"Keysa"
"Key"
"Key"
Keysa mempercepat laju jalannya saat Dewa mengejarnya. Ntahlah untuk apa dirinya menghindar. Bukankah masalah bisa diselesaikan dengan cara yang lebih baik selain menghindar?
Keysa memberhentikan jalannya. Ia diam menunggu Dewa datang. Tak sampai 5 detik, laki-laki itu sudah sampai di hadapannya yang kini tengah menunduk.
Dewa menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, membuat wajahnya sedikit mendongak menatap wajah laki-laki itu yang terlihat gusar. Lelah kah mengejar? Ah lebay sekali.
"Maaf" ucapnya
Keysa melepas kedua tangan Dewa yang bertengger di wajahnya "Untuk apa?"
"Soal Emily yang ngerangkul aku"
Keysa menyunggingkan senyum tipis "Iya"
"Jangan marah lagi ya"
Keysa menaikkan sebelah alisnya "Soal Emily yang senderan?"
"Nanti pulang sekolah aku jelasin, please jangan hindari aku" Dewa menggenggam kedua tangan Keysa
Keysa mengangguk "Ya udah aku ke kelas"
Dewa mengangguk lalu menggenggam tangan Keysa "Love you"
Keysa menunduk malu mendengar ucapan Dewa. Ia juga mengulum senyumnya. Sejujurnya dirinya jauh lebih galau daripada Dewa. Hanya saja Keysa tak ingin terlalu terlihat lemah.
•••
Raja mengetuk pintu ruang kepala sekolah setelah mendapat panggilan melalui microphone. Ia lebih dulu mencium punggung tangan kepala sekolahnya sebelum diperintah untuk duduk.
Ia sudah tahu, ini pasti karena berita tentang dirinya yang berkelahi bersama teman seangkatannya pagi tadi saat jam istirahat pertama.
"Kamu tahu apa kesalahan kamu?"
Raja menggeleng "Tidak, pak"
Tentunya Raja berbohong.
"Kalau begitu saya akan beritahu"
"Baik pak"
Kepala sekolahnya berdeham setelah meminum air mineral yang sudah tersedia di meja kebesarannya.
"Kamu sudah membawa anak saya hingga malam"
Raja mendongak, speechless.
"Anak bapak?"
Kepala sekolah barunya itu mengangguk, namanya Surya. Tertera jelas pada papan nama yang terletak di atas meja, lengkap dengan gelarnya.
"Maksud bapak, Maurin? Maurin anak bapak?"
"Maurin? Siapa dia?"
Raja menampilkan wajah bingungnya "Seingat saya, semalam saya pergi bersama Maurin hingga larut, dan itu sudah mendapat izin dari ibunya"
Surya terkekeh tanpa suara "Maaf, maksud saya lusa kemarin"
Raja kembali mengingat... Keysa?
"Keysa?"
"Ya"
"Jadi Keysa anak bapak?"
"Hmm"
"Mohon maaf sebelumnya, pak. Tapi waktu itu saya hanya menemani Keysa karena di rumahnya sedang tidak ada siapapun, dan juga di rumah ada mami saya, jadi kami tidak hanya berdua"
"Setiap hari anak saya sendiri di rumah" ucap Surya
"Iya, saya juga tau dari mami. Tapi saya baru saja waktu itu bertemu Keysa yang pulang jalan kaki"
"Apa?"
Putrinya jalan kaki? Yang benar saja, kemana Kenzo? Laki-laki itu tak menjemputnya?
"Jalan kaki, pak. Ponselnya low jadi tidak bisa memesan ojol"
Surya menyenderkan beban tubuhnya pada sandaran kursi.
"Kamu serius?"
Raja mengangguk "Untuk masalah kejujuran, bapak tidak boleh meragukan saya"
"Kalau begitu, bisa kamu jaga anak saya?"
"Jaga Keysa?"
"Ya"
"Bukannya bapak sendiri yang bilang, Keysa sudah terbiasa sendiri di rumah?"
Surya terkekeh "Anak muda"
Raja menepuk dadanya bangga "Jiwa muda"
"Hahaha, bagaimana?"
"Saya menolak, pak"
Surya menatap Raja tertarik "Kenapa?"
"Keysa teman saya, kami berbeda sekolah, lagipula Keysa sudah memiliki kekasih, begitu juga dengan saya" jelas Raja
"Jadi Keysa sudah memiliki.. Hmm, pacar?"
Raja mengangguk "Saya pernah melihat Keysa diantar sampai depan rumah"
"Kamu kenal?"
"Musuh saya"
Surya tertawa "Kalau begitu baiklah, saya tidak akan mencampuri urusan kalian"
Raja menyunggingkan senyumnya "Tanpa bapak meminta, saya sudah pasti akan menjaga Keysa, kami makhluk sosial"
Surya tersenyum mendengar ungkapan Raja "terimakasih"
"Sama-sama, tapi tetap kamu mendapat hukuman akibat perkelahianmu tadi pagi"
•••
"Jadi gimana?"
Dewa menghela napas mendengar kalimat pertama yang Keysa lontarkan padanya.
"Dia teman sekelas aku"
Keysa ber-oh ria mendengar jawaban Dewa
"Kamu pasti tau keadaan teman sekelas, berbaur, hanya sebagai teman"
Keysa menganggukkan kepalanya paham "Aku juga gitu, aku sadar soalnya Justin begitu"
"Beda Key, kamu perempuan"
Keysa menyunggingkan senyum tipis "Iya aku juga tau, kamu laki-laki"
"Anggapan setiap orang ke kamu beda, banyak pendapat negatif yang orang lain lontarkan terhadap kamu"
"Iya, anggapan yang dikasih teman-teman aku ke kamu juga beda-beda, dan lebih banyak hal negatifnya setelah mereka mendengar cerita Lala"
Dewa membelokkan setir mobilnya, ia memberhentikan mobilnya di salah satu kedai kopi lalu keluar, dan membukakan pintu untuk Keysa.
Seolah perdebatan tadi telah selesai, kini Dewa membawa dua cangkir kopi latte dengan dua chocolate cake, laki-laki itu meletakkan nampan yang ia bawa ke atas meja.
"Lebih baik kita minum dulu" ujar Dewa
Keysa mengangguk "Kamu suka ngopi?"
"Ngga terlalu, kalau lagi bareng anak-anak aja" Dewa menjawab sebelum memasukkan potongan kue ke dalam mulutnya
"Anak-anak? Anak basket?"
Dewa menaikkan sebelah alisnya, bibirnya ingin mengucapkan sesuatu, namun tak bisa. Ia memilih untuk mengangguk dan tersenyum.
"Mungkin nanti saat waktunya tepat" batin Dewa
TBC