18. Realisasi

8 2 5
                                    

"HAH? YANG BENER AJA KAK!?!" Citra terkejut dengan apa yang telah dibisikkan kakaknya itu. "iya bener, emg ngapa? Kamu gak seneng?" tanya Arsene dengan dahinya yang mengernyit. "bukannya gak seneng, tapi gak percaya aja gitu. Lagian kok kakak bisa kepikiran buat kayak gitu?" tanya Citra. "ya sebenernya udah lama, lagian juga kakak juga tau kalo dunia bakal kayak gini. Makanya kakak mikir sampe ke sana" jawab Arsene.

"HAH?! Jadi kakak udah tau kalo bakal kayak gini?" Citra tak percaya dengan penjelasan kakaknya. "iya" jawab Arsene singkat dengan nada menyebalkan. "ish ngapa gak ngasih tau. Kalo dulu udah tau kan sekarang jadi lebih enak" Citra mulai kesal dengan kakaknya. "lah kan sekarang udah tau" Arsene semakin membuat adikknya kesal. "ish kakak mah nyebelin" Citra sudah malah membahas ini.

"eh iya, btw Citra ikut ya kak~~" Citra mulai merengek lagi kepada kakaknya. "mulai, mulai lagi. Jijik ah, kamu jaga rumah. Ntar kalo kemalingan gimana? Mau kamu ngambil di indom**t sendirian sama orang asing yg pengen persediaan? Gak kan?" jawab Arsene dengan mulutnya yang komat-kamit. "alaahh, kaaak~~" Citra mengucapkannya dengan wajah memohon. "GAK AH, JIJIK OI" Arsene semakin geli dengan tingkah adiknya. "kakak bilang nggak, ya nggak. Syukur syukur kamu masih bakal punya temen di rumah. Dah sekarang lanjut latihan!" Arsene mulai ketus lagi. "iya deh iya, tapi awas ya kalo gak dapet" Citra mengancam Arsene tapi Arsene hanya mengagguk.

Arsene pun lanjut mengajari Citra cara memanah, juga dengan trik sederhananya seperti sambil tiarap, dan diam-diam.

Singkat cerita, sekarang terlihat sedang menyantap mie instan untuk makan siang mereka. "kamu jangan kemana-mana lho pas kakak pergi, inget ya" Arsene mengingatkan Citra akan tugasnya. Citra hanya mengagguk karena masih menyantap mienya.

Setelah selesai makan siang, Arsene langsung pergi ke ruangan pribadinya di lantai dua. "eh kak" Citra memanggil Arsene yang sudah di tangga. "apaan" tanya Arsene. "sebenernya aku penasaran sama ruangan pribadi kakak, aku boleh liat gak?" tanya Citra penasaran. "hmm, mungkin beberapa hari lagi" jawab Arsene. "eh serius?" Citra tak percaya, karena sebelum kiamat debu itu terjadi, Arsene menjaga ketat ruang pribadinya dan tak membiarkan siapa pun masuk termasuk orang tuanya. "serius, malah ntar kakak kasih beberapa barang kakak disana. Tapi kamu jangan masuk diem-diem kesana" Arsene memperingatkan Citra. "iya deh, yang penting bisa masuk situ" ucap Citra.

Arsene pun bersiap-siap di ruang pribadinya untuk pergi ke tempat yang dia beritahukan ke Citra tadi pagi. Setelah dirasa cukup, Arsene turun dan mendatangi Citra, "Cit, gimana penampilan kakak?". Citra yang sedang mencuci piring bekas mereka makan tadi pun langsung tercium semerbak bau minyak wangi yang sangat menyengat milik Arsene, Citra pun berbalik dan melihat Arsene mengenakan pakaian batik pemberian orang tua mereka, dengan sepatu pantofelnya.

Arsene tak pernah terlihat serapih itu dalam berpakaian. Dia yang biasanya menyisir rambutnya ke samping, sekarang menyisirnya ke belakang menambah kharisma yang dimilikinya. "uuhh~~ rapih amat kak, biasanya juga gak serapih ini" goda Citra. "kamu mau kakak pukul?" Arsene membalas Citra. "nggak nggak, hmm tapi kakak beneran rapih banget deh. Trus ini wangi apa? Kok nyengat tapi gak bikin sakit hidung?" tanya Citra. "ini minyak kasturi, kakak belinya udah lama. Tapi karena cuma kebeli setengah botol ya kakak pikir bakal kakak pake buat event kayak gini aja lah" jelas Arsene.

"semoga aja diterima kak" Citra tersenyum mengucapkannya. "aamiin" jawab Arsene. Arsene pun melangkah ke pintu keluar untuk melakukan rencananya, namun dia berhenti di tengah pintu karena ingin berpesan, "eh Cit, kamu jangan kemana-mana ya sekali lagi". "iya kak iya, aku juga mau kemana keadaannya kayak begini" ucap Citra kesal karena Arsene sudah berkali kali mengingatkannya. "dan ya, kalo kamu bosen atau gabut gitu, kamu boleh masak apa aja dari bahan makanan" ucap Arsene. "eh yang bener ini?" Citra tak percaya. "iya bener, nanti kakak bisa ngambil lagi di mini market lain" ucap Arsene. "dah ya, kakak berangkat. Assalamualaikum". "waalaikumussalam".

Arsene berjalan menyusuri jalur kota yang masih tak berbentuk karena banyak kendaraan yang kecelakaan. "ya ampun, gw gak ngira kalo bakal secepet ini rencananya berjalan" ucap Arsene dalam hatinya. Arsene pun tersenyum dan melihat ke arah langit yang masih menyisakan awan gelap akibat kiamat debu. "walau sekarang langit sangat gelap dan udara sangat dingin, tapi ini adalah gerbang menuju langit cerah yang penuh kehangatan."

_______________________________________

Duh maaf ya author jarang upload

Soalnya banyak kerjaan yang lain:b

Jadi kalo penasaran sama ceritanya ditungguin aja ya

Tungguin author gak sibuk:(

Future? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang