6. Rencana: 1

15 2 1
                                    

Setelah mendapat mimpi itu, Arsene mulai merencanakan beberapa hal untuk mewujudkan mimpi itu.

Arsene akhirnya mulai merubah kebiasaan, sifat dan ilmunya. Dan dia tak lupa dengan perkataan paling dia camkan, yaitu bahwa dia harus hijrah.

Dia juga mulai hijrahnya, sampai dia tahu siapa yang harus dia temui di mekkah menurut mimpi itu. Dan karena hal itu, Arsene lebih bersemangat lagi, karena apa yang akan dia dapatkan adalah lebih dari sekedar sepasang sayap yang indah.

Arsene juga belajar tentang beberapa ilmu bertahan hidup untuk menghadapi konsekuensi saat di perjalanan, kecuali berburu. Karena Arsene adalah vegetarian yang masih mengonsumsi telur, susu, dan hasil laut tertentu.

Dia juga sudah mempersiapkan peralatan-peralatan primitif di rumahnya mengingat dia akan memulai perjalanannya setelah teknologi musnah.

Tapi ada hal yang mengganggunya, yaitu siapa yang akan membantunya? Apakah dia harus berjalan sejauh 1500 km sendirian? Tidak mungkin. Karena dia akan bertemu orang dari berbagai negara dan tak mungkin baginya untuk berkomunikasi dengan mereka secara sembarangan karena dia hanya belajar bahasa inggris dan arab sebagai persiapannya, itu pun juga masih sangat terbata-bata.

Tapi tekad dan ambisinya lebih besar dari rasa ragunya. Dia memutuskan untuk solat tahajjud agar diberi kemudahan oleh Allah SWT. Dia sangat berharap untuk bisa mengajak beberapa orang terdekatnya untuk pergi bersamanya.

Sampai 1 bulan sebelum ujian semester 1, terlintas di pikiran Arsene, "apa aku harus mengajak langsung orang yang bisa diajak kompromi soal rencanaku ini?"

Arsene pun mengikuti alur pikirannya, dia memperhatikan teman-temannya yang mungkin bisa dia ajak pergi. Sampai dia menemukan bahwa Fred bisa dia ajak untuk berdiskusi tentang hal ini karena dia dididik secara baik oleh ayahnya tentang islam.

Menunggu waktu yang tepat, Arsene juga membuat strategi supaya Fred mau ikut dengan senang hati tanpa beban.

Dan Arsene menemukan waktu yang tepat. Arsene mengajaknya untuk berlatih panahan di hutan di dekat rumahnya. Setelah selesai berlatih, Arsene mulai melakukan perekrutan anggotanya.

"Fred, gw langsung ke intinya aja, kan gw bilang dalam waktu deket teknologi akan musnah, abis itu bakal ada perang. Lu mau ikut gw gk ke sana?" ucap Arsene tanpa basa basi.

"hah? Emang mau perang apaan?"

"banyak lah intinya, trus juga lu gak perlu capek capek daftar jadi tentara"

"ngapa?"

"ini perang dunia dalam bentuk primitif, jadi siapa aja bisa ikut"

"trus apa untungnya buat gw kalo ikut?"

Arsene kemudian mendekat dan membisikkan sesuatu di telinga Fred. Sontak Fred kaget dan langsung bilang, "hah?!! Yang bener aja lo. Siapa coba yang gak mau ikut kalo untungnya sampe kayak gitu"

"iya emang segitu, tapi santai sedikit lah, gw gak mau sembarangan orang tau soal ini. Ntar diorang ngasih tau ortu gw malah bisa gagal"

"oke oke, tapi kapan kita berangkat?"

"hari kesepuluh setelah teknologi hancur. Sayangnya gw gak tau kapan itu"

"yaaahh lu mah, kalo gak tau ngapa ngasih tau gw soal rencana lu?"

"soalnya gw mau lu siap-siap dari sekarang. Ini bukan sembarangan konsekuensinya. Kita jalan kaki sampe lebih dari 15.000 km nih"

"trus ortu gw gimana?"

"lu gw saranin lu kasih tau mereka beberapa hari sebelum gw dateng jemput lu buat berangkat"

"oke lah kalo gitu"

Setelah itu mereka bersalaman dan Arsene berkata, "deal?" dan dijawab oleh Fred, "deal".

Arsene memberi tahu kepada Fred apa saja yang diperlukan untuk perjalanan mereka. Fred hanya mengiyakan dan setuju untuk mengikuti anjuran Arsene untuk mempersiapkannya. Setelah itu mereka berpisah karena sudah sore dan waktunya pulang.

Di rumah

"wow, ternyata lebih gampang dari yang gw kira" batinnya dalam hati.

_______________________________________

Sorry yek kalo lama update

Author lagi males

Chapter depan bakal bosenin juga sih kayaknya

Future? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang