"MAMAAAH! PAPAAAH! KAKAAAK!" Citra berlari ke keluarganya yang sudah terbungkus kain kafan setelah mendengar penjelasan Arsene. Arsene hanya diam berdiri di belakangnya. Wajahnya terlihat menunjukkan ekspresi biasa, namun air matanya sudah membanjiri kedua pipinya.
Arsene yang sedari tadi diam saja sekarang melangkah menuju mayat kakaknya. Dia menggendongnya dan berkata, "kita udah gak bisa kayak gini terus, Cit. Kamu tetep disini, kakak mau bawa kakak ke makam. Nanti kakak balik lagi buat bawa mamah sama papah". Citra hanya mengangguk.
Setelah Arsene membawa ketiganya ke pemakaman, Arsene langsung menggali lubang dan mengubur mereka bertiga dengan air mata berderai-derai. Arsene teringat semua memori tentang masa lalu mereka bertiga. "dah lah, lo udah bersumpah kalo bakal bikin mereka bangga kan, Sene. Sekarang lo harus wujudkan itu!" batin Arsene membangkitkan tekadnya kembali.
"Cit, udah ya. Kamu belum makan kan? Yuk pulang" ucap Arsene dengan halus. "tapi kak.." Citra ingin mengatakan sesuatu namun terpotong karena isakan tangisnya. "iya kakak tau, tapi kita harus bisa bertahan disini. Nanti kakak ajarin ya" Arsene berusaha menenangkannya. Dan mereka pulang.
Sekarang mereka sedang berada di dapur, tapi Arsene terlihat kebingungan. "kak, kenapa kok bolak-balik dari tadi? Katanya mau makan" tanya Citra. "gini, kakak bingung masaknya gimana. Kompornya rusak" jawab Arsene dengan senyum bodohnya sambil menggaruk kepala belakangnya. Tapi Citra hanya diam saja karena hal itu.
"yaudah, kalo gitu kamu dirumah aja. Kamu bisa kan hancurin lantai di bawah meja kompor itu?" Arsene mulai merencanakan hal lain. "tapi kenapa?" Citra tampak tak terima. "Cit, gini ya, sekarang mereka udah ninggalin kita, trus yang jadi ahli waris yang sisa juga cuma kita. Ditambah keadaan kayak gini, kamu gak bisa sembarangan make ego kamu buat gak ngerubah rumah ini. Ini juga peninggalan mereka" jelas Arsene. "tapi kakak gak yakin kamu bisa ngambil tanggung jawab atas rumah, jadi kakak yang harus ambil kepemilikannya. Udah kamu hancurin aja lantai itu, palunya ada di gudang. Kakak bakal nyari kayu bakar di luar. Tapi kalo gak bisa juga, silahkan kamu kelaperan sendiri disini. Biar kakak makan sendiri di luar" lanjutnya.
Setelah mengucapkan itu, Arsene mengambil goloknya dan keluar untuk mencari kayu bakar di hutan. Ketika sedang menebang pohon di sana, dia berpikir tentang adiknya soal yang tadi, "seharusnya dia paham dong, kalo dia gak bisa sembarangan mentingin ego dia buat hal kayak gitu. Tapi ya udah lah, ntar juga paham sendiri". Dan seketika, Arsene teringat tentang mimpinya dulu tentang peperangan yang terjadi. "eh, ini kan udah gak ada teknologi, seharusnya mata uang udah gak berlaku lagi. Artinya gw bisa kesana sekarang.".
Sementara itu, Citra terlihat sudah menghancurkan lantai di bawah meja dapur, "maafin aku mah, pah, hiks" isaknya. Dia belum bisa melepaskan kepergian keluarganya yang lain. Citra kemudian duduk memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya dan menangis.
Namun,...
Brak!
Tiba-tiba terdengar suara barang dibanting dari ruang tamu. Citra terkejut dan mengintip ruang tamu dari dapur.
"ANGKAT TANGAN!!"
_______________________________________
Maaf ya agak lama
Author lagi males:v
KAMU SEDANG MEMBACA
Future?
Random"cintailah kematian, seperti orang-orang bodoh itu mencintai kehidupan." Orang biasanya takut akan kematian, namun berbeda bagi mereka yang siap bahkan sangat mencintai kematian. Seperti apa perjalanan mereka menuju kematian tersebut? Note: cerita...