"akhirnya selesai. Tinggal ngerakit satu lagi dan gw siap berangkat" ucap Arsene lega telah menyelesaikan satu lagi persiapannya. "tapi kalo dipikir-pikir, ini lebih rumit dari yang sebelumnya. Mana nih tangan sampe lecet-lecet lagi" lanjutnya sambil melihat kedua tangannya penuh sayatan karena merakit benda rumit itu. "gapapalah, ntar juga kepotong"
Ini adalah hari dimana Arsene dan teman-temannya selesai dari ujian nasional. Kini mereka sedang mempersiapkan diri untuk hari kelulusan. Dan karena murid kelas 8 dan 7 ujian sembari menunggu hari kelulusan kelas 9, maka seluruh angkatan kelas 9 diliburkan sampai adik kelas mereka selesai ujian. Dan Arsene tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Namun...
"hah untuk kerangkanya udah lengkap, sekarang tinggal pasang pasang aja" ucap Arsene yang sedang membuat sesuatu. "eh udah jam setengah sepuluh aja, sarapan dulu lah" lanjutnya yang baru menyadari bahwa dia terlambat untuk sarapan.
Saat sedang makan, Arsene merasa ada yang aneh dan membuatnya tidak nafsu untuk makan lagi. Arsene pun menyimpan makanannya untuk dimakan nanti dan dia pergi ke luar rumah untuk memastikan tak ada yang aneh di luar sana.
Baru saja Arsene keluar dari rumahnya,...
BOOOOM...
Suara menggelegar dari langit. Suaranya begitu keras sampai Arsene dan semua orang yang ada disekitarnya jatuh terduduk karena terkejut mendengar suara itu.
Bersamaan dengan hal itu, semua kendaraan yang sedang dikemudikan langsung mengalami kecelakaan beruntun. Ini sangat mengerikan, karena ada beberapa mobil yang meledak dalam jarak beberapa puluh meter dari rumah Arsene.
Arsene segera mengambil smartphonenya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. Namun smartphonenya tak menyala. "apaan nih, perasaan udah dicas sampe penuh" ucap Arsene panik.
Dan Arsene menyadari satu hal, "jangan jangan". Arsene langsung berlari keluar lagi untuk melihat sesuatu di langit. Ketika Arsene melihat ke arah timur, dia melihat kepulan awan yang sangat gelap melaju ke arahnya. Gelapnya seperti asap erupsi gunung berapi yang bertumpuk-tumpuk.
Arsene langsung lari ke kamarnya dan mengganjal pintunya dengan meja belajar untuk memperlambat asap hitam itu masuk ke kamarnya. Arsene mencoba menghidupkan lampu kamarnya, namun tetap tak menyala. "sudah kuduga. Gw gak nyangka aj kalo musnahnya teknologi bakal berawal dari kayak ginian" ucapnya mulai tenang.
Namun, perlahan-lahan Arsene merasakan bahwa suhu kamarnya memanas. Dan ketika dia melihat kearah pintu, ternyata kepulan asap tadi sudah mulai masuk ke kamarnya. "jadi gitu ya, aaaahhhh haaaa, gw harus ngerasain panas selama beberapa waktu" ucap Arsene mulai kesulitan bernapas.
Tak butuh waktu lama, kamar Arsene sudah gelap gulita karena asap itu, sangking gelapnya, Arsene tak bisa melihat tangannya walau sudah dia tempatkan didepan wajahnya. Ditambah suhu ruangnya yang sangat panas benar-benar membuatnya tersiksa.
"cih, ini sih namanya bener-bener nyiksa, udah lah gabisa ngeliat, panas lagi." Arsene benar-benar kesal dengan semua ini. "KAKAAAAK" teriak Citra dari dalam kamarnya. "INI KENAPA KAAAK?!!" terikanya dengan kesakitan karena panas dari asap itu. "Ini cuma beberapa hari dek, kamu jangan kebanyakan ngomong, ntar gabisa napas" ucap Arsene memperingatkan Citra.
"dalam kasus erupsi gunung krakatau, seharusnya asap ini cuma panas dalam waktu yang singkat. Dan waktu untuk menunggunya menghilang akan memakan waktu lebih dari beberapa minggu. Efek setelah hilangnya panas dari kejadian ini adalah, dingin dibawab 0 derajat" pikir Arsene.
"gw anggap aja sekarang jam 10 pas, artinya 2 jam lagi waktu zuhur. Gw gak punya pilihan laen selain ngitung manual" pikirnya lagi.
Dan Arsene mulai menghitungnya.
"3599, 3600. Udah sejam, sekarang lanjut lagi. 3601, 3602." Arsene menghitungnya dalam hati. Sambil menghitung, terbesit dalam pikirannya tentang keadaan orang-orang dekatnya. "4567, 4568, gimana keadaan mamah sama papah ya, 4570, 4571, 4572. Trus gimana juga sama Fred sama Alex. 4575, 4576. Trus juga, Clara, semoga aja kamu gapapa"
Arsene terus menghitungnya, begitu dia selesai di hitungan tertentu, Arsene mendirikan solatnya. Dia berprinsip tak ada alasan bagi laki-laki untuk tidak solat. Dan dia menghitung sudah berapa kali dia solat untuk menghitung sudah berapa lama dia bertahan dari kiamat asap itu.
"Ahh udah hari kedua, suhunya turun lebih cepet dari perkiraan gw" ucap Arsene menyadari bahwa suhu ruangannya mulai normal. "tapi ini bukan pertanda baik" lanjutnya.
"SEMUANYA!! SIAP SIAP MEMBEKU!!"
______________________________________
segini aja dulu ya
Kalian bayangin aja sendiri keadaan yg dihadapi ArseneTapi ini adalah awal dari perjalanan Arsene
Thanks udah baca sampe sebanyak ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Future?
Random"cintailah kematian, seperti orang-orang bodoh itu mencintai kehidupan." Orang biasanya takut akan kematian, namun berbeda bagi mereka yang siap bahkan sangat mencintai kematian. Seperti apa perjalanan mereka menuju kematian tersebut? Note: cerita...