaik kepadanya. Dia tinggal menunggu waktu agar dia bisa pergi bebas dari neraka itu.
Hubungan Arkan dan Vania semakin membaik, walau mereka tidak terlalu punya banyak waktu seperti dulu. Karena Arkan yang sangat sibuk akhir-akhir ini. Dia sering latihan bersama Fandi dan lucky, tugas kampus, pekerjaan di Cafe, belum lagi dia juga mendapat pekerjaan di perusahaan besar sebagai arsitektur tetap disana.
Arkan menjadi jarang punya waktu untuk Vania, anak panti dan jarang dirumah. Maka dari itu Timo dan Lidya sering menuduhnya macam-macam. Masalah kampus, Arkan sudah melunasi biaya kuliahnya untuk satu semester ini. Gajinya menjadi arsitektur tetap di perusahaan sangat besar, tak lupa dia menyisihkan uangnya untuk keperluan ke depannya.
Arkan,Fandi dan Lucky sedang ada di Jakarta. Mereka baru saja selesai mengikuti lomba itu, jangan tanya siapa pemenangnya. Arkan mendapat juara bertahan dan Fandi mendapat juara 2 setelah Arkan. Hal itu membuat Lucky sangat bangga, apalagi sama Arkan dan Fandi yang sudah berlatih keras selama ini.
Mereka baru saja sampai di penginapan mempersiapkan diri untuk pulang. Hanya ada Arkan dan Fandi, Lucky sedang mengurus sesuatu dengan panitia lomba. Mereka sedang menikmati suasana jakarta lewat balkon kamar, itupun Arkan yang memaksa Fandi.
"Fan, gue udah tahu semuanya. Kenapa lo gak bilang sama gue Fan, gue berasa hianatin lo gue jahat sama lo!" ucap Arkan setelah terjadi keheningan.
"Lo ngomong apa si Ar? Gue nggak ngerti sumpah!" Memang benar Fandi tidak mengerti maksud ucapan sahabatnya ini.
"Setelah ini gue akan relain Vania buat lo Fan!"
Fandi terkejut mendengar pernyataan Arkan, dia tidak menyangka Arkan mengetahui semuanya. Jujur di lubuk hati Fandi dia masih mencintai Vania, tapi dia sudah merelakannya.
"Gak Ar! Lo salah paham, gue nggak mencintai dia. Pasti lo salah dengar kan?" Fandi terus menyangkal, dia tahu pasti Arkan akan melepas Vania demi dirinya.
"Gue tahu Fan! Lo dari dulu perhatiin Vania! Gue nggak mungkin merasa senang di atas penderitaan orang lain Fan! Lo sahabat gue, keluarga gue!. Nggak mungkin gue nyakitin perasaan sahabat gue!" Arkan bahkan mengguncang bahu Fandi pertanda dia serius akan ucapannya.
"Gue yang lebih tahu tentang lo Ar! Gue ikut seneng kalau lo seneng. Gue bisa lihat binar mata lo yang berbeda setelah lo kenal Vania. Gue tahu penderitaan lo selama ini, gue juga tahu kalau Vania adalah kebahagiaan lo Ar!"
"Tapi van kalau lo gak bisa miliki Vania, gue juga harus gak bisa. Ingat solidaritas kita di the GB?"
"Arkan! Jangan libatkan masalah perasaan ke masalah the GB. Gue udah relain dia buat lo, gue gak bisa maksain perasaan seseorang. Vania hanya cinta sama lo Ar, bukan gue. Udah stop bahas masalah ini, gue gak mau bertengkar sama lo."
Fandi meninggalkan Arkan sendiri di balkon, dia segera mengemasi barang-barangnya. Tak lama Lucky datang dan langsung mengajak Arkan dan Fandi untuk bersiap-siap. Arkan yang sudah selesai hanya mengangguk dan menggendong tasnya di punggung.
Bis mereka akan berangkat 30 menit lagi, Arkan dan Fandi duduk satu bangku di tengah. Lucky duduk di belakang mereka dengan pelatih yang lain. Arkan menatap piala dan segepok uang hasil lomba ini yang akan diberikan kepada seseorang nanti.
⏰⏰⏰
"Maaf menggangu waktunya pak, saya hanya mau nanya. kenapa pihak bank gak pernah nagih hutang ayah saya lagi?" tanya seorang gadis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKAN (Terbit)
Teen FictionTidak diperdulikan, sudah biasa Tidak punya teman, sudah biasa Dipandang buruk, sudah biasa Kesepian dan kesendirian yang selalu menemaninya Ini kisah Arkan dimana dia pernah memilih untuk mati karena hidupnya sudah tidak diharapkan, namun dia masih...